Share

MULAI TER- ASINGKAN

Author: Kak Upe
last update Last Updated: 2025-01-26 00:31:01

Mata Gilea masih belum teralihkan dari Bumi yang saat ini sedang mengenakan kemeja hitam yang digulung hingga siku dengan rambut yang sedikit berantakan.

Tatapan dingin dan penuh kemarahan yang tadi Bumi arahkan pada Gilea seketika berubah saat wanita antah berantah itu meraih tangan Bumi.

Bumi menoleh ke samping. Wajahnya seketika melunak dan bahkan tampak sedikit hangat.

“Joanna? Kapan kau datang? Kenapa tidak menghubungi kakak? Kakak pasti akan menjemputmu,” sapa Bumi dengan nada lembut, sangat kontras dengan cara bicaranya pada Gilea.

“Joanna?” gumam Gilea, membatin, matanya bergantian menatap Bumi dan wanita bernama Joanna itu.

Joanna tersenyum lemah sambil merapat ke sisi Bumi. “Aku tidak ingin merepotkan, Kak. Ini hari pernikahanmu... Aku tidak mau mengganggu waktumu dengan... istrimu.” Ucapannya terdengar penuh pertimbangan, namun gerak tubuhnya—yang menggenggam lengan Bumi erat—berbanding terbalik dengan nada rendah hatinya.

Bumi meletakkan tangannya di atas tangan Joanna. “Kau tidak akan pernah merepotkanku, Joanna. Kau tahu itu.”

Joanna mengangguk pelan dan melirik ke arah Gilea. Senyumnya berubah sekilas, terlalu cepat untuk disadari oleh Bumi, tapi cukup jelas bagi Gilea. Ada sesuatu yang tajam di balik senyuman itu.

“Kau pasti lelah. Ayo, duduk dulu di ruang tamu,” ucap Bumi sambil menuntun Joanna menuju sofa.

Gilea masih berdiri di tempatnya, mencoba mencerna semuanya. Tadi Bumi memandangnya seperti musuh bebuyutan, tapi kepada wanita ini—Joanna—ia menunjukkan sisi yang nyaris tidak pernah Gilea lihat- ya, paling tidak dalam belasan jam sejak mereka bertemu.

Sambil duduk, Joanna menyandarkan kepalanya di bahu Bumi, namun kali ini dengan raut wajah seolah sedang sakit. “Kak... aku sedikit pusing... Mungkin karena perjalanan tadi.”

Bumi terlihat panik. “Kau butuh air? Obat? Atau kutelpon dokter?”

“Aku hanya butuh istirahat. Kakak jangan khawatir,” katanya, lalu menatap Gilea sekilas. “Tapi... mungkin akan lebih tenang kalau aku tidak ada di ruangan yang sama dengan dia.”

Tatapan Bumi kembali berubah saat memandang Gilea. Terlihat dingin dan tajam.

“Kau dengar, kan? Pergilah. Kau tidak diperlukan di sini.”

Gilea menggertakkan giginya dalam diam. Ia ingin membalas, ingin bertanya siapa sebenarnya wanita ini hingga bisa mengusirnya begitu saja. Tapi lidahnya kelu.

Setelah Gilea mundur beberapa langkah, Bumi bangkit dan berjalan ke arah dapur.

Begitu Bumi hilang dari pandangan, Joanna mengalihkan pandangan ke Gilea Ia tersenyum manis, tapi matanya berkilat kejam.

“Kenapa kau masih di sini? Sana pergi!” usir Joanna ke Gilea yang masih berdiri mematung. Gilea tidak juga beranjak, ia menatap Joanna lamat-lamat dan bertanya pelan, “anda.. adik Tuan Bumi?”.

“Kalau iya, kenapa?” Joanna memutar bola matanya malas, “Sana cepat pergi! Kau benar-benar gambaran keluarga Wijaya! Lihatlah! Kau bahkan tidak punya sopan santun. Dasar tidak tahu diri! Andaikan kakakku tidak terlanjur jatuh cinta dengan kakak mu yang wanita murahan itu, keluarga ku yang terhormat ini tidak perlu berurusan dengan kalian.” maki wanita itu sejurus kemudian.

Gilea menahan napas. Tubuhnya bergetar pelan. Hanya karena kakaknya kabur, keluarga Bumi jadi sebenci ini dengan keluarganya? Benar-benar arogan! Batin Gilea geram.

Langkah kaki terdengar dari arah dapur. Joanna langsung berubah. Sekejap saja wajahnya kembali menjadi lembut, tubuhnya tampak rapuh saat ia menyandar di sandaran sofa sambil mengelus pelipisnya.

“Kak... aku masih sedikit pusing,” keluhnya saat Bumi muncul dengan segelas air.

Bumi menyerahkan air itu dengan cemas. “Minumlah. Kalau masih pusing, kakak akan panggilkan dokter.”

Joanna mengambil gelas itu lalu tersenyum lemah. “Terima kasih, kak. Kau memang kakak terbaik di dunia ini.”

Bumi kemudian menoleh ke arah Gilea dengan sorot menghina, “Kenapa kau masih berdiri di sana? Mataku sakit melihat keberadaan mu!.”

Gilea menelan ludahnya. “Aku... tidak tahu harus tidur di mana,” katanya pelan.

Bumi mendengus. “Ambil kamar mana saja. Dasar bodoh!”

Gilea mengangguk lemah dan berlalu menuju ke salah satu kamar yang ada di lantai bawah, meninggalkan Bumi dan Joanna yang kembali tertawa bersama- seolah sedang mengejek keberadaan Gilea di rumah tersebut.

 Saat ini yang bisa Gilea lakukan hanyalah berjalan pergi tanpa melihat ke belakang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   BAB 212

    Sementara Gilea memulai kehidupan baru di Eropa, lima tahun terakhir menjadi neraka bagi Bumi Wicaksono.Mansion megah yang dulu dipenuhi tawa dan kehidupan, kini sunyi bagai kuburan. Bumi menghabiskan hari-harinya di ruang kerja, dikelilingi botol minuman keras dan asap rokok. Foto Gilea yang terpasang di mana-mana menjadi pengingat akan apa yang telah hilang dari hidupnya."Bee, ini laporan kuartal terakhir." Damian meletakkan setumpuk dokumen di meja Bumi. "Performa perusahaan stabil, tapi kita kehilangan beberapa proyek besar karena...""Urus saja sendiri," potong Bumi dengan suara parau. "Aku tidak peduli."Damian menghela napas. Ini sudah menjadi pemandangan biasa selama lima tahun terakhir. Setelah "kematian" Gilea, Bumi seperti kehilangan jiwa. Perusahaan yang dulu dibanggakannya, kini hanya dijalankan oleh Damian dan Vino.Di sudut ruangan, Maria duduk diam memperhatikan. Selama lima tahun ini, dia adalah satu-satunya yang tetap tinggal di mansion. Bahkan Rene sudah menyerah

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   BAB 211

    Lima tahun.Lima tahun sudah berlalu sejak Gilea melompat dari balkon rumah sakit itu. Lima tahun sejak dia meninggalkan kehidupan lamanya, meninggalkan Bumi, meninggalkan semua kepalsuan yang menyelimuti hidupnya. Kini, dengan identitas baru sebagai Elena Rossi, dia berdiri di depan jendela apartemennya di Paris, memandangi menara Eiffel yang berdiri megah di kejauhan. Tangan kanannya memegang segelas anggur merah, sementara tangan kirinya dengan lembut membelai rambut dua anak kembarnya yang sedang tertidur pulas di sofa."Luca, Sofia, bangun sayang. Ibu sudah pesan makan malam favorit kalian," bisik Gilea dengan suara lembut.Dua pasang mata kecil itu terbuka. Luca, si sulung, langsung melompat dan memeluk ibunya. "Ibu, tadi aku bermimpi kita main di taman yang penuh bunga!"Sofia, yang lebih pendiam, hanya tersenyum manis sambil mengusap matanya yang masih mengantuk. Kedua anak ini adalah kejutan terbesar dalam hidup Gilea. Saat operasi sesar dulu, dokter Rania tidak menyangka bah

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   BAB 210

    Rencana besar itu akhirnya memasuki fase eksekusi. Setelah bermingu- minggu menyusun strategi, tim kecil yang terdiri dari Gilea, Daniel, Damian, dan Vino kini siap menjalankan aksi mereka. Semuanya bergantung pada timing yang sempurna dan keluguan Bumi.Awalnya, segalanya berjalan sesuai skenario. Gilea mulai berpura-pura mengalami pendarahan ringan di mansion, cukup untuk membuat khawatir tetapi tidak sampai menimbulkan kepanikan berlebihan. Seperti yang diperkirakan, Bumi langsung panik. Dia mengingat betapa traumatisnya pengalaman kehamilan pertama Gilea, dan ketakutannya akan kehilangan Gilea membuatnya mengambil keputusan cepat."Kita harus ke rumah sakit sekarang!" seru Bumi, wajahnya pucat melihat kondisi Gilea yang terlihat lemah.Gilea, dengan akting yang sempurna, hanya mengangguk lemah, membiarkan dirinya digendong oleh Bumi menuju mobil. Seperti yang telah diprediksi oleh tim, Bumi membawanya ke rumah sakit keluarga Wicaksono yang paling dekat dan paling mewah - tepatnya

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   BAB 209

    Usaha Gilea meyakinkan setiap orang ternyata tidak sia-sia. Bukitinya pertemuan rahasia itu berlangsung di sebuah gudang tua milik keluarga Daniel yang sudah tidak terpakai, tersembunyi di pinggiran kota. Di dalamnya, berkumpullah empat orang. Mereka adalah Gilea yang wajahnya pucat namun matanya berapi-api, Daniel dengan bayangan kelelahan di pelupuk matanya, Damian dengan ketenangan yang menyimpan kekhawatiran, dan Vino yang masih tampak gelisah namun berusaha terlihat baik-baik saja.Mereka duduk melingkar di sekitar meja kayu sederhana, diterangi oleh lampu tempel yang menggantung di langit-langit. Udara di dalam gudang terasa pengap, sepadan dengan beban yang mereka pikul."Kita semua sudah setuju untuk membantu Gilea," buka Daniel, memecah keheningan. "Tapi kita bukanlah orang-orang bodoh. Kita tahu Bumi seperti apa. Jika Gilea menghilang begitu saja, kita bertiga akan menjadi target utama kemarahannya. Dan dia punya sumber daya untuk menghancurkan kita semua."Damian mengangguk

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   BAB 208

    Setelah pertemuan rahasianya dengan Damian, hati Gilea dipenuhi oleh sebuah harapan baru, namun juga kecemasan yang tak kunjung reda. Damian belum memberikan jawaban pasti, dan waktu baginya terus berdetak bak bom waktu. Daniel, dalam pesan singkatnya melalui nomor rahasia, terus mendesaknya untuk segera menemui Vino."Vino adalah saudaranya. Dia satu-satunya yang bisa menembus tembok pertahanan Bumi dari dalam," begitu kira-kira pesan Daniel.Mendekati Vino adalah tantangan yang berbeda. Sebagai adik kandung Bumi, Vino memiliki akses dan kedekatan emosional yang tidak dimiliki siapapun. Tapi dia juga dikenal dengan sifatnya yang impulsif dan mudah terbawa emosi. Satu kesalahan kata bisa berakibat fatal.Kesempatan itu datang ketika Bumi harus melakukan perjalanan dinas singkat selama dua hari ke luar kota untuk menangani masalah besar di salah satu proyek propertinya. Ini adalah kesempatan emas. Malam setelah kepergian Bumi, Gilea mengirim pesan kepada Vino, memintanya untuk datang k

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   BAB 207

    Nama Damian selalu muncul dalam benak Gilea sebagai sebuah opsi yang hampir mustahil. Sepupu Bumi ini dikenal sebagai sang "penengah" dalam segala hal—seorang yang bijaksana, jarang terlibat konflik, tetapi sangat disegani karena integritasnya. Mendekatinya adalah sebuah risiko, namun setelah penolakan halus dari Daniel, Gilea merasa ini adalah satu-satunya jalan.Dia menyusun rencana dengan hati-hati. Sebuah acara amal untuk yayasan anak-anak yang diselenggarakan oleh keluarga Wicaksono menjadi kesempatan sempurna. Bumi, yang sedang sibuk dengan launching anak cabangnya di salah satu kota, setuju untuk tidak hadir dengan syarat Gilea ditemani oleh dua pengawal lengkap. Maria, yang biasanya selalu ingin ikut, kali ini mengeluh pusing dan memilih tinggal di mansion. Gilea hampir bersyukur untuk itu.Gaun hamilnya yang longgar dan berwarna lembut membuatnya terlihat rapuh dan tidak mengancam. Dia sengaja memilih penampilan itu—sebuah strategi untuk menarik simpati.Acara berlangsung mer

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status