Share

2. Tak dianggap

"Dari mana saja kamu?!"

Alea nampak terkejut ketika mendengar sentakan Nyonya Rahayu pada Radit yang baru saja pulang. Mereka sedang berada di ruang keluarga saat suami yang meninggalkannya semalaman itu masuk ke dalam rumah begitu saja tanpa permisi.

Raditya menghentikan langkahnya. Dengan malas ia menoleh ke arah ibunya yang duduk bersama wanita yang dibencinya itu.

"Aku lelah. Aku mau istirahat dulu," ucap pria itu dengan ketus dan malas. Ia hendak berjalan kembali menuju kamarnya. Namun ibu kandungnya itu langsung menghardiknya lagi.

Nyonya Rahayu bangkit lalu berjalan mendekat ke arah Radit yang bergeming sambil melipat kedua tangannya di dada. Mata yang kemerahan juga bau alkohol menguar menusuk indra penciuman.

"Kamu mabuk, Hah? Astaga, Radit!!!" Wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak menyangka jika anaknya yang begitu penurut itu malah mabuk-mabukan di malam pernikahannya.

Alea yang sejak tadi bergeming canggung di dekat sofa mulai memberanikan diri untuk mendekat. Ia khawatir jika sampai terjadi pertengkaran antara ibu mertua juga suaminya itu.

"Mas..." Alea memanggilnya dengan lembut. Ia berjalan mendekati Raditya dan hendak meraih punggung tangannya untuk ia kecup dengan takjim sebagai tanda hormat seorang istri pada suaminya. Namun seketika ekor mata Radit langsung menatap tajam ke arahnya.

"Stop... Jangan dekat-dekat!!!" sentak Radit. Ia tidak suka jika wanita itu dekat-dekat dengannya. Radit benar-benar membenci Alea. Ia menganggap jika wanita itu adalah biang dari masalahnya . Ia juga menganggap Alea sebagai pengganggu hubungan dirinya dan kekasihnya.

"Radit! Kamu itu apa-apaan sih? Alea sekarang sudah menjadi istrimu. Kamu ini benar-benar ya! Bisa-bisanya kamu pergi meninggalkan istrimu. Padahal semalam adalah malam pertama kalian," ucap Nyonya Rahayu kembali menasihati anaknya. Ia mulai geram dengan sikap Radit yang menurutnya sudah keterlaluan itu. Padahal sebelumnya Radit terlihat biasa dan baik-baik saja, seolah menerima perjodohan ini dan bersedia meninggalkan kekasihnya.

"Aku muak. Dia bukan istriku. Sampai kapanpun, aku tidak akan menganggap wanita itu sebagai istri!" tegas Radit sambil menatap tajam dan menunjuk ke arah Alea yang mulai ketakutan mendengar sentakannya.

"RADITYA!!!"

"Sudah, Mah. Aku capek!" Tanpa memperdulikan ibunya, Radit pun melangkahkan kakinya meninggalkan ruang keluarga menuju kamarnya.

"Ckkk... Dasar anak itu. Benar-benar susah sekali dinasehati," ucap Nyonya Rahayu sambil mengelus dadanya sendiri.

Sementara itu, Alea hanya menunduk menyembunyikan raut sendunya. Hatinya benar-benar sakit. Radit benar-benar sangat membencinya. Andaikan Nyonya Rahayu dan Tuan Damian tidak memohon padanya untuk sedikit bersabar menghadapi Raditya, mungkin saat ini juga ia memilih untuk mengakhiri pernikahan ini sebelum semuanya terlambat.

'Mas Radit sudah menunjukkan sikap tidak sukanya. Padahal semalam dia meminta agar aku menutupi ini semua dan bersandiwara di depan orang tuanya. Tapi nyatanya... Apa sebenci itu kah dia padaku? Ya Tuhan... Aku harus gimana?'

Alea bertanya-tanya dalam hati. Tangannya memelintir ujung bajunya, sementara wajahnya masih ia tundukkan. Wanita itu tidak sadar jika Nyonya Rahayu kini tengah memperhatikannya.

"Alea...?"

"Eh, i–iya, Mah." Alea mendongak. Ia tidak bisa menyembunyikan raut sedihnya. Apalagi saat ini netranya sudah mengembun. Kata-kata terakhir Raditya yang menegaskan bahwa pria itu tidak akan pernah menganggapnya sebagai seorang istri, membuat hatinya benar-benar tercabik-cabik.

Alea berpikir lebih baik tidak punya pasangan daripada menikah namun hanya membawa luka. Dan Alea tidak sepenuhnya menyalahkan Raditya. Ia tahu jika suaminya juga berada dalam keadaan dilema. Pria itu harus menikahi wanita yang tidak dicintainya sementara ia sudah memiliki seorang kekasih.

"Maafkan Radit ya, Nak. Jangan kamu ambil hati. Dia hanya sedang mabuk," ucap Nyonya Rahayu mencoba menghibur hati menantunya.

"Iya, Mah. Aku gak apa-apa." Alea tersenyum, menyembunyikan wajah sedihnya.

"Kalau begitu, kamu tunggu dulu ya. Mama buatkan minuman untuk Radit dulu."

"Biar aku saja, Mah," ucap Alea yang merasa tidak enak hati pada ibu mertuanya. Wanita itu benar-benar sangat baik. Alea sudah dianggap anak sendiri olehnya. Kasih sayang dan perhatian dari Nyonya Rahayu maupun Tuan Damian membuatnya tidak bisa menolak keinginan mereka yang memohon agar ia tetap bertahan untuk menjadi bagian dari keluarga besar Abimana.

"Kamu duduk saja, Sayang. Nanti tugasmu bawakan saja minuman yang Mama buat untuk Radit."

Alea melongo. Baru saja dihina oleh suaminya dan sekarang ia harus menghampiri Radit di dalam kamar. Tentu saja Alea masih takut dan khawatir jika akan mendapatkan pengusiran dan kata-kata kasar yang tunjukan padanya lagi.

"Tapi, Ma, a–aku..."

"Sudah, jangan khawatir. Cuma bawakan minuman aja kok. Suamimu pasti haus. Barangkali setelah minum minuman segar, moodnya bisa membaik."

Alea pun akhirnya mengangguk pasrah. Meskipun ragu, namun ia tidak bisa membantah perintah ibu mertuanya.

Tidak butuh waktu lama, segelas jus jeruk segar pun tersaji di atas nampan. Nyonya Rahayu meminta Alea untuk membawa minuman tersebut pada Radit yang kini telah masuk ke dalam kamar.

Tok... Tok... Tok.

Alea dengan pelan mengetuk pintu kamar. Hatinya benar-benar gelisah. Tatapan tajam dan wajah menyeramkan Radit tadi membuatnya ragu untuk menemuinya.

Tidak ada sahutan dari dalam kamar. Alea pun memberanikan diri untuk membuka pintu yang memang tidak dikunci itu. Ia pikir ini juga adalah kamarnya. Dia bisa beralasan untuk mengambil pakaian atau barangnya yang tertinggal jika Radit nanti marah padanya.

Ceklekk.

"Permisi, Mas..." Dengan suara pelan dan lembut, Alea memanggil suaminya. Ia berjalan perlahan masuk ke dalam kamar. Jantungnya berdegup kencang ketika melihat seseorang yang dicarinya itu duduk dengan kaki yang di selonjorkan di sofa. Sebelah tangan pria itu memijat kening. Andaikan Radit bisa sedikit lembut padanya, Alea tentu dengan senang hati mau memijatnya saat ini.

"Mas... Ini aku bawakan minuman segar. Ini buatan Mama, katanya Mas paling suka min–"

"Taruh saja di situ," ucap Radit memotong ucapan istrinya. Mata pria itu masih terpejam dengan sebelah tangan yang terus memijat kening.

Alea menaruh meminum tersebut di atas meja sambil terus memperhatikan suaminya. Ada rasa iba meskipun Radit kerap kali bersikap kasar padanya.

'Ini semua pasti sangat berat untuk Mas Radit,' batin Alea sambil terus menatapnya dengan dalam.

"Ngapain kamu menatapku seperti itu?"

Alea tersentak. Ternyata Radit tahu jika ia tengah memperhatikannya.

"Eh, eng–enggak kok, Mas. Kalau begitu aku pergi dulu. Ehm... Apa mas butuh sesuatu?" tanya Alea salah tingkah sekaligus ketakutan mendapatkan tatapan elang dari suaminya itu.

Radit tidak menjawab. Ia meraih gelas berisi jus jeruk yang memang sangat ia sukai itu. Kebetulan sekali tenggorokannya terasa panas dan kering saat ini. Dengan sekali tegukan, Radit menegak minuman tersebut hingga tandas.

Alea sangat gugup dan tidak tahu harus ngapain? Radit hanya diam setelahnya. Bahkan saat ia meminta ijin untuk keluar kamar pun, pria itu hanya diam tanpa ekspresi.

Wanita itu masih berdiri sambil menundukkan kepalanya. Sesekali ia melirik Radit yang duduk bersandar pada sofa sambil memejamkan mata. Alea berpikir ia akan keluar setelah pria itu benar-benar tertidur.

Namun hal yang tidak terduga terjadi. Alea berpikir setelah lima belas menit ia berdiri, Radit sudah tertidur. Tapi ternyata, saat ia hendak melangkahkan kakinya, suara bariton itu terdengar dan mengejutkannya.

Alea kaget bukan karena bentakan dari suaminya, namun suara dan tatapan lembut saat pria itu perlahan membuka matanya.

"Honey, kemari lah!"

**

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status