Namun..., rentetan kata kakek berambut riapriapan itu segera lenyap tertelan suara gemuruh angin yang terus bertiup di Padang Angin Neraka. Tak ada orang lain yang muncul. Justru dari belakang Setan Selaksa Wajah tampak putaran angin puling beliung!
Wesss!
"Akkhhh...!"
Memekik parau Setan Selaksa Wajah. Kepalanya yang menyembul ke permukaan tanah terasa amat pening luar biasa, bagai terhantam palu godam. Putaran angin puting beliung yang menimpa, memelintir lehernya. Andai kakek itu tidak mempunyai kekuatan tenaga dalam tingkat tinggi, dapat dipastikan bila lehernya akan putus, dan kepalanya akan terbawa putaran angin puting beliung!
"Setan alas kau, Banyak Langkirrr...!" teriak Setan Selaksa Wajah, keras menggelegar. Kakek itu berusaha menahan rasa sakit yang mendera kepala dan sekujur tubuhnya. Dia melampiaskan kekesalan dan hawa amarahnya dengan berteriak mengumpat-umpat. Sumpah serapah dan katakata kotor segera tertumpah dari mulutnya.
Namun, s
Sinar itu datang dari depan mereka. Karuan saja Raja Tumbal segera sentakkan tangan kirinya, dan melesetlah sinar kuning menghantam sinar merah yang mengarah kepadanya.Duaaar...!Demikian pula Karto Serong dan Gali Sampluk, melepaskan sinar kuning yang sama dengan sinarnya Raja Tumbal, sehingga meledaklah bentur masing-masing sinar dengan gelombang hentakan yang tak seberapa kuat, seperti tadi juga.Dueerr...! Duaarr...!"Bangsat! Aku dibuat mainan! Tak bisa kugunakan seruling ini karena tak kulihat seperti apa wujud orangnya!" geram Raja Tumbal dengan menahan murka.Claapp...! Drrubb...!"Aaahg...!" Karto Serong tiba-tiba mendelik dengan tubuh mengejang. Landak Boreh yang melihat persis datangnya sinar merah seperti tongkat kecil yang menghantam tubuh Karto Serong dari belakang.Tubuh itu menjadi hitam keling seketika. Pakaiannya hangus dan menjadi abu. Rambutnya keriting memendek, akhirnya menggunduli kepalanya. Karto Serong pun tu
"Landak Boreh, geledah semak-semak disekitar itu, cepat!" perintah Raja Tumbal.Perintah seperti itu tak pernah terlontar dua kali, karena, Landak Boreh yang kakinya gudikan itu segera melesat berkeliling tempat itu menerabaa tiap semak, mengibaskan goloknya membabat ilalang dan semak. Hal itu dilakukan cukup lama sehingga Karto Serong tak sabar, dan bertanya dalam seruan, "Bagaimana?! Ada tanda-tandanya apa tidak?!""Belum semua ku cari!" seru Landak Boreh sambil membawa tiap semak."Kau mencari musuh atau ngarit rumput buat makanan ternak?!" bentak Raja Tumbal kemudian.Teguran itu membuat Landak Boreh mempercepat pencariannya, sementara Raja Tumbal dan kedua pengawalnya belum berani teruskan langkah demi menjaga keselamatan."Tidak ada siapa-siapa, Ketua!" Landak Boreh memberi laporan setelah memeriksa sekeliling mereka."Kau yakin tidak ada siapa-siapa disini?!""Tidak ada ketua!"Plookk...!Landak Boreh ditabok mulu
"Memang. Tapi sepertinya aku tak bisa lakukan secepat ini!" Baraka pun segera hentikan langkah ketika melihat wajah Rindu Malam mulai kecewa."Ada pekerjaan yang harus kuselesaikan dulu demi selamatnya orang banyak.""Pekerjaan apa itu?""Melawan Raja Tumbal!""Oh...?!" Rindu Malam terkejut, begitu pula Kusuma Sumi dan Pita Biru yang ikut berhenti tak jauh dari Rindu Malam. Wajah ketiga utusan Samudera Kencana itu jadi tegang."Kusarankan, jangan bikin perkara dengan Raja Tumbal! Ia mempunyai pusaka yang bernama Seruling Malaikat," kata Kusuma Sumi kepada Pendekar Kera Sakti.Rindu Malam menimpali, "Kami lihat sendiri kehebatan dan keganasan Seruling Malaikat itu! Kuduga, pusaka itu tiada tandingannya.""Tidak ada yang terbaik dan terkuat di dunia. Tentu saja ada kelemahan dan kekurangannya. Hanya mungkin kita belum temukan kelemahan dan kekurangan dari Seruling Malaikat," kata Baraka. "Karenanya, sebenarnya aku sedang dalam perjalana
"Aku bukan Pendekar Kera Sakti tahu?!"Rindu Malam menyahut, "Ya, kau salah duga! Dia adalah Dewa Rayu, bukan Pendekar Kera Sakti. Kalau Pendekar Kera Sakti lebih tampan lagi dan lebih sakti dari pemuda ini!"Dewa Rayu menoleh cepat kearah Rindu Malam. Ia tersinggung dengan ucapan Rindu Malam. Tapi tampaknya Rindu Malam yang terlanjur muak dengan kelakuan Dewa Rayu terhadap Kusuma Sumi tadi, segera berkata semakin menyindir lagi."Ketahuilah orang dungu...! Pendekar Kera Sakti tidak seperti orang ini!"Rindu Malam menuding Dewa Rayu. Seandainya dia Pendekar Kera Sakti, sebelum kau menarik tali busurmu, kau sudah menjadi abu karena Jurus-jurus mautnya! Aku marah besar kalau pemuda Ini kau samakan dengan Pendekar Kera Sakti, karena ketampanannya, kesaktiannya, semuanya tak ada sekuku hitam dibandingkan apa yang ada pada Pendekar Kera Sakti. Paham?!"Orang itu mengangguk takut, tapi Dewa Rayu berkata, "Aku yang tak paham!"Rindu Malam hanya ber
"Jangan, ah...!" suara Kusuma Sumi merengek manja. "Jangan...!""Jadi apa yang dilakukan Dewa Rayu itu?" Bayangan Baraka yang bukan-bukan, tapi sebenarnya Dewa Rayu membujuk Kusuma Sumi agar melepaskan pedang dipunggungnya. Kusuma Sumi tak mau pedangnya dilepas.Tiba-tiba terdengar suara memanggil dari tempat yang jauh, "Kusuma Sumi!""Ooh...?!" pekik tertahan Kusuma Sumi adalah pekik kekagetan yang bisa dibayangkan Baraka diiringi gerakan-gerakan menggeragap. Buktinya suara dibalik pohon itu terdengar gaduh, seperti orang tergesa-gesa.Bahkan Dewa Rayu terdengar berbisik keras, "Taliku tadi mana? Tali akar ku tadi mana?!""Mana aku tahu! Kau sendiri yang melepasnya!" suara Kusuma Sumi terdengar panik dan terburu-buru. Bahkan ketika Kusuma Sumi menyambar kain pengikat pinggangnya yang menutupi wajah Pendekar Kera Sakti ia tak sempat melihat bahwa disitu ada seraut wajah tampan. Kain itu disambar dengan cepat. Rambut Baraka terjambak sebagian. Tapi
"Siapa yang membunuhnya? keluar!"Tiba-tiba sebuah suara terdengar menjawab dengan keras. "Akuuuu...!"Lalu muncul seraut wajah berambut cepak seperti potongan lelaki, mengenakan pakaian warna hijau muda, ditaburi bintik-bintik kuning emas. Cantik montok, tapi sayang dia buta huruf. Wanita itu tak lain adalah Kusuma Sumi.Bagi Dewa Rayu wajah itu tak asing lagi, tapi bagi Baraka yang belum pernah melihat Kusuma Sumi, wajah itu bikin mulutnya berdecak pelan, matanya tak berkedip. "Cantiknya...! Hem, hem...?! Ia geleng-geleng kepala. "Untung aku sudah punya Hyun Jelita, seandainya belum..."Baraka sedikit bergeser agar pandangan matanya terhadap Kusuma Sumi yang bertubuh menggairahkan itu tidak terhalang daun-daun semak. Dalam hatinya Baraka bertanya lagi, "Siapa perempuan cantik itu? Mengapa dadanya sebesar itu? Apakah didadanya itu terdapat senjata rahasia yang amat berat?"Kemarahan Dewa Rayu lenyap seketika setelah tahu orang yang menolongnya ada
"Kalau begitu kau harus menebus kematian guruku!""Akan ku tebus!" jawab Dewa Rayu seenaknya saja seakan tak merasa gentar sedikitpun terhadap lawannya yang lebih besar darinya itu."Serang aku kalau kau memang mau menebus kematian guruku. Jangan hanya menghindar dan menangkis, melonjak sana, meloncat sini, mirip kutu loncat!""Apakah kau sudah siap mati, sehingga kau paksa aku menyerangmu?" ucap Dewa Rayu dengan angkuhnya."Lebih baik aku yang mati ditangan mu menyusul kematian adikku Lima tahun yang lalu itu, daripada aku tak bisa membunuhmu, Dewa Rayu!""Oh, baik kalau begitu! Akan ku akhiri riwayat hidupmu dengan pedangku, seperti aku mengakhiri riwayat hidup adikmu beberapa tahun yang lalu! Bersiap ambil napas panjang supaya hembusannya mempercepat lepasnya nyawamu, Bale Kembang!"Baraka masih dipersembunyiannya. Salah satu kebiasaan Baraka adalah menyaksikan pertarungan secara diam-diam dan mempelajari jurus-jurus mereka yang perlu dic
"Ki Palaran!" gumam Baraka dengan heran. Tokoh tersebut bagaikan hantu hitam. Sikapnya bermusuhan pada Baraka, padahal dulu bersahabat baik ketika Baraka berhasil sembuhkan murid Ki Palaran dari 'Racun Murka'. Ki Palaran adalah guru Dungu Dipo yang agaknya sangat sayang kepada sang murid."Sekarang kau berhadapan denganku Baraka. Aku tak peduli murid siapa kau, tapi kulihat kau memihak Delima Gusti, putri Adipati itu!""Sabarlah, Ki Palaran! Jelaskan dulu persoalannya" bujuk Baraka dengan kalem."Dungu Dipo telah mati! Kutemukan pecahan raganya menyebar kesana-kesini. Dan kulihat perempuan itu melarikan diri dari persembunyiannya. Pasti dia menyerang muridku secara sembunyi!"Delima Gusti segera bangkit, suaranya masih lemas. "Bukan aku pembunuhnya, tapi Raja Tumbal yang melakukan kekejaman itu!""Benar Ki! Seruling Malaikat yang membuat muridmu mati menyedihkan!" tambah Baraka meyakinkan Ki Palaran.Toko tua itu diam terbungkam, menatap Del
"Tidak. Aku tidak melihat saat Raja Tumbal membunuh mereka. Mungkin juga mereka mampu meloloskan diri, mungkin pula sudah hancur sejak kemarin. Aku tak sempat ikuti pelarian dan pengejaran itu" jawab Delima Gusti sejelas-jelasnya.Jawaban itu yang membuat Baraka tertegun kembali, memandang kearah jauh, menerawang lamunannya tentang keganasan Raja Tumbal.Tiba-tiba sekelebat sinar merah melesat dari balik gugusan batu yang tingginya menyamai sebuah rumah. Sinar merah itu mirip bintang berekor dan bergerak cepat menuju ke punggung Delima Gusti. Melihat kelebatan sinar merah itu, Delima Gusti segera ditarik Baraka secepatnya. Tarikan itu membuat Delima Gusti bagaikan jatuh dalam pelukan Pendekar Kera Sakti.Kemudian gerak cepat Baraka membuat Suling Naga Krishnanya menghadang di depan punggung Delima Gusti. Sinar merah itu akhirnya menghantam suling mustika.Daaab...!Suling Mustika itu bagaikan karet membai, memantulkan sinar merah yang semula sebesa