LOGIN“Bagaimana bisa?”
“Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Ini gila! Apa yang terjadi?!”
Beragam komentar bermunculan diantara penonton yang masih terperangkap dalam rasa kagetnya.
Sementara itu, Baraka dengan tenang terus berjalan kearah Kazikage, seakan-akan tidak terjadi apa-apa dalam beberapa waktu yang lalu.
“Kau bilang. Kecepatan adalah seni tertinggi dalam ilmu beladiri. Huh! Pengetahuanmu terlalu dangkal. Di atas langit masih ada langit, diatas kecepatan masih ada yang lebih tinggi, yaitu insting dalam pertarungan” jelas Baraka hingga membuat wajah Kazikage berubah.
“Insting dalam pertarungan...” Kazikage sampai harus mengulangi apa yang baru saja Baraka ucapkan.
“Lebih baik kau menyerah, kau tidak akan menang” ucap Baraka dengan sinis.
Kazikage menggeram penuh kemarahan, harga dirinya benar-benar telah dipermalukan oleh seorang pemuda yang menurutnya tadi, sangat mudah untuk dikalahkan. Kazikage bangkit kembali berdiri dengan wajah beringasnya.
“Sudah kubilang, hari ini. Kalau tidak kau yang mati, aku yang akan mati!” bentak Kazikage dengan hatinya yang keras.
Baraka hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kekeras-kepalaan lawannya. Kazikage sendiri terlihat kembali menghimpun kekuatannya.
Zlaap...!
Kedua mata Kazikage tiba-tiba saja membesar, saat melihat lawannya tiba-tiba saja menghilang, belum lagi hilang rasa terkejutnya, Kazikage kembali dikejutkan karena tiba-tiba saja sosok lawannya sudah berdiri tepat didepannya.
Cepat sekali!
PLAK!
Satu tamparan keras kembali menghempaskan sosok Kazikage.
Zlaap...!
Kembali sosok Baraka menghilang dalam pandangan setiap orang.
PLAK!
Sosok Kazikage yang masih terhempas terbang, kembali menerima tamparan keras oleh Baraka dengan punggung tangannya, hingga kembali menghempaskan sosok Kazikage.
Zlaap...!
PLAK!
Begitu seterusnya yang terjadi, sosok Kazikage terus dihempas terbang oleh tamparan Baraka. Kemanapun sosok Kazikage terhempas, kesana sosok Baraka menantinya. Sosok Kazikage seperti balon yang tengah dipermainkan oleh seorang anak-anak yang terus dihempaskan kesana kemari.
Zlaap...!
PLAK!
Bahkan sebelum tubuh Kazikage menyentuh tanah. Dirinya sudah kembali dihempaskan terbang.
“HENTIKAN!” tiba-tiba saja Kazikage berteriak dengan keras seraya mengangkat tangannya keatas, sebagai tanda dirinya menyerah. Baraka yang ada dihadapannya dengan tangan terangkat pula, sudah siap untuk menghempaskan kembali sosok Kazikage dengan tamparannya. Tapi melihat Kazikage menyerah, Baraka menghentikan tindakannya.
Sosok Kazikage benar-benar menyedihkan. Tersuruk dibawah telapak kaki Baraka dengan wajah yang sudah bengkak seperti ikan buntal. Sungguh mengenaskan sekali nasib Tuan Muda dari Kekaisaran Matahari tersebut.
“Kenapa?! Bukankah tadi kau bilang ingin mati! Apa sekarang kau menyerah! Sungguh memalukan” kata-kata Baraka membuat semua orang yang ada ditempat itu gempar.
Sombong!
Arogan!
Mendominasi!
Sungguh luar biasa! Mungkin itu kata-kata yang pantas disematkan untuk Baraka saat ini. Bahkan dalam pandangan Malagha. Sosok Baraka benar-benar sangat gagah dengan kharisma seorang Tuan Muda.
Tak dapat dibayangkan bagaimana perasaan Kazikage saat ini. Rasa benci dan malu bercampur menjadi satu dan hal ini bisa menimbulkan rasa nekat di diri seseorang. Inilah yang melandasi pemikiran Kazikage, melihat sosok lawannya begitu dekat dengannya, niat membunuh Kazikage menyeruak, tidak peduli bagaimana tanggapan orang-orang dengan tindakan pengecut yang dilakukannya. Saat ini dendam membara telah menyeruak didalam hatinya.
Sayang, Kazikage tidak mengetahui kalau hasrat membunuhnya yang besar telah dirasakan oleh Baraka. Maka ; “Mati kau! Khaa...!”
PLAK!
Belum lagi Kazikage menyelesaikan ucapannya untuk menyergap lawannya dalam jarak dekat. Tiba-tiba saja satu tamparan keras kembali membuat tubuhnya terbang. Kali ini hempasan tubuhnya sangat jauh hingga mencapai tempat dimana rombongannya berada. Bahkan beberapa orang pengikutnya yang mencoba menahan hempasan tubuhnya sampai ikut terhempas jatuh.
Selanjutnya sosok Kazikage terlihat terkapar tak sadarkan diri, wajahnya benar-benar bengkak lebih besar dari ikan buntal. Dari mata, hidung, telinga dan mulut. Semuanya mengeluarkan darah.
Seorang laki-laki berperawakan gagah yang memang sejak awal berada di rombongan Kazikage, dengan serta merta mendekati sosok Tuan Muda Kazikage, wajahnya yang semula memancarkan aura yang sangat luar biasa, kini terlihat panik melihat keadaan Tuan Muda Kazikage. Dia adalah orang kepercayaan Tuan Muda Kazikage yang dipercaya oleh Kekaisaran Matahari. Namanya Tn. Kinshiki.
Lelaki ini terlihat segera memeriksa keadaan Tuan Muda Kazikage dan terlihat dia menarik nafas lega saat merasakan Tuan Muda Kazikage masih hidup. Bila sampai Tuan Muda Kazikage sampai tewas dalam pertarungan, maka nyawanyapun akan ikut melayang sebagai bentuk pertanggung jawabannya kepada Kekaisaran Matahari.
Hal ini yang tadi sempat membuatnya panik. Setelahnya, Tn. Kinshiki memerintahkan orang-orangnya untuk segera membawa sosok Tuan Muda Kazikage untuk segera pergi meninggalkan tempat itu. Tuan Muda Kazikage harus segera mendapatkan perawatan, jika tidak. Keadaannyapun akan sangat berbahaya. Tapi baru beberapa langkah mereka mau beranjak pergi.
“Siapa bilang, kalian bisa pergi seenaknya dari tempat ini!” sebuah suara terdengar menggema ditempat itu.
Semua perhatian langsung beralih kearah asal suara, termasuk Tn. Kinshiki dan rombongannya. Ternyata suara itu berasal dari sosok, Baraka.
Tn. Kinshiki sendiri kini menatap Baraka dengan tatapan penuh kebencian. Lalu dengan tenang dia membalikkan tubuhnya kearah Baraka.
“Apa maumu, anak muda? Bukankah sudah cukup kau mempermalukan Tuan Muda Kazikage. Kekaisaran Matahari pasti tidak akan tinggal diam dengan masalah ini” kata Tn. Kinshiki dengan dingin. Aura dahsyatnya merembes keluar dari tubuhnya, membuat semua orang yang ada ditempat itu bergidik.
Beberapa orang yang ikut bersamanya, tampak meraih katana yang ada dipinggang mereka. Bersiap menerima perintah, bila Tn. Kinshiki memerintahkan mereka untuk membunuh Baraka.
“Kau kira aku perduli. Kekaisaran Matahari tidak ada apa-apanya bagiku” kata Baraka dengan sombong.
Huff..!
Hampir saja semua orang ditempat itu memuntahkan darah dari mulut mereka melihat kearogansian Baraka. Bahkan Tn. Kinshiki sendiri mengerutkan kening dengan mata yang berkedut. Baru kali ini ada orang yang tidak takut mendengar nama Kekaisaran Matahari.
"Apa maunya sebenarnya? Hanya menguji ilmu, atau memang punya unsur dendam pribadi padaku? Tapi aku tak pernah jumpa dengannya dan tak pernah kenal nama Muria Wardani! Jangan-jangan ini sebuah kesalahpahaman?"Karto Dupak memilih tempat di luar batas desa. Di sana ada sebuah bukit yang pantas dikatakan sebagai gundukan tanah tinggi. Karena ketinggiannya dapat dicapai dengan sekitar tiga puluh langkah. Kelihatannya Karto Dupak bersungguhsungguh menghendaki pertarungan tersebut.Repotnya bagi Baraka, ia benar-benar tak bisa menghindari tantangan itu. Sebab Panurata dan beberapa orang lainnya berteriak-teriak mengumumkan pertarungan tersebut. Para penduduk desa keluar dari rumah mereka karena tertarik ingin saksikan pertarungan antara Karto Dupak dengan pendekar terkenal; Baraka"Hoi, hoi... mau nonton pertarungan apa tidak! Pendekar Kera Sakti mau bertarung melawan Karto Dupak!" seru Panurata. Yang lain ikut-ikutan berlari sambil berseru, "Saksikanlah! Banjirilah!
"Bukan.. Itu pemberian guruku yang lain. Dan itu jarang kupakai kalau aku tidak dicobai orang lebih dulu," jawab Baraka dengan tenang sambil memperhatikan perubahan air muka kedua kenalan barunya itu.Kadasiman tampak lebih tenang dari Panurata. Ia ajukan tanya lagi pada Baraka, "Kalau misalnya...!" tapi pertanyaan itu tidak jadi diteruskan. Mata Kadasiman melebar manakala ia melihat ada cairan merah mengalir lamban dari telinga Panurata."Panurata, kenapa telingamu berdarah...!"Panurata berlagak kaget. Memeriksa telinganya, dan ternyata memang berdarah. Panurata bingung menjawab, hanya senyum-senyum kikuk salah tingkah. Tapi ia segera berkata pula dengan wajah terperanjat, "Kadasiman, telingamu juga berdarah!"Kadasiman ikut salah tingkah dan beralasan, "Mungkin aku menderita panas dalam!"Baraka tersenyum lebar, langsung berkata pada pokok masalah sebenarnya."Kurasa kalian tak perlu mencobai diriku. Akibatnya akan buruk bagi kalian sendi
"Memangnya kepalaku ini tungku, kok mau dikepret! Aku cuma mau kenalan sama dia. Soalnya aku sering mendengar cerita kependekarannya dan aku sangat mengagumi tokoh muda itu!"Sebenarnya Baraka mendengar kasak-kusuk orang berbaju kuning itu, tapi Baraka diam saja dan berlagak tidak mendengarnya, ia memesan makanan kesukaannya, ayam geprek sambel setan."O, baiklah kalau begitu. Hmmm... apa Kisanak mau menikmati arak paling enak disini?""Kalau ada... boleh!" jawab Baraka bersemangat.Orang berbaju kuning tadi akhirnya benar-benar mendekati Baraka dan menyapa dengan keramahan dan kesopanan seorang pengagum."Maaf, apakah kau yang bernama Baraka, Pendekar Kera Sakti itu?""Benar," jawab Baraka dengan senyum tipis. "Kau siapa?""Aku pengagummu. Namaku; Panurata."Baraka menyambut uluran tangan si Panurata, mereka bersalaman. Panurata tampak senang sekali menerima sikap ramah Baraka, karena semula ia menyangka Baraka orang yang somb
Zuuubbb...!Sesuatu berkelebat ke arah Raja Kera Putih, membuat ucapan Raja Kera Putih terhenti. Benda yang bergerak cepat dari arah belakangnya itu segera dihindari dengan gerakan kepala membungkuk ke depan sambil berseru, "Awas...!"Dengan membungkuknya Raja Kera Putih, benda yang meluncur cepat itu menjadi mengarah ke dada Pendekar Kera Sakti. Raja Kera Putih bagaikan menyerahkan urusan itu kepada sang murid, sehingga dengan gerak tangkasnya Baraka segera memiringkan badan dan mengelebatkan tangannya ke depan.Teeb...!Sesuatu yang bergerak itu kini terjepit di antara dua jari tangan Baraka. Dengan wajah tegang Baraka memandangi benda tersebut yang ternyata sebatang paku berwarna hitam baja. Panjang paku itu seukuran sekelingking orang dewasa. Ujungnya runcing dan memancarkan sinar hijau kecil mirip kunang-kunang."Baraka, kejar orang yang menyerang kita dari kerimbunan seberang sungai itu! Dia adalah lawan utamamu!""Maksud Guru... dia a
"Mengapa justru pancaran dendam yang kulihat memancar dari dalam batinmu! Mengapa begitu, Baraka!""Tiba-tiba aku terbayang wajah musuhku, Guru!""Rawana Baka, maksudmu?""Benar, Guru. Rawana Baka alias Siluman Selaksa Nyawa membayang terus dalam ingatanku, sehingga batinku memancarkan dendam dan kejengkelan. Aku gemas sekali dan ingin buru-buru mencarinya lagi, Guru!" Raja Kera Putih menarik napas, mencoba memaklumi perasaan muridnya yang sudah lama mengejar-ngejar Siluman Selaksa Nyawa, sang tokoh aliran hitam yang sering dijuluki manusia paling sesat itu.Raja Kera Putih pun berkata kepada muridnya dengan memunggungi sang murid. "Itu memang tugasmu; menghancurkan kelaliman, meleburkan manusia sesat demi menyelamatkan umat manusia di bumi. Tetapi seharusnya kau bisa mengendalikan pikiranmu dan bisa menempatkan kapan saatnya kau berpikir tentang Siluman Selaksa Nyawa, kapan saatnya kau memusatkan pikiranmu dan pelajaran ini! Kelak jika jurus 'Awan Ki
CAHAYA langit senja berwarna tembaga. Seolah-olah atap bumi itu sedang dipanggang api raksasa yang menebarkan panas kemana-mana. Namun nyatanya warna merah tembaga di langit tidak membuat pemuda tampan berbadan kekar itu menjadi hangus. Padahal sudah sejak tadi ia berada di tempat terbuka, ia bertelanjang dada, duduk bersila di atas sebongkah batu datar warna hitam. Kedua tangannya menengadah ke kanan-kiri. Kedua tangan itu masing-masing menyangga dua bongkahan batu yang masing-masing ukurannya sebesar gentong. Otot-ototnya saling bertonjolan, membuat dadanya tampak keras bagaikan baja. Lengannya pun membengkak karena otot yang dikeraskan sejak tadi. Tapi tak setetes keringat pun yang keluar dari pori-pori kulit tubuhnya."Pengerasan otot dan pengerahan tenaga untuk jurus ini tidak boleh menggunakan kekuatan luar. Tetapi kekuatan batinmu yang harus bekerja untuk mengeluarkan tenaga sebesar gunung."Seorang lelaki tua berkata begitu kepada si pemuda tampan tersebut. Lel







