Beranda / Pendekar / Pendekar Pedang Gila / 8. Di Balik Rencana Gerilya

Share

8. Di Balik Rencana Gerilya

Penulis: DN KIYAN
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-14 14:41:09

Kabut tipis masih menggantung di lereng bukit. Dari balik batang pohon besar, Cao Yun berdiri tegak dengan mata yang bening, menatap ke bawah. Di jalur tanah yang memanjang, ribuan pasukan Xu Jian berbaris rapi.

Tombak mereka tegak, bendera hitam bergambar naga berkibar gagah. Derap langkah mereka bergemuruh seperti badai yang menggulung bumi.

Di samping Sang Jenderal, Wu Ling berjongkok dengan mata tajam, sedang Wu Lan hanya duduk selonjoran memainkan daun bambu yang terjepit di bibirnya.

Keduanya adalah perwira Serigala Hitam, prajurit pilihan yang selalu mendampingi Cao Yun. Keuda ksatria Serigala Hitam ini adalah sepasang saudara kembar.

Wu Ling sang kakak laki-laki memiliki mata yang tajam dengan wajah dingin penuh aura membunuh. Dia bersenjatakan sebuah pedang pendek setengah lengan.

Sedangkan Wu Lan adalah saudara perempuannya. Wajahnya cantik, pembawaannya super-cuek dan tak mau tahu. Dia hanya ingin terus berada di samping Cao Yun.

Begitu sang Jenderal dalam bahaya, maka si wanita akan menjelma serigala buas dan siap merobek siapa saja. Senjata andalannya cakar baja tiga ruas yang panjangnya sepanjang lengan.

“Jenderal,” bisik Wu Ling lirih, “jumlah mereka lumayan banyak. Dua ribu orang, tapi formasi mereka rapat. Apa kita akan langsung menyerang?”

Cao Yun tidak langsung menjawab. Ia tetap menatap bening ke arah barisan panjang prajurit musuh di lembah itu, sorot matanya tidak tampak berubah.

Ini salah satu kelebihan Jenderal Cao Yun sekaligus paling dibenci Wu Ling. Dia tidak pernah bjsa menebak apa yang ada dalam kepala atasannya.

Akhirnya ia membuka mulut, suaranya rendah namun mantap.

“Pasukan itu tidak bisa kita kalahkan.”

Wu Ling dan Wu Lan saling berpandangan, tapi raut wajah mereka tetap tenang, apapun kondisinya, Sang Jenderal akan selalu menemukan sebuah solusi.

Cao Yun menoleh sekilas dan hanya tersenyum tipis.

“Kita harus membuat celah sendiri.”

Wu Ling menelan ludah. “Lalu apa yang akan kita lakukan, Jenderal?”

Cao Yun menunduk sejenak, lalu berkata lirih,

“Kita tidak perlu menghabisi dua ribu orang. Kita hanya perlu satu kepala, Xu Jian!”

Sorot Mata Wu Ling mulai membesar, “Langsung menusuk ke jantung pasukan mereka?”

Cao Yun mengangguk cepat. Tatapannya kembali menembus kabut ke arah bendera naga yang berkibar.

“Bunuh panglimanya, sisanya aku tak peduli.”

Keheningan singkat menyelimuti puncak bukit. Hanya suara gemuruh pasukan Xu Jian di kejauhan yang terus menggaung, bagai ancaman yang mendekat dari hari ke hari.

*

Di sebuah hutan lebat di tepi lembah, Cao Yun berdiri tegak di hadapan para perwiranya.

Api unggun kecil berkelip, menerangi wajah para prajurit Serigala Hitam dan para perwira yang menatap penuh perhatian.

Cao Yun menggerakkan ujung pedangnya ke tanah, menggambar garis-garis sederhana.

“Pasukan Xu Jian terlalu besar untuk kita hadapi langsung. Maka pasukan kita pecah menjadi kelompok-kelompok kecil.”

Salah seorang perwira bersuara,

“Kelompok kecil? Apa kita akan melakukan perang gerilya, Jenderal.”

Cao Yun menatapnya sebentar, lalu tersenyum tipis.

“Kamu betul. Lakukan serangan cepat dan mendadak. Tapi jangan tinggal terlalu lama. Bila keadaan sudah bahaya, kalian langsung kabur."

"Aahh ...! Aku mengerti, Jenderal. Lalu saat mereka mengejar kita, pasukan lainnya sudah siap menyergap?" Si Perwira menebak dengan nada bersemangat.

Cao Yun masih tersenyum tipis, "Tidak, jika mereka mengejar, kalian akan terus berlari tapi jaga jarak agar mereka tetap memgejar kalian. Pancing mereka sejauh mungkin dari pasukan utama."

"Aaahh ...! Sekarang aku mengerti, Jenderal. Begitu mereka berbalik kita akan menyerang mereka dari belakang!" Si Perwira menebak dengan nada lebih bersemangat dari sebelumnya.

Mata Cao Yun yang bening, berbinar menatap Si Perwira, "Kamu salah lagi!"

Sontak semua orang di rapat itu tertawa, sementara Si Perwira sok tau itu bersemu merah wajahnya karena menahan malu.

"Kali ini kita tidak akan menyerang mereka," Wu Lan tiba-tiba nyeletuk seadanya.

“Benar,” jawab Cao Yun, suaranya terdengar mantap. “.Tugas kalian semua hanya memberi serangan kejutan, lalu lari. Tapi ingat pancing mereka sejauh mungkin dari pasukan utama.”

"Kalau kalian merasa mampu menghabisi pasukan pengejar silahkan. Tapi yang utama, kalian bertahan hidup."

"Mohon maaf Jenderal, aku masih tidak mengerti. Kali ini, apa tujuan Jenderal sebenarnya?" tanya salah seorang perwira.

Sorot mata Cao Yun berubah tajam.

"Pasukan Xu Jian jauh berbeda dengan pasukan sebelumnya. Xu Jian adalah Jenderal yang cerdas. Si pengkhianat Bao Jun sengaja mengirimnya untuk mengejar Pangeran Shen Liang."

"Xu Jian memang ahli berburu. Pasukannya tidak akan terpancing oleh trik murahan. Kalau kita nekat melawan mereka, itu tindakan bodoh. Dari awal kita kalah jumlah. Kita lima ratus, mereka dua ribu."

"Dari awal aku tidak berniat memenangkan pertarungan kali ini," Cao Yun tampak tersenyum licik.

"Aaah...! Aku mengerti sekarang," Si Perwira sok tau kembali membuka suaranya, "Anda hanya mengulur waktu. Iyakan, Jenderal? Agar Pangeran Shen bisa melarikan diri lebih jauh."

Cao Yun tersenyum lebar, "Kali ini kamu benar."

"Yes!" Si Perwira sok tau mengepalkan tangannya bersorak riang.

Tingkahnya itu membuat semua orang sontak tertawa.

"Kalau kalian sudah lari berpencarlah sesuai yang sudah aku atur. Pasukan Cao Yun resmi menjadi pasukan pemberotak. Kalian harus sembunyi dan bertahan hidup!"

"Kalian harus sabar menunggu! Akan tiba saatnya kita akan merebut kembali Istana Kencana Wungu bersama Pangeran Shen Liang!"

Para perwira terdiam, lalu satu per satu mengangguk dengan sorot mata membara. Meskipun tahu jalan dan nasib mereka di depan begitu gelap.

Sedangkan Wu Ling dan Wu Lan, tersenyum tipis. Para perwira lainnya tidak tahu kalau Sang Jenderal juga memiliki rencana lain saat itu.

Yakni kepala Xu Jian.

Kata-kata Jenderal Cao Yun yang tidak berniat memenangkan perang kali ini hanya separuh benar.

Seorang prajurit terburu-buru masuk ke dalam tenda langsung berlutut dengan sikap hormat.

"Lapor, Jenderal! Pasukan musuh sudah dekat!"

Cao Yun hanya balas tersenyum dengan mata bening dengan pandangan mata yang berbinar.

Kecuali si kembar Wu bersaudara, tidak akan ada yang menyangka kalau rencana itu sebenarnya punya tujuan untuk mengambil kepala jenderal di pihak musuh.

*****

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pendekar Pedang Gila   24. Sosok Qi Liar

    “Mei Lan! Seranganmu terlalu dangkal!” teriak Cao Yun sambil menahan gempuran pedang naga Shen Liang yang hampir merobek pundaknya. Suara benturan logam menggema keras, percikan cahaya Qi liar beterbangan ke udara. Formasi Bintang bukan hanya soal posisi. Itu tarian maut, di mana tiap langkah dan tiap tebasan harus seirama, setara, tanpa keraguan sedikit pun. Satu orang goyah, seluruh formasi bisa runtuh. Mei Lan menggertakkan giginya. Dadanya naik-turun, keringat bercampur darah menetes dari pelipis. Dirinya sadar jenderal Cao Yun benar. Belatinya terlalu ringan, terlalu hati-hati. Ada keraguan di tangannya setiap kali bilahnya hampir menusuk tubuh Shen Liang. “Maaf, Jenderal…” suaranya nyaris tak terdengar, tapi sorot matanya mulai mengeras. Cao Yun menekan pedangnya, lalu berteriak lantang: “Serigala! Serang!” Wu Ling dan Wu Lan langsung melesat bagai bayangan hitam. Wu Ling menusuk dengan pedang pendeknya beruntun, kilatan baja berdesir seperti hujan rintik. Wu Lan

  • Pendekar Pedang Gila   23. Ritual Penyegelan

    Mo Tian menatap tajam pedang pusaka berkepala naga itu. Jemarinya yang kurus tapi bertenaga menyentuh permukaan bilahnya, seakan mencoba membaca jejak waktu dari dingin logam tersebut.“Sejak kapan Pangeran memegang pedang ini?" “Murid tidak tahu pasti, Guru. Hamba hanya melihat pedang itu selalu ada di sisinya.”Mei Lan ikut menyambung, “Seingatku… sejak hari aku pertama kali menemuinya.""Saat itu istana sudah dilalap api kudeta. Pangeran Shen Liang lolos dengan luka-luka parah, tapi pedang ini tergenggam erat di tangannya. Sejak hari itu, pedang ini tak pernah lepas darinya.”Mo Tian mengangguk tipis, seolah-olah jawaban itu meneguhkan kecurigaannya. Matanya memicing menatap Shen Liang yang terbaring, lalu kembali pada bilah pusaka yang memantulkan cahaya temaram gua.“Qi Liar ini memang telah berakar dalam tubuhnya,” gumamnya pelan, “namun terasa baru". "Biasanya Qi yang berakar sudah bersemayam puluhan bahkan ratusan tahun dalam garis darah pemiliknya. Tapi kasus Pangeran ini b

  • Pendekar Pedang Gila   22. Qi Liar

    Wu Ling hanya terdiam, keringat dingin merembes di pelipisnya. Dalam hatinya ia bertanya-tanya: apakah sosok di depan mereka punya lebih dari satu wujud? Atau suara di luar tadi hanyalah dari kekuatan anehnya?Kalau ternyata itu memang kekuatannya, orang tua di hadapan mereka ini, tentu tak terukur kesaktiannya.Sosok tua berjubah putih itu membuka matanya perlahan. Sepasang mata yang jernih, setenang dan sedalam danau gunung, menatap mereka semua. Dalam tatapan itu, Wu bersaudara dan Mei Lan merasa seperti seluruh tubuh mereka bisa dibaca hingga ke tulang.Hening menekan. Hanya suara gemericik air terjun kecil yang mengisi udara.Cao Yun melangkah maju, lalu berlutut kembali dengan kedua tangan merapat di depan dada. Suaranya dalam, seperti penuh penyesalan.“Guru, murid menghaturkan beribu maaf karena telah berani melanggar perintahmu. Guru sudah melarangku menginjakkan kaki di gunung ini lagi … tapi keadaan memaksa. Murid merasa tak punya pilihan lain.”Orang tua berjubah putih i

  • Pendekar Pedang Gila   21. Roh Gunung Penyesalan

    "Justru karena di sini berbahaya, maka tempat ini paling aman untuk bersembunyi," jawab Cao Yun pada Wu Lan dengan pandangan berbinar."Lagipula, kaliankan Pasukan Serigala yang bergerak bagaikan kilat. Membunuh dengan cepat. Hantu mana yang berani menggangu kalian?""Tch," Wu Lan hanya mendengus singkat mendengar jawaban Jenderal Cao Yun.Tentu saja Wu Lan tak takut dengan manusia. Entah berapa liter darah yang pernah mampir di senjata cakar besinyaTapi kalau lawannya makhluk antah berantah, hantu, dedemit atau semacamnya, bahkan dirinya si ratu Serigala paling buas, tidak yakin kalau cakarnya bisa banyak berguna.Wu Ling dan Mei Lan hanya menahan tawa melihat kontradiksi seorang Perwira Pasukan Serigala Hitam bernama Wu Lan. Kejam, beringas, berdarah dingin tapi takut hantu.Pendakian panjang akhirnya membawa mereka tiba di puncak. Kabut yang tebal perlahan tersibak, menyingkap sebuah dataran luas.Di tengah puncak itu terbentang lapangan alami yang dikelilingi ngarai-ngarai raksas

  • Pendekar Pedang Gila   20. Berbelok ke Barat

    Seminggu kemudian. Kabut pagi masih menggantung di sekitar desa kecil itu. Embun terasa segar membasahi halaman bambu di belakang rumah Guo Shan. Wu Lan bergerak cepat, cakarnya berkelebat, menyambar ke arah Mei Lan. Tapi Serigala Kecil itu memiringkan tubuhnya lincah, kaki kirinya menjejak tanah dan tubuhnya berputar, menangkis serangan dengan kedua belatinya. Trang! Bunyi senjata beradu nyaring. Mei Lan terdorong dua langkah ke belakang, bahunya naik-turun menahan nafas, wajahnya pucat namun matanya bersinar penuh semangat. “Heheh …, belum pulih sepenuhnya, tapi gerakanmu lumayan cepat,” ujar Wu Lan, sudut bibirnya terangkat. Mei Lan mengusap keringat di pelipisnya dan menyeringai tipis. “Aku tidak bisa berlama-lama lemah. Kita masih dalam pengejaran.” Jenderal Cao Yun dan Wu Ling berkelebat muncul dari arah hutan Wu Lan dan Mei Lan serempak langsung menunduk hormat. “Jenderal!” Cao Yun berjalan mendekat, tatapannya menyapu singkat lalu berhenti pada wajah Mei Lan.

  • Pendekar Pedang Gila   19. Tanpa Rencana

    Shen… Liang…” suara Mei Lan yang lemah menembus kabut darah dan kegilaan. “Shen Liang…” Mei Lan melangkah terseok-seok dan perlahan, menembus lingkaran para pasukan Serigala Hitam menuju ke arah Shen Liang. Wu Lan tiba-tiba datang menghadang, di depan “Oi, Mei Lan! Kau mau bunuh diri, ya?!” Tapi Mei Lan nampak tidak peduli. Dia terus saja berjalan menuju ke arah Shen Liang. Wu Lan berniat memukul tengkuk Mei Lan untuk membuatnya pingsan. Tapi Jenderal Cao Yun tiba-tiba bersuara. "Biarkan dia!" Tanpa mereka sadari Sang Jenderal juga sudah muncul di arena pertarungan. Pandangan matanya berbinar dengan sorot mata yang bening saat melihat Mei Lan yang semakin mendekat ke arah Shen Liang. Jenderal Cao Yun seakan-akan menikmati sebuah pertunjukan. Wu bersaudara saling menatap. Para pasukan Serigala Hitam siaga penuh. Karena bila Si Pangeran Gila kembali mengamuk, mereka sudah siap menyerang dengan Formasi Bintang Sembilan. Juga, sebisa mungkin mereka harus berusaha menyelamatka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status