Share

35. Gusar

last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-19 01:01:06

Kekokohan kakinya yang selama dua tahun setengah selalu berkutat mengayuh dalam gelombang, membuatnya sanggup berlari seperti seekor rubah. Tak beberapa tarikan napas, Angon Luwak sudah sampai di atas bukit karang di mana Ki Kusumo berdiri. Anak muda tanggung itu hendak menyerahkan seikat bunga karang di tangannya, tapi Ki Kusumo malah menyuruhnya lebih mendekat.

"Aku ingin berbicara padamu tentang satu rahasia yang selama ini aku simpan diam-diam," Katanya datar. Ditepuknya bahu Angon Luwak.

"Rahasia?" Angon Luwak tak mengerti.

Dia memang tak akan mengerti sebelum Ki Kusumo mengungkapnya. Orang tua berperawakan yang masih tampak gagah itu berjalan mendekati bibir bukit karang. Sebentar dia menarik napas, seakan hendak mengangkat sesuatu dari dadanya. Matanya terlepas bebas ke arah samudera yang sedang resah.

Angon Luwak menunggu.

"Sebenarnya, penyakit Nyai Cemarawangi tak dapat disembuhkan...," Ungkap Ki Kusumo, nyaris tersamar deru angin laut.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Pendekar Sinting dari Laut Selatan   66. Part 22 (Cemeti Laut Selatan)

    Tahu-tahu timbul akal kancilnya. Diserahkan Cemeti Laut Selatan seperti tak punya masalah apa-apa. Setelah itu, dia ngeloyor pergi."Mau ke mana kau?!""Entahlah!""Minggat?!""Iya, minggat!"Wajah Dongdongka berubah pucat. Minggat? Ancaman paling menyeramkan bagi tua bangka itu."Bagaimana dengan panggang rusa kita?" Dicobanya merayu Angon Luwak."Silakan Kakek menghabiskan sendiri...."Dongdongka garuk-garuk kepala."Bag... bagaimana dengan pelajaran olah kanuraganmu, Cah sinting?""Aku tidak mau lagi!"Meringislah bibir peyot Dongdongka. Itu sebenarnya hal yang paling ditakuti Dongdongka. Buru-buru dikuntitnya langkah si pemuda tanggung. Di belakang pemuda itu, Dongdongka bertanya lagi. "Memangnya kenapa?""Karena aku mau berhenti!""Iya, tapi kenapa?""Entahlah....""O, kau ingin benda ini, kan?"Angon Luwak menghentikan langkahnya. Diam-diam dia tersenyum di depan Don

  • Pendekar Sinting dari Laut Selatan   65. Part 21 (Cemeti Laut Selatan)

    "Aku pernah mendengar namanya. Sebentar...."Prajurit tadi mengingat-ingat."O, iya! Mayangseruni."Tersentaklah Angon Luwak bagai disengat puluhan kalajengking."Perempuan sebaya saya, Kang?""Iya. Kok tahu?""Rambutnya diekor kuda?""Iya iya!""Wajahnya ayu, berbaju kuning, bercelana pangsi merah hati?!""Iyaaa! Eh, kau kenal dia, ya?""Kacaubalau!!""Kacaubalau?! Siapa yang kacaubalau?!""Dia itu kawanku, Kang!""Kawanmu?!""Kalau begitu, Kakang sekarang beri tahu saya di mana Laskar Lawa Merah berada sekarang!""Memangnya?""Aku akan ke sana. Mau menyelamatkan Mayangseruni!"Kening prajurit tadi berkerut. Alisnya bertaut."Kau jangan bergurau?!""Ah, Kakang Ini!""Ah, kau ini!""Sungguh Kang, aku tak bergurau!"-o0o-SENJA, menjelang malam. Angon Luwak mengendap-endap masuk gubuk. Rusa hasil buruannya dilet

  • Pendekar Sinting dari Laut Selatan   64. Part 20 (Cemeti Laut Selatan)

    Angon Luwak hari itu sedang berjalan di sekitar hutan perbatasan Pandan Kutowinangun. Gurunya, Dedengkot Sinting menyuruhnya untuk berburu rusa. Dia hendak makan enak, makan besar, begitu kata Dongdongka. Tak mau makan daging kelinci atau ayam hutan yang lebih mudah didapatkan. Dia cuma mau makan daging rusa panggang!Kakek tua itu seperti perempuan sedang ngidam saja! Ada seekor rusa gemuk sedang asyik makan semak. Angon Luwak tersenyum. Buruannya menanti. Dipersiapkannya anak panah. Cukup hanya dengan sekali bidik, akan didapatkannya rusa jantan gemuk itu. Akan dibawanya pulang ke gubuk, biar gurunya merasa senang, pikirnya.Agar tak meleset, Angon Luwak mengendap-endap lebih dekat. Sialnya, dia menginjak ranting kering.Krak! Rusa itu pun lari."Brengsek!" Rutuk Angon Luwak.Sekarang, dia harus mencari lagi buruan yang lain. Tak putus semangat, pemuda tanggung itu meneruskan perburuan. Rejeki memang tak kemana-mana kalau berjodoh. Rusa yang sebe

  • Pendekar Sinting dari Laut Selatan   63. Part 19 (Cemeti Laut Selatan)

    Orang tua aneh itu sedang duduk mencekung sendiri menghadap laut. Hampir setiap malam dia melakukan itu. Mungkin sedang merenungi perjalanan hidup yang telah demikian lelah.Angon Luwak menghampiri. Sebelum sampai, Dedengkot Sinting memperlihatkan sesuatu di tangannya. Tanpa berbalik, membiarkan punggung bungkuknya menghadap Angon Luwak."Kau dapat dari mana benda ini?" Tanyanya.Malam gelap. Cahaya bulan sabit samar-samar. Angon Luwak memperjelas pandangan. Sesuatu di tangan gurunya adalah benda yang pernah ditemukannya tanpa sengaja di Pulau Hantu. Benda berbentuk cemeti bertali keemasan. Gagangnya terdapat hiasan kepala naga berwarna emas."O, itu,..," Desah Angon Luwak sambil menguap lebar-lebar."Cepat jawab!""Aku menemukannya di Pulau Hantu!""Sudah kuduga....""Sudah itu saja, Kek? Aku masih ngantuk....""Belum! Duduk kau!"Dalam hati Angon Luwak mengeluh. Bidadari dalam mimpinya pasti sudah pergi jauh ent

  • Pendekar Sinting dari Laut Selatan   62. Part 18 (Cemeti Laut Selatan)

    "Aku tidak menyuruhmu memanjat seperti kunyuk kurang makan, Cah sinting!!" Teriak Dongdongka sengit."Tapi tadi Kakek menyuruhku memetik kelapa, bukan?""Iya, tapi tidak dengan cara seperti itu!"Angon Luwak menggaruk-garuk kepala.Bingung juga dia. Disuruh memetik buah kelapa, tapi dilarang memanjat. Jadi harus bagaimana. Memelototinya sampai buah kelapa berjatuhan sendiri? Ah, itu sih bukan 'sinting' pura-pura lagi. itu sinting benaran!"Jangan cuma garuk-garuk kepala seperti itu! Bangun!" Hardik Dongdongka.Angon Luwak bangkit. Tangannya menguruturut pantat yang masih terasa pegal berdenyut."Jadi caranya bagaimana, Kek?" Tanya Angon Luwak terdengar memelas. Dia meringis-ringis. Bukan karena pegal di sekitar pantatnya. Melainkan karena tak tahu cara yang dimaui gurunya."Pikirkan sendiri! Pokoknya, sore nanti aku harus sudah meminum air kelapa muda! Awas, kalau ketahuan kau masih berusaha memanjat!" Ancam si tua bangka.

  • Pendekar Sinting dari Laut Selatan   61. Part 17 (Cemeti Laut Selatan)

    Tak percuma Dongdongka mengangkatnya menjadi murid. Tak salah pula lelaki tua bertabiat sinting itu memilihnya. Bukan cuma punya bakat. Dia pun memiliki kecerdasan dalam menangkap seluruh pelajaran. Namun kunci utamanya adalah kekuatan hatinya. Dia tak pantang putus asa. Tak pernah berdamai dengan kata menyerah. Semangatnya adalah api yang tak padam meski disiram guyuran hujan. Kemauannya adalah lahar yang terus menggelegak. Dalam dirinya tertanam nilai-nilai luhur. Budi pekerti yang mengakar, kehalusan perasaan yang menghujam, kearifan yang dalam, keperkasaan yang menjulang.Angon Luwak memang calon seorang Pendekar sejati! Hari ini, dia diperintah untuk memperagakan seluruh jurus yang telah didapat. Dia bergerak cepat dan teratur. Terkadang melambat seperti jompo. Terkadang gemulai seperti penari. Di lain saat, jurus-jurusnya berubah menggebu. Pukulannya menderu. Tendangannya membabi buta, beruntun laksana gempuran petir.Setiap kali dia bergerak, terdengar suara cuk

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status