Home / Romansa / Pengantin Buruk Rupa yang Kembali / Bab 1 – Pengkhianatan yang Nyata

Share

Pengantin Buruk Rupa yang Kembali
Pengantin Buruk Rupa yang Kembali
Author: Intan SR

Bab 1 – Pengkhianatan yang Nyata

Author: Intan SR
last update Last Updated: 2025-03-10 16:30:30

Malam itu, Elara masih terjaga di kamarnya.

Setelah kejadian di meja makan dan di dapur, pikirannya dipenuhi dengan berbagai emosi. Lelah, marah, sedih, dan perasaan tidak berdaya bercampur menjadi satu.

Lalu, ketukan terdengar di pintu.

“Nyonya Elara.”

Elara menoleh. Seorang pelayan berdiri di ambang pintu dengan sikap ragu.

“Tuan Damian meminta Anda ke kamarnya sekarang.”

Jantung Elara berdegup lebih cepat.

Damian… memanggilnya?

Untuk apa?

Hingga saat ini, pria itu hampir tidak pernah mengundangnya ke kamar. Mereka tidur terpisah, dan Damian selalu bersikap dingin padanya.

Tapi sekarang?

Ada harapan kecil yang tumbuh dalam hatinya.

Mungkin… mungkin malam ini akan berbeda.

Mungkin akhirnya Damian akan melihatnya sebagai istrinya.

Dengan tangan gemetar, Elara memilih gaun malam yang lembut dan elegan. Ia menyisir rambutnya dengan rapi, mengenakan sedikit lipstik tipis agar wajahnya tidak terlihat pucat.

Ia ingin terlihat pantas di mata suaminya.

Ia ingin Damian melihatnya, bukan sebagai seseorang yang tidak berharga, tapi sebagai seorang istri.

Dengan hati berdebar, ia berjalan ke kamar Damian. Pelayan yang tadi hanya menundukkan kepala dalam diam.

Lalu, ia tiba di depan pintu itu.

Menarik napas dalam-dalam, ia mengangkat tangannya dan mengetuk sebelum perlahan membuka pintu.

Namun, saat pintu terbuka…

Dunia Elara seketika runtuh.

Di atas ranjang, Alicia berada di atas tubuh Damian. Gaun tidurnya sedikit terbuka, dan tubuhnya menempel erat pada pria itu.

Damian tampak terkejut. Matanya membelalak saat melihat Elara berdiri di ambang pintu.

Tapi sebelum ia sempat mengatakan apa pun, Alicia sudah lebih dulu bersuara.

“Oh?” Suara Alicia terdengar santai, bahkan ada sedikit nada mengejek. “Ada apa ke kamar Damian, Nyonya Elara?”

Elara membeku di tempat.

Lidahnya kelu.

Dadanya terasa sesak, dan jantungnya berdetak begitu kencang hingga hampir menyakitkan.

Tatapannya beralih dari Damian ke Alicia, lalu kembali ke pria itu.

Damian masih terdiam, ekspresi terkejutnya belum hilang. Tapi… dia tidak mengatakan apa pun.

Elara menelan ludah. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya.

Apa yang harus ia katakan?

Apa yang harus ia lakukan?

Alicia tersenyum kecil, seolah menikmati situasi ini. “Kalau tidak ada hal penting, aku rasa kau bisa kembali ke kamarmu, Nyonya Elara.”

Elara merasakan tubuhnya gemetar.

Kakinya terasa lemas.

Tapi ia menolak menunjukkan kelemahannya di depan Alicia.

Tanpa suara, ia melangkah mundur, menutup pintu dengan perlahan.

Lalu, ia berjalan pergi.

Tidak ada air mata yang jatuh. Tidak ada kata-kata yang terucap.

Tapi di dalam hatinya, sesuatu telah patah.

**

Pagi itu, Elara terbangun dengan perasaan berat. Tidur tidak membawa ketenangan baginya, hanya memperpanjang rasa sakit yang terus menumpuk di hatinya.

Saat ia berjalan keluar kamar dan turun ke ruang makan, suara ceria Alicia terdengar memenuhi ruangan.

"Aku ingin sarapan yang lebih enak dari biasanya," perintah Alicia kepada para pelayan. "Siapkan roti panggang yang renyah, telur setengah matang, dan jus jeruk segar. Oh, dan tambahkan sedikit madu di atasnya, aku suka yang manis."

Para pelayan tampak ragu-ragu, melirik satu sama lain. Mereka tahu bahwa meskipun Alicia sering bertindak seolah rumah ini miliknya, Elara tetaplah nyonya rumah yang sah.

Elara berhenti di ambang pintu ruang makan, matanya bertemu dengan Alicia yang kini tersenyum licik ke arahnya.

"Ah, kau sudah bangun, Elara," kata Alicia dengan nada santai. "Kenapa diam saja? Kau dengar kan, aku ingin sarapan. Sebagai nyonya rumah, sebaiknya kau sendiri yang memasaknya untukku."

Elara menegang. Matanya menatap tajam ke arah Alicia, lalu ia membuka mulutnya dengan suara datar.

"Memangnya aku pembantumu?"

Alicia mengedipkan mata seakan terkejut, lalu tersenyum lebih lebar. "Oh, jangan seperti itu. Aku hanya meminta bantuan kecil saja."

Sebelum Elara sempat menjawab, langkah kaki terdengar dari tangga. Damian turun dengan raut wajah lelah namun tetap memancarkan karisma seperti biasa.

Ia berjalan menuju meja makan tanpa menoleh ke arah Elara sedikit pun.

"Buatkan apa yang diinginkan Alicia," perintahnya santai sambil menuangkan kopi ke cangkirnya. "Dia sedang hamil anakku."

Dunia Elara seakan runtuh saat itu juga.

Jantungnya berdebar kencang, tangannya tiba-tiba dingin. Pandangannya beralih dari Damian ke Alicia, yang kini mengelus perutnya dengan ekspresi puas.

"Ya, Damian benar," ujar Alicia manja. "Aku sedang mengandung anaknya, jadi aku butuh perhatian lebih. Dan kau, Elara… sebaiknya mulai belajar menerima kenyataan ini."

Elara tidak bisa berkata-kata.

Ia ingin menyangkal. Ia ingin menuduh Alicia berbohong. Tapi melihat cara Damian mengatakannya dengan begitu tenang, tanpa sedikit pun rasa bersalah, membuatnya tahu bahwa ini nyata.

Damian telah mengkhianatinya.

Dan sekarang, perempuan itu… perempuan yang merebut segalanya darinya… sedang mengandung anak suaminya.

Elara berdiri diam di tempatnya, menatap Alicia yang dengan percaya diri mengumumkan kehamilannya. Ruangan terasa begitu sunyi, seolah semua mata menunggu reaksinya.

Alih-alih menunjukkan kesedihan, Elara justru tersenyum tipis. Ia melipat tangannya di depan dada, lalu menatap Alicia dengan sinis.

"Hamil?" Elara mengulangi dengan nada ringan. "Baguslah. Setidaknya kau bisa membuktikan bahwa kau lebih dari sekadar wanita simpanan."

Damian mengernyit, jelas terkejut dengan reaksi Elara yang sama sekali tidak ia duga. Sementara itu, wajah Alicia berubah seketika—tidak menyangka bahwa Elara akan menanggapinya seperti ini.

"Elara—" suara Damian terdengar sedikit tegang.

Tapi Elara melanjutkan, "Tapi jangan harap aku akan melayani wanita yang merebut suamiku. Jika ingin sesuatu, mintalah langsung pada Damian."

Tanpa menunggu reaksi lebih lanjut, Elara berbalik dan berjalan keluar dari dapur. Langkahnya ringan, tapi dadanya bergemuruh hebat.

Begitu tiba di ruang tamu, ia berhenti sejenak, matanya tertuju pada gantungan kunci di atas meja kecil dekat tangga. Tangannya terulur, menggenggam kunci mobilnya.

Saat itu, suara langkah kaki terdengar dari belakang.

"Elara, kau mau ke mana?!" Suara Damian menggema di ruangan, nadanya tajam dan penuh otoritas.

Tapi Elara tidak menjawab. Ia hanya meliriknya sekilas sebelum kembali melangkah keluar.

Damian tampak ingin mengejarnya, tapi Alicia segera menggenggam lengannya, membuat pria itu mengurungkan niatnya.

Sementara itu, Elara sudah masuk ke dalam mobilnya, menyalakan mesin dengan tangan yang sedikit gemetar.

Saat mobil mulai melaju keluar dari halaman rumah Everstone, suara Damian masih terdengar dari kejauhan.

"Elara!"

Di dalam mobil... Elara teringat dengan waktu itu..

Aula besar rumah kakeknya terasa hangat dengan cahaya lampu kristal yang berkilauan. Para tamu berpakaian formal, tertawa, dan bersulang dalam suasana perayaan ulang tahun.

Di salah satu sudut ruangan, seorang gadis berusia 17 tahun berdiri dengan anggun, memegang segelas jus jeruk di tangannya. Gaun putihnya membuatnya terlihat polos, tetapi matanya berbinar saat seorang pria muda mendekat.

"Elara, bukan?" Suara itu rendah, dalam, dan terdengar akrab meski ini pertama kalinya mereka bertemu.

Elara menoleh dan bertemu dengan tatapan Damian Everstone.

Ia mengangguk pelan. "Ya."

"Tidak menikmati pesta ulang tahun kakekmu?" tanyanya santai.

Elara menggeleng. "Terlalu ramai."

Damian terkekeh. "Aku juga. Aku lebih suka berbicara dengan seseorang daripada berpura-pura menikmati anggur mahal."

Malam itu, Damian membuat Elara jatuh cinta. Tatapan hangatnya, senyum kecilnya yang khas, dan caranya berbicara seolah hanya ada mereka di ruangan itu… semuanya tertanam dalam ingatan Elara.

Siapa sangka, bertahun-tahun kemudian, pria yang dulu begitu hangat kini menjadi seseorang yang dingin, jauh, dan lebih memilih wanita lain di sisinya.

---

Elara mengusap air matanya yang mengalir tanpa bisa ditahan. Tangannya menggenggam kemudi erat.

Saat itulah, dari arah depan, cahaya terang menyilaukan matanya.

"Apa itu?!"

Jantungnya berdegup kencang saat sebuah mobil melaju kencang ke arahnya dari arah berlawanan.

"Astaga!"

Elara membanting setir, tapi semuanya terjadi begitu cepat.

BRAK!

Dentuman keras memenuhi udara.

Tubuhnya terlempar ke depan, kepalanya membentur kemudi, dan semuanya menjadi gelap.

Suara api mulai terdengar, menjalar ke bagian depan mobil. Bau bensin yang menyengat memenuhi udara.

Kesadarannya mulai menipis.

"Apa ini akhir dari segalanya?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 2 - Pernikahan Seperti Neraka

    Satu tahun yang lalu…“Aku tidak sudi menikah dengan gadis itu! Dengan keluarga bangkrut itu!” suara Damian bergema di dalam ruang kerja keluarga Everstone. Rahangnya mengeras, sorot matanya penuh kemarahan.Duduk di seberangnya, wanita paruh baya dengan gaun elegan tetap tenang. Ibu Damian, sosok yang selalu berpikir logis dalam segala situasi, hanya menyesap tehnya tanpa terganggu oleh amarah putranya.“Lalu kau ingin bagaimana?” katanya dengan nada tenang namun tegas. “Keluarganya memiliki utang yang menumpuk, dan satu-satunya cara untuk menyelesaikan ini tanpa skandal adalah pernikahan. Lagi pula…” Dia menatap Damian dengan penuh perhitungan. “Gadis itu katanya memiliki peruntungan bagus setelah menikah. Jadi sebaiknya kita menerima perjodohan ini.”Damian menghela napas kasar. Peruntungan bagus? Omong kosong apa itu?Ia membuang pandangannya ke luar jendela sebelum akhirnya menoleh ke arah pintu ruangannya. Dulu, dia pernah menyukainya. Seorang gadis muda yang dulu hidup dengan

    Last Updated : 2025-03-10
  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 3: Lelaki Misterius

    Saat ini...Elara membuka matanya perlahan, kelopak matanya terasa berat seolah dunia baru saja kembali padanya setelah lama tenggelam dalam kegelapan. Cahaya putih dari lampu rumah sakit menusuk pandangannya, membuatnya mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan diri. Ruangan itu sunyi, hanya terdengar suara alat medis yang berdenting pelan di sekitarnya.Seorang perawat berdiri di sisi ranjangnya, tampak terkejut begitu melihatnya sadar. Tanpa banyak bicara, perawat itu segera berbalik dan keluar dari ruangan, kemungkinan untuk memberi tahu dokter.Tak lama kemudian, seorang dokter masuk, wajahnya tenang tapi profesional, dengan clipboard di tangannya. Ia memeriksa Elara, memastikan kondisinya stabil sebelum akhirnya berbicara.“Kondisi Anda sudah cukup stabil sekarang,” katanya lembut, menatapnya dengan tatapan menenangkan.Elara menelan ludah, suaranya terasa serak ketika ia akhirnya bertanya, “Maaf… apa yang sebenarnya terjadi pada saya?”Dokter itu meletakkan clipboard-nya dan

    Last Updated : 2025-03-10
  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 4 - Tidak Berharga

    Adrian tetap berdiri tegap di depan ranjang Elara, ekspresinya tenang, seolah tak terganggu oleh keterkejutan wanita itu.Tentu saja Elara tidak mengenalinya. Bertahun-tahun yang lalu, ketika dia berusia tujuh belas tahun, pada sebuah pesta megah yang diadakan kakeknya, perhatian Elara hanya tertuju pada satu orang—Damian. Saat itu, dia jatuh cinta pada pandangan pertama, begitu terpesona hingga tak menyadari kehadiran siapa pun di sekitarnya, termasuk Adrian.Adrian mengingat semuanya. Betapa gadis itu tampak bersinar dalam gaun putihnya, betapa matanya berbinar saat menatap Damian. Tidak ada celah bagi Adrian untuk masuk ke dalam dunianya.Namun kini, keadaan berbalik. Setelah mengetahui bahwa Elara mengalami kecelakaan, koma selama tiga minggu, dan dikhianati oleh suaminya, Adrianlah yang datang menunggunya, menjenguknya, merawatnya dari kejauhan.Karena dia telah jatuh cinta pada Elara sejak lama.Elara menatap pria di hadapannya, kebingungan masih menguasai benaknya. "Maaf, saya

    Last Updated : 2025-03-10
  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 5 – Wanita yang Memikat

    Elara menatap bayangannya di cermin besar yang berdiri di sudut ruangan. Wajah itu… bukan lagi wajah yang pernah dia banggakan. Luka bakar yang menggores pipinya tampak kasar di bawah pencahayaan lampu kristal vila Adrian. Seumur hidup, dia tak pernah merasa seburuk ini.Di belakangnya, Adrian bersandar pada meja marmer dengan tangan terlipat di dada, matanya menatapnya lekat. "Kau ingin wajah lamamu kembali atau lebih dari waktu itu?" tanyanya, suaranya tenang, nyaris tanpa emosi.Elara menggigit bibirnya, menahan gejolak yang meluap-luap di dadanya. "Ya, aku ingin wajahku kembali lebih dari yang dulu," jawabnya lirih, nyaris berbisik.Adrian tersenyum tipis, seolah sudah menduga jawaban itu. "Kalau begitu, aku akan membawamu ke seseorang yang bisa membantu."~~~Keesokan harinya, Elara duduk di ruang konsultasi sebuah klinik eksklusif di pusat kota. Ruangan itu beraroma antiseptik, dengan dinding putih bersih yang terasa terlalu steril. Di seberangnya, seorang dokter bedah terkenal

    Last Updated : 2025-03-10
  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 6 - Baru Permulaan

    Damian menyipitkan mata, memperhatikan wanita di hadapannya dengan lebih saksama. Ada sesuatu yang mengganggunya—sesuatu yang hampir terasa seperti deja vu. Tapi itu tidak masuk akal. Laurent Forst bukan sekadar wanita cantik, dia adalah sosok yang berpengaruh, seseorang yang tiba-tiba muncul di dunia bisnis dengan nama besar dan kekuatan yang sulit diabaikan.Dan kini, dia berdiri di sini, dalam acara yang sama dengannya."Laurent Forst," Damian akhirnya angkat bicara, suaranya tenang namun penuh rasa ingin tahu. "Nama yang cukup baru di dunia properti, tapi dengan langkah yang mengesankan. Aku ingin tahu, dari mana kau belajar semua itu?"Laurent tersenyum kecil, mengangkat gelas sampanyenya dengan gerakan anggun. "Dari seseorang yang sangat memahami permainan ini," jawabnya ringan, nada suaranya begitu dingin dan tajam, namun mengalun dengan keanggunan yang anehnya… terasa akrab bagi Damian.Dia menatapnya lebih lama, mencoba mencari sesuatu di balik wajah sempurna itu. "Caramu bi

    Last Updated : 2025-03-10
  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 7 - Sebuah Rencana

    Alicia tetap diam sejak tadi, pikirannya dipenuhi oleh kata-kata yang baru saja diucapkan Damian kepada Laurent di depan toilet. Ia berusaha menahan diri, meski hatinya sudah dipenuhi amarah."Jadi, kau ke sana hanya untuk mengikutinya?" suara Alicia terdengar lembut, tapi ada ketegasan di baliknya. Senyumnya masih terukir, namun sorot matanya tajam, memperingatkan.Damian menghela napas, mencoba mempertahankan ekspresi tenangnya. "Kau salah paham. Kau tahu, dia yang menggodaku," kilahnya, suaranya terdengar sedikit gelisah.Alicia mendengus pelan, menatapnya dengan tatapan yang sulit ditebak. "Awas saja kalau sampai kau tertarik pada wanita lain, Damian," gumamnya, nyaris seperti ancaman terselubung.Sementara itu, seorang MC naik ke atas panggung, suaranya menggema di seluruh ruangan. "Selamat malam, hadirin sekalian. Untuk acara selanjutnya, kita akan mengadakan permainan yang berkaitan dengan amal. Hadiah yang didapatkan akan didonasikan untuk panti asuhan," katanya dengan nada ra

    Last Updated : 2025-03-25
  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 8 - Ingin Kau Merasakan yang Sama

    Laurent dan Damian melangkah masuk ke dalam ruangan. Baru beberapa detik berlalu, tiba-tiba sesuatu melesat cepat di udara. Pisau. Senjata tajam itu menghujam pintu kayu di depan mereka dengan suara berat yang menggema di dalam ruangan.Di luar, para tamu menjerit kaget. Alicia berdiri dari tempat duduknya, jantungnya berdegup tak karuan. Apakah ini benar-benar bagian dari permainan? Atau ada sesuatu yang lebih dari sekadar hiburan malam itu?Di dalam ruangan, Laurent tersentak. Tanpa sadar, tangannya mencengkeram lengan Damian. Sentuhan itu seharusnya terasa biasa saja, tapi tidak bagi Damian. Ada sesuatu yang mengalir dalam dirinya—sebuah gelombang halus yang lebih dari sekadar respons atas bahaya. Bukan ketakutan yang membuat jantungnya berdebar, melainkan kehadiran Laurent yang begitu dekat.“Kau… baik-baik saja?” Damian bertanya, suaranya sedikit lebih pelan dari biasanya.Laurent mengangguk kecil, mencoba mengatur napasnya.“Apa ini bagian dari permainan?” Damian melirik ke ar

    Last Updated : 2025-03-25
  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 9 - Kesepakatan yang Berbahaya

    Selama perjalanan pulang, Damian hanya diam, dan itu membuat Alicia gelisah. Lelaki itu tak pernah bersikap sedingin ini padanya, apalagi hanya karena seorang wanita seperti Laurent dalam satu malam."Apa kau bersikap seperti ini karena dia?" tanya Alicia, kesal karena Damian terus mengabaikannya.Damian menoleh sekilas, mengernyit, lalu kembali fokus pada kemudi tanpa sepatah kata pun."Damian! Aku tidak suka kalau kau mendiamkanku seperti ini!" suaranya meninggi, mememperlihatkan emosinya yang semakin memuncak.Damian menarik napas dalam-dalam, menahan amarahnya yang sudah di ambang batas. "Kau tahu apa dampak yang kau timbulkan tadi, Alicia? Kau menampar seseorang yang sedang naik popularitasnya di dunia bisnis! Bagaimana kau bisa begitu ceroboh? Tidak bisakah kau sedikit saja mengendalikan emosimu?" geramnya, suaranya rendah tapi tajam."Oh, jadi ini semua salahku?" tanya Alicia, matanya membulat penuh ketidakpercayaan.Damian tidak menjawab, hanya menghela napas panjang seolah be

    Last Updated : 2025-03-25

Latest chapter

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   bab 90 - Kembali Pulang

    Adrian berdiri terpaku di ambang pintu kamar sempit itu. Bau apek alkohol, asap rokok, dan tubuh yang terlalu lama terbaring tanpa perawatan membuat udara begitu menyesakkan. Jantungnya seperti berhenti berdetak. Tubuh kecil yang tergeletak di atas kasur reyot itu begitu pucat, begitu sunyi… terlalu sunyi. Mata Dante tertutup, bibirnya membiru, dan tubuhnya tampak kaku.“Dante…” bisik Adrian, nyaris tanpa suara.Langkahnya terhuyung mendekat. Ia jatuh berlutut di sisi tempat tidur yang ringkih, tangannya gemetar saat menyentuh wajah bocah itu. Dingin. Tak ada respons. Air matanya mulai menggenang tanpa ia sadari. Napasnya tercekat di tenggorokan.“Dia… dia sudah…” ucap Adrian, suaranya pecah.Namun sebelum duka itu benar-benar melumpuhkannya, salah satu anak buahnya—seorang pria bernama Richie—berjongkok cepat di sisi Adrian. Ia mengambil denyut nadi di pergelangan tangan Dante dengan teliti, lalu menyentuh leher anak itu dengan jari terlatih.“Tuan… tunggu sebentar,” ucap Richie p

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 89 - Alat untuk Balas Dendam itu Telah Pergi

    Adrian menerima telepon dengan tangan gemetar. Suara berat dari seberang terdengar jelas, dingin dan tanpa rasa."Kami akan serahkan anakmu di bawah jembatan layang. Pastikan kau datang sendiri."Adrian mengepalkan tangan. "Baiklah. Aku akan ke sana."Namun, hatinya terasa tak tenang. Firasatnya begitu buruk. Sejak tadi, pikirannya berkecamuk tak henti. Sesuatu terasa janggal. Terlalu mudah. Terlalu cepat. Tapi dia tak bisa menunggu lagi. Dante adalah prioritasnya.Tanpa membuang waktu, ia bergegas menuju lokasi yang disebutkan. Di dalam mobil, bersama dua orang kepercayaannya, ia menyusun rencana. Mereka akan berpencar, mengelilingi area. Mengantisipasi segala kemungkinan, termasuk jika para penculik berbohong atau merencanakan sesuatu yang lebih kejam.---Di bawah jembatan, malam hari…Langit menggantung kelam tanpa bintang. Hanya suara angin yang merayap di antara tiang-tiang beton dan bayangan malam yang menyelimuti. Di kejauhan, langkah kaki Adrian menggema pelan. Setiap lang

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 88 - Kondisi Makin Buruk

    Adrian dan Laurent saling berpandangan, tatapan mereka kosong namun penuh makna. Di antara keheningan yang menyelimuti ruang kerja itu, keduanya masih mencoba mencerna kenyataan: beberapa menit lalu, telepon dari penculik Dante akhirnya masuk.Suaranya parau, penuh tekanan dan tanpa belas kasihan.“Jika ingin anakmu selamat, sebaiknya jangan libatkan kepolisian.”Ancaman itu menusuk tajam ke telinga Adrian. Rahangnya mengeras, ekspresi wajahnya menegang seketika. Hanya satu kata yang keluar dari mulutnya, datar tapi penuh ketegasan.“Baiklah.”Setelah panggilan berakhir, ruangan kembali sunyi. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar samar. Laurent memandang Adrian, matanya bergetar.“Kau yakin ingin memberikan uang tebusan itu?” tanyanya pelan, hampir seperti bisikan.Adrian mengangguk mantap tanpa menoleh. “Tak ada pilihan lain.”“Tapi bagaimana kalau mereka berbohong? Kau tahu sendiri, penculik tak akan semudah itu menyerahkan tawanan. Bagaimana kalau... mereka tak pernah bern

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 87 - Nasib Dante

    Pagi itu langit tampak muram, seolah ikut menyesap kegelisahan yang melingkupi rumah keluarga Vaughn. Di ruang makan yang dipenuhi aroma kopi hangat dan roti panggang yang tak tersentuh, suasana justru terasa dingin. Televisi di sudut ruangan menyala tanpa suara, menayangkan berita tentang penculikan Dante yang telah menyebar luas ke berbagai media.Laurent duduk di ujung meja dengan tubuh sedikit membungkuk, satu tangannya memijat pelipisnya yang terasa berat sejak tadi malam. Di hadapannya, tablet yang memuat berita-berita daring dan komentar netizen berseliweran tanpa ampun. Adrian duduk di seberangnya, masih mengenakan kaus putih dan celana tidur, wajahnya tampak lelah meski baru saja melewati malam yang panjang.“Konferensi pers belum bisa dilakukan,” gumam Laurent pelan, menahan nada frustasi di ujung lidahnya, “tapi netizen sudah berkomentar sesuka mereka... seolah mereka tahu segalanya.”Adrian menghela napas panjang, lalu meletakkan cangkir kopinya ke meja. “Aku sudah mel

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 86. Tiket Kebebasan

    Begitu pintu rumah terbuka, Laurent disambut oleh suara langkah kecil yang berlarian cepat di lantai marmer. Dante, dengan piyamanya yang sedikit kebesaran dan boneka kecil di tangan, berlari memeluk pinggang Laurent erat-erat.Anak itu tersenyum lebar, seolah melupakan semua luka masa lalunya. Namun hati Laurent tetap mengeras sejenak. Anak lima tahun itu seharusnya sudah bisa memanggilnya “Mama” jauh sebelum Alicia datang dan menyusup ke dalam rumah mereka dengan menyamar sebagai pengasuh. Sebelum semuanya berubah.Laurent membungkuk, membelai rambut lembut Dante dengan perlahan, menahan genangan air mata yang hampir tumpah.Tak lama kemudian, langkah kaki berat terdengar di ambang pintu. Adrian masuk dengan ekspresi serius di wajahnya.“Kita akan adakan konferensi pers,” ucapnya mantap. “Kita harus luruskan semuanya, Laurent. Publik berhak tahu—kalau kondisi Dante seperti ini karena ulah Alicia. Semua karena balas dendamnya padamu.”Laurent mengangguk pelan. Ia berdiri, menatap ke

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 85. Semua akan Dapat Balasan

    Beberapa minggu setelah persidangan, udara pagi masih terasa lembab ketika Lauren dan Adrian membawa Dante ke klinik psikiatri anak di pusat kota. Gedung itu tenang dan nyaman, dindingnya dipenuhi lukisan warna-warni yang menenangkan, namun kecemasan tetap menggantung di benak Lauren.Dante duduk di pangkuannya saat mereka menunggu giliran. Anak itu sudah mulai bisa tersenyum, meski kadang-kadang masih terlihat seperti memaksa. Tapi bagi Lauren, itu adalah kemajuan besar. Setidaknya Dante tak lagi hanya menatap kosong seperti dulu.Ketika mereka akhirnya duduk di ruangan psikiater, seorang wanita paruh baya bernama Dr. Selina, suasana berubah menjadi lebih serius. Dokter itu membuka berkas, lalu menatap Lauren dan Adrian dengan lembut, namun penuh kehati-hatian.“Dante mengalami trauma berat,” ucapnya perlahan. “Selama berada dalam pengasuhan terdakwa, ia tidak hanya diberikan obat penenang dalam dosis yang tidak sesuai, tapi juga mengalami proses manipulasi mental yang cukup parah.

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 84 - Hukuman untuk Alicia

    Setelah Lauren keluar dari kamar dengan langkah elegan dan tenang, Kyle masih berdiri di tempatnya—gugup, tubuhnya bergetar ringan. Kata-kata Lauren barusan masih terngiang di telinganya, menusuk batinnya lebih dalam dari pisau manapun.Dengan tangan gemetar, ia mendekati tempat tidur kecil itu. Cahaya lampu malam menyorot lembut wajah Dante yang polos dan damai dalam tidurnya. Perlahan, penuh ragu, Kyle menyingkap kaus tidur yang dikenakan bocah itu. Dan di sanalah—pada sisi kiri dada kecil itu—ia melihatnya. Sebuah tanda lahir.Matanya membelalak. Tubuhnya seketika membeku.Tanda itu… tanda yang selama ini menghantui mimpinya. Tanda berbentuk seperti setengah bulan dengan garis tipis melintang di tengahnya. Ia mengenalinya. Tanda yang pernah dimiliki anak laki-lakinya—Daren. Anak yang hilang darinya ketika baru berumur tiga bulan.Dulu ia mengira Daren telah mati. Tapi kenyataan yang kini terbuka jauh lebih menyakitkan sekaligus menakjubkan.Lauren tidak berbohong. Anak ini… Dant

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 83 - Terbongkar

    Tiga hari telah berlalu sejak Dante dibawa ke rumah sakit. Dalam diam, Adrian menunggu. Ada satu pertanyaan yang terus mengusik pikirannya: siapa sebenarnya perempuan bernama Kyle yang kini tinggal di rumah mereka?Pagi itu, ponselnya berdering. Nama anak buahnya muncul di layar, dan Adrian langsung menjawab. Suara di seberang terdengar berat namun tegas.“Tuan Adrian… kami telah mendapatkan hasilnya. Identitas asli dari file yang Anda temukan—perempuan yang wajahnya menyerupai Kyle… namanya Alicia. Alicia Everston. Mantan istri Damian Everston.”Adrian sontak terdiam. Napasnya tertahan.“Alicia?” bisiknya nyaris tak terdengar. “Kau yakin?”“Ya, Tuan. Kami menemukan catatan medis dan laporan dari klinik bedah plastik di Zurich. Alicia mengubah total wajahnya. Ia memilih menyerupai Kyle—pengasuh yang seharusnya dipekerjakan—dan menggunakan identitasnya. Motifnya… kami yakini balas dendam terhadap Nyonya Lauren.”Adrian mengusap wajahnya yang mulai tegang, matanya menyipit penuh kecurig

  • Pengantin Buruk Rupa yang Kembali   Bab 82 - Tipu Daya Alicia

    Adrian baru saja pulang ke rumah saat langit London mulai beranjak gelap. Langkahnya tergesa melintasi lorong yang sepi, menuju kamar kecil Dante—anak yang belakangan ini begitu membebani pikirannya.Ketika pintu terbuka perlahan, matanya langsung menangkap pemandangan yang mengganggunya: Kyle sedang duduk di sisi tempat tidur, membisikkan sesuatu ke telinga Dante. Wajah Kyle tampak lembut, seperti biasa, namun kini ada yang terasa ganjil. Terlalu tenang. Terlalu sempurna.Adrian terdiam di ambang pintu, tak ingin mengganggu. Tapi di benaknya, kenangan tadi kembali berkelebat—kenangan yang belum sempat ia ceritakan pada siapa pun.Ia mengingat jelas saat ia berdiri di rumah sakit, melihat perempuan muda yang ditemukan pingsan di trotoar. Nama di dokumen itu: Kyle. Wajahnya... nyaris identik dengan pengasuh Dante di rumah ini. Namun isi file itu menyiratkan kenyataan yang lebih menakutkan—identitas perempuan itu telah dicuri, digunakan untuk sesuatu yang lebih besar dan lebih gelap

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status