Share

Pengantin Pengganti Calon Ipar
Pengantin Pengganti Calon Ipar
Автор: Rish Alra

01 | Pengantin yang Hilang

“Alison!”

“Alison!”

Tidur Aliya jadi terganggu akibat teriakan-teriakan yang terdengar dari luar. Saat ia mencabut earphone di telinganya, suara kegaduhan itu semakin jelas terdengar.

“ALISON!”

Aliya membangun tubuhnya dan mendengus. Apalagi yang dilakukan kembarannya itu? Tidak bisakah ia memberikan waktu yang tenang bagi Aliya untuk beristirahat? Dia selalu saja menimbulkan masalah yang membuat seisi rumah menjadi seperti ini.

Dengan berat hati, Aliya berjalan keluar dari kamarnya. Dia melihat seluruh penghuni rumah dihiasi raut wajah khawatir. Bahkan beberapa dari mereka terlihat begitu pucat seperti menghadapi kematian.

Apa yang terjadi?

Aliya melanjutkan langkahnya untuk mencari keberadaan orang tuanya. Tepat di ruang tamu, ia melihat Ibunya duduk di sofa, tengah menangis tersedu-sedu. Sementara Ayahnya berdiri di sisinya berusaha menenangkan.

“Jika seperti ini, bagaimana kelanjutannya?”

Aliya mendengar suara yang asing. Ternyata di sana orang tuanya bersama orang lain. Mereka tidak hanya berdua.

Tapi, siapa orang yang berani berkata dengan nada seperti itu pada Ibunya? Aliya merasa kesal.

“Kami akan usahakan,” ucap Addyson, Ayah Aliya.

“Usahakan? Apa lagi yang mau kalian usahakan? Sudah jelas-jelas anak itu lari dari pernikahannya sendiri!” cecar wanita itu.

Aliya yang mendengar itu, termenung. Ia mencoba mencerna apa yang ia dengar. Jika ini tentang pernikahan, bisa diduga, wanita yang dimaksud adalah Alison.

Jadi, apa kembarannya kini membuat masalah dengan lari dari pernikahannya yang esok akan diadakan?

Aliya membuang nafas kasar.

Kini masalah yang ia buat benar-benar luar biasa.

Dia bahkan bisa membuat orang tua mereka terkena serangan jantung.

“Kami tidak mau menanggung malu, Addy. Jika acara ini dibatalkan, mau ditaruh di mana wajah kami?” Kini Ayah dari calon suami Alison juga ikut bicara. Dia terlihat marah dan kecewa. Tapi, sepertinya dia sadar jika ini bukan kehendak dua orang di depannya ini.

Jika Aliya tidak salah mengingat, pria itu bernama om Rendra. Dan istrinya bernama Mia. Lalu … putra mereka yang akan menikah dengan Alison, bernama-

“Argan!”

Ah! Ya, itu namanya.

Eh? Siapa tadi yang bicara itu?

Aliya mengintip ke ruang tamu dan melihat seorang pria yang berdiri di ambang pintu masuk. Pria itu terlihat kacau. Ekspresi wajahnya begitu kusut. Mungkin dia perlu disetrika lebih dulu supaya wajahnya bisa kembali licin.

“Cepat kamu juga bicara. Jangan hanya diam saja!” cecar Mia. Dia tampaknya tidak suka dengan keterdiaman putranya.

Dalam hati, Aliya setuju dengan Ibu Argan ini. Seharusnya, pria itu bisa meluapkan amarahnya di sini, mengaum seperti singa, karena mempelai wanitanya yang kabur sebelum mereka melakukan ijab kabul. Ayo mengamuk!

“Ibu saja,” jawab Argan tidak terlihat peduli.

Huu! Tidak seru!

Dia mungkin merasa terpukul dengan kejadian ini. Tapi, Aliya pikir, pria itu terlalu lemah hingga bisa begitu terpuruk hanya karena ditinggal seorang wanita. Dia terlihat menyedihkan.

“Aliya?”

“Eh?”

Aliya mengerjap kaget.

Saat Rendra memanggil namanya, seketika semua mata di sana memandang ke arahnya.

Bibir Aliya mengukir senyuman kaku. Apa bisa mereka tidak melihatnya dengan tatapan seperti itu? Jujur saja, Aliya merasa sedikit takut. “Apa aku mengganggu?”

Aliya pikir, keberadaannya tidak terendus oleh mereka. Mungkin karena ia terlalu menikmati menonton drama mereka, ia sampai tidak sadar jika posisinya sudah cukup jelas terlihat.

“Tidak, kamu-“

“Benar!”

Ucapan Rendra terpotong oleh seruan Mia yang terdengar sangat bersemangat. Wanita itu bahkan berdiri dengan senyum semringah, sangat berbeda dengan dia beberapa detik yang lalu.

“Dia!” Mia menunjuk Aliya, dan berkata, “Nikahkan dia dengan putraku.”

“Apa?!” Kali ini, reaksi yang ditunjukkan Aliya dan Argan sama. Mereka sama-sama berteriak tidak percaya. Mereka bahkan sempat saling melempar pandangan bingung, sama tidak mengerti dengan apa yang tengah terjadi saat ini.

“Ibu, tolong jangan bercanda!” ucap Argan. Dia tidak mungkin menikah dengan sembarangan perempuan. Ia memutuskan menikah pun karena ia dan Alison sudah berhubungan selama dua tahun. Meski Argan sendiri tidak menyangka jika Alison akan meninggalkannya tepat saat mereka akan menikah keesokan harinya.

Tapi, menggantikan calon istrinya dengan perempuan lain terdengar lebih gila. Argan tidak mengerti dengan jalan pikiran Ibunya itu.

“Siapa yang bercanda?” tukas Mia. “Ini lebih baik daripada membatalkan pernikahanmu itu. Kita akan malu jika acara ini dibatalkan.”

 “Tapi, kenapa harus mengganti mempelai wanitanya?” Argan mengacak rambutnya kasar. Demi Tuhan, bukan ini yang ia inginkan.

“Lalu, kamu mau Ibu bagaimana, Argan? Sudah jelas-jelas calon istri kamu itu kabur. Apa kamu tidak kasihan dengan Ibu? Bagaimana dengan kehormatan keluarga kita? Kita harus menanggung malu atas sikap kekanak-kanakan perempuan pilihan kamu itu!” Ibu Argan mengomel.

Argan memalingkan wajahnya, merasa tidak bisa membalas. Tapi dia juga kecewa dengan keputusan Ibunya. Argan memilih diam setelah itu, karena ia juga tidak memiliki jalan keluar dari masalah ini.

Tapi, apakah ia harus benar-benar menikahi perempuan itu?

Argan melirik Aliya yang berdiri menonton orang tua mereka berdebat. Dia terlihat menikmati drama di depannya seperti tengah menonton sinetron di televisi.

Argan berdecak. Perempuan seperti inikah yang akan menjadi istrinya? Padahal Argan selalu memimpikan akan memiliki istri yang cantik dan anggun seperti Alison. Tapi, jika Alison tidak kembali juga saat pernikahan mereka, maka terpaksa Argan menikah dengan Aliya.

“Bagaimana, Aliya?”

Mereka semua menunggu jawaban Aliya, begitu juga Argan.

“Aku tidak mau.”

Rendra nyaris tersedak mendengar penolakan mentah-mentah dari Aliya. Ekspresi wajahnya saat mengatakan itu bahkan terlihat sangat datar. Dia tampaknya tidak menyukai Argan.

Argan yang menyadari itu merasa tersinggung.

Memang dia pikir Argan juga mau menikah dengannya? Bahkan jika diberi pilihan, Argan lebih memilih untuk mencari calon istri lain.

“Kenapa, Nak?” tanya Mia. Dia bicara dengan nada lembut. Sangat berbeda dengan ia saat bicara dengan Ibunya sebelumnya. Dia sepertinya ingin membujuk Aliya supaya menerima tawarannya.

Tapi, apakah semudah itu Aliya dibujuk?

“Jangan terlalu cepat menjawab. Kamu juga pasti akan bahagia saat menikah dengan Argan.”

“Pria itu bukan tipeku,” ucap Aliya mengibaskan tangannya. Ia memasang ekspresi malas ketika melirik Argan yang sok kegantengan itu.

Meski memang dia memiliki wajah di atas rata-rata, saat dia bersikap arogan, nilainya di mata Aliya seketika jadi minus.

Argan yang mendengar itu mendelik tidak terima.

“Aku juga tidak menyukaimu. Kamu pikir, kamu cantik?”

“Ya,” balas Aliya santai. Dia memainkan helaian rambutnya. ”Aku selalu mensyukuri apa yang Tuhan berikan untukku.”

Argan hendak membalas, tapi seketika ia mengatupkan mulutnya kembali. Perempuan itu membuat Argan tidak bisa membalas, karena jika ia menghinanya, sama saja ia menghina ciptaan Tuhan.

Sial! Perempuan itu sungguh menyebalkan.

“Ngomong-ngomong, Tante. Apa tante yakin akan ada yang mau dengan anak tante ini?”

“Kenapa, Nak?” Mia terlihat bingung. “Apa Argan kurang menarik?”

“Tidak. Aku pikir, dia seperti penderita impoten.”

Raut wajah Argan seketika memerah. Semua orang menatap ke arahnya dengan tatapan menilai. Harga diri Argan tersentil akibat perkataan perempuan itu.

Ia bangun dan berteriak, “KITA AKAN MENIKAH BESOK, DAN AKAN KU BUKTIKAN BAHWA PERKATAANMU SALAH BESAR!”

Dia pergi dengan marah.

Aliya mengangkat sebelah alisnya heran, “Apa aku salah bicara? Aku kan hanya mengatakan apa yang aku pikirkan.” Dia mengedikkan bahunya acuh. Dia tidak peduli meski Argan tersinggung dengan ucapannya.

****

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status