Erich hanya diam, menatapnya hangat sembari tersenyum tipis, penuh pengertian.
Melihat reaksi Erich, kening Meix berkerut. Ia menyapu sekitar, lalu menyadari itu bukan kamarnya sendiri. "Aku tidur di kamar tamu?"
"Iya. Kau kemaren sangat mabuk. Jadi Jack mengantarmu tidur di sini," jelas Erich.
'Tapi, kenapa aku merasa tidur sambil memeluk Elena?' batin Meix, menggaruk kepalanya yang tak gatal, bingung dengan ingatannya yang samar.
Sesaat kemudian, pelayan datang membawa ramuan untuk mengobati pengar. Erich mengambilnya, lalu memberikan mangkuk itu pada Meix.
"Minumlah. Biar badanmu segera pulih."
Meix menerima mangkuk itu, lalu menatap Erich dengan curiga. 'Kenapa Kakek terlihat beda hari ini?' batinnya, merasakan ada perubahan.
"Kek, apa semalam aku membuat keributan?" tanya Meix khawatir, mencoba mengingat.
Erich terdiam sesaat, menatap Meix dalam. "Tidak. Kau hanya pulang dalam keadaan mabuk, lalu tidur," kelitnya, memilih
Dua hari kemudian, di hari ulang tahun Meix. Elena keluar dari mobil dan berjalan dengan tenang di belakang Meix. Ia menyapu segala area di gedung Dalton Corp, tak ada satu hal pun yang membuat pandangannya teralih."Jack... Bukankah hari ini ulang tahun Meix? Kenapa kantor sangat sepi?" bisiknya pada Jack yang berjalan di sampingnya.Jack hanya tersenyum tipis, menatap Elena sebentar, lalu kembali fokus ke depan. "Memang selalu seperti itu, Nona."Elena mencibir, sorot matanya tajam menatap punggung Meix yang berjalan tegap di hadapannya. "Pasti karena dia bos yang arogan, kan? Makanya tak ada satu pun yang peduli."Jack terkekeh kecil. "Apa... Anda juga berpikir Tuan Meix begitu?"Elena meruncingkan bibirnya, sesekali melirik Meix dengan tatapan terpesona, lalu kembali lagi melihat Jack. "Tidak juga. Dia... Bos yang manis..." ucapnya mengejutkan.Jack terbahak mendengar itu, membuat Meix menghentikan langkahnya—menoleh pada mereka be
Dua minggu kemudian setelah pulang dari desa Bergdorf. Meix kembali pada kesibukannya di gedung Dalton Corp. Ia memeriksa beberapa file proyek di mejanya dengan serius."Tuan... Ini laporan kerja sama yang Anda minta." Jack memberikan sebuah dokumen pada Meix.Meix menerimanya, menilik dokumen itu sebentar, lalu menutupnya kembali setelah teringat sesuatu. "Bagaimana hasil penyelidikan Nyonya Anastasia, Jack?"Jack kembali memberikan sebuah dokumen pada Meix. "Ini adalah hasil pemeriksaan dari rumah sakit. Dari data ini, Nyonya Anastasia memang dinyatakan meninggal karena overdosis obat penenang. Tapi..."Jack menghentikan bicaranya, mengambil napas berat. Ia tahu, Meix tak sabar menunggu, dan sorot matanya yang tajam sudah cukup menjadi peringatan."Tapi apa, Jack?" tanya Meix, alisnya sedikit terangkat."Ada kejanggalan dalam surat ini," lanjut Jack. Ia menunjukkan sebuah tanggal yang ada dalam surat kematian dan hasil pemeriksaan tersebut
Lucien menggenggam tangan Meix, berusaha melepas cengkramannya. "Apa maumu, Meix?!"Meix mendorong tubuh Lucien lebih kasar, mengunci pria itu pada dinding kayu hingga tak bisa berkutik. "Katakan! Siapa yang membunuh Nyonya Anastasia?""Dia bunuh diri, Meix!" sangkal Lucien, sembari mengerang."Kau masih saja tak mau berkata jujur?!" Meix semakin gelap mata. Ia mencekik leher Lucien. Urat-urat di lehernya menegang, wajahnya memerah sampai telinga, seolah darahnya mendidih.Lucien meronta, berusaha melepas cekikan Meix, namun sia-sia. Pria itu terlalu marah, hingga tak bisa menggunakan akal sehatnya.Beruntung, Jack segera menghampiri dan melerai tuannya. Ia memegang lengan Meix dengan lembut, berusaha meredam emosinya. "Tuan tenanglah. Jika dia mati, itu akan mempersulit Anda."Meix perlahan mengendurkan cekikannya. Urat di lehernya tak lagi menonjol, warna merah di wajahnya perlahan memudar. Ia menghempas tubuh Lucien hingga terjatuh di lan
Lucien seketika bangkit dari kursinya, gusar. "Kau jangan mengada-ada, Meix. Nyonya Anastasia meninggal karena overdosis obat penenang," sangkalanya, suaranya sedikit meninggi.Meix mengangguk tenang. Senyum dinginnya terukir, meluluhkan keberanian Lucien. "Ah... Benarkah? Kalau begitu, kenapa kau terlihat gusar?" Bibirnya terangkat sebelah, seperti ada kata-kata yang sengaja disimpan hanya untuk membuat Lucien merasa kecil. "Santailah... Aku hanya sedikit ingin tahu cerita Elena. Bukankah... Kau adalah kakaknya?"Napas Lucien memburu, dada naik-turun cepat. Tangannya mengepal erat, tapi jemarinya bergetar halus, seolah kekuatan dan ketakutan berebut kendali di dalam dirinya.Melihat ekspresi Lucien, Meix menyeringai penuh kemenangan. Ia menuang alkohol ke gelas Lucien, lalu berdiri berhadapan dengannya. "Minumlah!" ucapnya, sorot matanya dingin penuh tantangan.Ia memberikan gelas itu pada Lucien, lalu menawarkan tos. "Cers... Ini untuk per
Lucien menundukkan wajahnya. Rahangnya mengeras, matanya memancarkan kilatan marah yang tertahan. Tangannya mengepal erat di sisi tubuh."Elena... Aku tunggu di rumah," pamitnya, lalu pergi meninggalkan Meix yang masih sibuk mencumbu Elena dengan paksaan.Elena meronta, berusaha melepas diri dari ciuman brutal Meix hingga ia menggigit bibir suaminya itu dengan sengaja."Sshhh..." rintih Meix, tatapannya menusuk Elena. "Kau menggigitku?"Elena mengangkat dagunya seolah menantang. Tapi bibirnya bergetar saat bicara. "Kau pantas mendapatkannya. Turunkan aku!"Rahang Meix mengeras, otot pipinya berkedut halus. Bibirnya terkatup rapat, seolah takut satu kata saja akan meledak menjadi seribu. Tangannya yang menopang tubuh Elena bergetar menahan amarah."Sejak kapan kau berpikir bisa mengaturku?" desisnya, mengabaikan perintah Elena.Bibir Elena bergerak sejenak, tapi kemudian kembali rapat—seolah mengunci semua protes di dalam m
Elena mendorong tubuh Meix, lalu melangkah cepat untuk pergi. Namun tangan suaminya itu terlalu panjang, hingga bisa dengan mudah meraih kembali tangan Elena.Meix menimang Elena tanpa tenaga, seolah tubuh wanita itu hanya seberat kapas. "Aku ingin melindungimu, karena kau adalah aset perusahaan," ucapnya, dengan senyum miring penuh makna.Dahi Elena berkerut samar, tatapannya menusuk. Setiap kata yang didengar dari mulut Meix terasa seperti penghinaan baginya. "Aset?"Ia memberontak, mendorong dada Meix dengan kekuatan penuh. "Turunkan aku!" desisnya. Elena mendengus, lirikannya tajam menembus arogansi Meix, lalu membalikkan badan, melangkah cepat meninggalkan Meix.Meix hanya tersenyum samar melihat tingkah Elena. Ia memasukkan tangannya ke saku celana, lalu berjalan santai menyusul Elena yang terlihat terburu-buru.Meski begitu, langkah kecil Elena tak bisa membuatnya kabur dari pandangan Meix."Pelan-pelan, Nona. Rumputnya basah. Bagaima