Jenn duduk di tepi tempat tidur sambil memegangi kotak P3K yang dia temukan di lemari kamar Javier. Tangannya gemetar pelan saat mengoleskan salep ke bagian lengan yang ternyata juga ada lebam dan juga benjolan kecil di pelipisnya. Wajahnya meringis menahan perih, tapi tetap berusaha untuk terus menyelesaikannya sendiri.
Ruangan itu sunyi. Anaya dan Javier entah pergi ke mana. Mungkin sedang di taman atau keluar tanpa memberi tahu Jenn yang pasti menurut mereka tidak begitu penting. Saat Jenn hendak menutup kembali kotak P3K, pintu kamar terbuka. Javier masuk dengan langkah tenang dan langsung menghentikan gerakannya saat melihat Jenn duduk di sana dengan luka-luka yang cukup jelas terlihat. Dahinya mulai mengerut dalam. “Apa yang terjadi? Dari mana kau dapat luka itu?” tanyanya dengan nada rendah tapi tajam. Jenn terkejut, namun buru-buru tersenyum kecil, berusaha tampak santaiMenjelang sore, langkah kaki Javier terdengar memasuki rumah lebih cepat dari biasanya. Biasanya, ia baru pulang malam hari dengan wajah lelah. Jenn yang duduk di taman samping rumah sempat melirik sekilas, berpikir acuh, “Cepat sekali pulang, mungkin dia terlalu mengkhawatirkan Anaya.” Tapi ia tidak ambil pusing dan kembali fokus untuk duduk santai sambil melamun. Memikirkan bagaimana masa depannya jauh lebih penting. Tidak lama kemudian, suara tawa dan obrolan pria terdengar dari arah pintu depan. Dua pria itu nampak seumuran dengan Javier, masuk ke rumah dengan langkah santai dan ekspresi yang akrab. Yang satu berpenampilan elegan bernama Michael, dan yang satu lagi lebih cuek dan sporty bernama Johnson. Keduanya adalah sahabat lama Javier yang baru kembali dari luar negeri. Anaya, Gadis itu turun dari lantai atas, langsung menghampiri Javier dengan senyuman yang cerah. “Kak, hari ini pulang cepat sekali?” tanyanya pelan. Javier mengangguk, lalu menoleh pada kedua
Jenn tersenyum kesal. Ia pun menceburkan dirinya ke dalam kolam ‘byurr’, semua orang keheranan. “Jenn, kau sudah gila!” ucap Javier yang reflek. Berbeda dengan Anaya, Jenn bisa berdiri tegak. Air di kolam itu hanya sebatas leher. Semua orang masih menatap bingung. “Apa yang sebenarnya sedang kau lakukan, Jenn?!” tanya Javier yang semakin kesal. Jenn tersenyum dengan ekspresi yang kesal. “Anaya lebih tinggi dari pada aku. Kami sama-sama tidak bisa berenang. Aku masih bisa berdiri dan bernapas, hanya tinggal pelan-pelan ke tepian dan bangkit dari kolam. Jadi... kenapa kau tadi terus berteriak dan tidak mencoba untuk berdiri, Anaya?” Javier terdiam. Nyonya besar pun tersenyum sinis. Anaya pun gelagapan. Javier sejenak menatap Anaya, lalu menatap Jenn
Anaya melangkah pelan mendekati tempat tidur, memastikan langkahnya tidak menimbulkan suara. Javier tertidur pulas, wajahnya tenang seolah tidak terjadi apa-apa sejak semalam. Rambutnya sedikit berantakan, dan dadanya naik turun perlahan. Anaya berdiri di sisi tempat tidur, memandang pria itu cukup lama. Senyuman lembut muncul di wajahnya. “Kak Javier…” bisiknya pelan, nyaris tidak terdengar. Tangannya terulur, mengusap lembut wajah Javier. Jemarinya menyentuh garis rahang pria itu, bergerak pelan ke pipi yang halus. “Wajahmu selalu saja terlihat luar biasa…” gumamnya. Dia benar-benar mengagumi setiap detail pada diri Javier, mulai dari matanya yang dalam, hidungnya yang tegas, hingga postur tubuhnya yang gagah dan memikat. Tidak heran banyak wanita terpikat padanya. Dan Anaya, dia sudah terlalu jauh jatuh cinta. Perlahan, Anaya mulai menunduk, lalu mengecup lembut pipi Javier.
Jenn mengerutkan keningnya. “Barusan dia bilang apa, sih?” Javier sudah mulai tertidur. “Ah, terserah dia sama lah. Intinya, aku harus cari cara supaya dia sendiri yang memutuskan kontrak di antara kita berdua.” Jenn pun kembali melihat Javier. Pria itu masih menggunakan sepatu, jas, dan dasi sehingga terpaksa dia melepaskan semua itu lebih dulu. Begitu urusan sepatu selesai, Jenn kini bersiap membukakan dasi. Tapi, baru juga menyentuh dasi itu, Javier mencengkram tangan Jenn kuat-kuat. Jenn terkejut. “Tuan, lepaskan! Anda ini—” “Ayah... kau tidak boleh melakukan itu. Jangan... jangan lakukan itu, aku tidak punya siapapun lagi. Aku mohon... jangan tinggalkan aku...” Jenn pun terdiam mendengar itu. Dia juga melihat bagimana Javier yang nampak gelisah, dan berkeringat dingin. Pria yang selalu berekspresi dingin di hadapannya itu ternyata bisa terlihat sangat ketakutan seperti ini. Je
Pagi itu, setelah Javier bersiap dia langsung pergi ke kantor, meninggalkan Jenn di kamar begitu saja. Jenn sendiri merasa begitu kesal, tapi ingin melampiaskan amarah juga percuma karena orangnya tidak ada lagi di rumah. Tubuhnya remuk redam, kakinya gemetar saat berdiri. “Gila... penyiksaan macam apa ini? Apa makhluk bernama pria itu memang seperti ini? Setiap kali kesal langsung saja menyetubuhi wanita?” Jenn tertatih saat menuju ke kamar mandi. Padahal dia sudah mandi, tapi harus mandi lagi gara-gara Javier. Hari ini, Jenn benar-benar akan terus berada di dalam kamar untuk istirahat. Makan juga akan dia minta dengan pelayan rumah. “Harus memulihkan tenaga,” gumam Jenn. Benar saja, seharian Jenn benar-benar berada di dalam kamar. Makan siang pun menjelang sore. Ia meminta pelayan rumah untuk mengantarkan padanya. Beberapa jam kemudian. Malam itu suasana rumah terasa tenang… hingga suara mobil Javier terdengar memasuki halaman. Anaya yang sudah menunggu
“Kak Jenn!” teriak Anaya yang tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka barusan. “Jadi... jadi kalian berdua bersekongkol untuk menyingkirkan ku?!” Nyonya besar hanya membuang napas, tidak peduli dengan Anaya. Jenn agak terkejut, tapi dia juga tidak banyak bereaksi karena begitu mengatakan itu, Anaya langsung berlari. Entah pergi ke mana, Jenn juga tidak ingin terlalu peduli. Lihatlah... kartu yang berisi uang masih tergeletak di meja, siapa yang tidak mau ambil? Jenn bersiap mengulurkan tangan, tapi belum juga tergapai, Anaya sudah kembali datang. Kali ini membawa Javier. Terpaksa Jenn menarik tangannya, berat hati sekali. “Lihat, kak. Kartu itu masih di meja!” tunjuk Anaya pada kartu itu. Jenn pun menghela napas menahan kesal. Padahal sedikit lagi dia bisa menambah uangnya. “Mereka benar-benar ingin bekerja sama untuk menyingkirkan ku dari rumah ini!”