Beranda / Romansa / Pengantin Pengganti / Bab.2 Privacy yang gagal

Share

Bab.2 Privacy yang gagal

Penulis: Aida Anida
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-28 13:02:06

Tamu undangan resepsi sudah berangsur sepi, Aku gelisah merasa sesak oleh gaun pengantin warna off white yang membalut tubuh sepanjang lima jam ini.

Kulirik Erland yang sedang berdiri, berbincang dengan kawannya. Lelaki itu tidak mengenakan stelan jas, melainkan set pakaian pengantin bergaya maroko dengan atasan model tunik beskap, lengkap dengan kalungan bunga melati.

“Setelah dari sini, bisa nggak kita langsung ke rumah Citraland?” Aku meluncurkan pertanyaan yang membuat Erland mengerutkan kening. Lelaki itu kembali duduk di kursi pelaminan begitu kawannya pamit setelah sebelumnya meminta foto bersama kami.

“Aku ingin cepat istirahat, dari sini langsung ke sana saja,” desakku lagi. Erland tak menjawab, tangannya melambai membalas salam pamit beberapa kerabat yang sudah melangkah menuju pintu keluar ballroom.

“Setidaknya kita pamit dulu ke rumah Om Rudi, sekalian mengambil koper pakaianmu,”

“Please….itu bisa minta antarkan sopir saja?” Aku memohon tak peduli bujukannya.

Saat ini keinginanku hanya segera membersihkan diri lalu mengistirahatkan tubuh dan pikiran ini.

Kamar Pengantin memang disiapkan di kamar Rivana, karena sepupuku itu yang seharusnya bersanding hari ini. Tak minat sama sekali aku pulang ke sana, lagipula aku sedang tak mau berinteraksi dengan siapa pun saat ini.

Tadi malam setelah digelarnya akad nikah, Tante Fifi menceritakan bahwa Erland itu serius dan memang siap berumah tangga, sayangnya Rivana yang dipilihkan sebagai calon istri malah kabur.

Kesiapan Erland bukan hanya memiliki pekerjaan mapan, lelaki itu sudah pula menyediakan hunian yang layak. Kediamannya setelah menikah itu terdiri dari 3 kamar, yang terdiri dari kamar utama, kamar tamu dan kamar untuk ART. Dilengkapi dapur yang nyaman dan taman samping yang teduh. Begitulah kira-kira yang diceritakan adik ayahku itu.

“Baiklah, kita pulang sekarang. Pasang senyummu Lia, setidaknya untuk menghargai kerabat kita , Hmh?” Erland meraih lenganku, menggamit kedalam gandengannya.

“Ishh, kamu tahu? Gaun ini sudah membuatku benar-benar gerah!” tandasku kesal. Kusadari wajah ini memang sudah tak sedap lagi dipandang.

Beberapa pasang mata menyertai langkah kami pergi sambil setengah berbisik-bisik. Mereka yang tersisa di ballroom adalah panitia acara yang terdiri dari keluarga kerabat kami dari kalangan anak muda.

Barangkali mereka mentertawai nasib malangku, atau menginginkan posisiku ini? Huh,Lelaki di sampingku ini memang mampu meluluhkan wanita . Buktinya Rivana awalnya juga bersedia menjadi teman hidup Erland karena tampilan Erland termasuk kategori pria idaman.

Lihat saja, dia tidak mencukur habis jambangnya di hari bersanding ini. Alhasil wajah macho itu melengkapi postur tinggi tegap yang mengkonstruksikan betapa gagahnya lelaki ini.

Perjalanan menuju rumah kami lalui dengan sibuk dalam alam pikir masing-masing. Sesekali kurasakan Erland melirikku tanpa bicara, selebihnya fokus kembali pada kemudi.

“Masuklah, ini sekarang rumahmu.” Erland membukakan pintu mobil begitu tiba di sebuah rumah di Kawasan Perumahan citraland. Kuikuti langkahnya menuju kamar utama yang lumayan luas dengan kamar mandi dalam.

“Aku mandi duluan, Kau masih menunggu koper pakaian untuk ganti kan?” Erland mengucapkan itu sambil melepaskan set pakaian marokonya yang elegan itu. Aku membuang muka mendapati dada bidangnya hanya dilapisi kaos dalam dan… Ah, aku tak sudi menonton pemandangan berikutnya.

“Ini Jubah mandi untukmu, sini kubantu” Eh,

dia malah mendekat lalu tanpa komando tiba-tiba membalik tubuhku. Astaga aku tak sempat mencegah dan justru jadi terdiam begitu menyadari siutasiku sendiri.

Gaun yang kukenakan memiliki bukaan kancing bungkus mungil yang berderet rapat di sepanjang tengah punggung hingga ke pinggang. Mana bisa kubuka sendiri?

Erland melepaskan satu persatu dalam diam dan hanya hembusan napasnya menyapu kudukku. Aduh! Adegan kedekatan seperti ini di luar dugaanku, karuan saja membuatku merinding karena sekarang dia jadi bisa memindai kulit punggungku. Huffff.

Begitu selesai, Erland masuk ke kamar mandi dan aku melangkah cepat keluar menuju kamar tidur tamu. Pintunya tidak terkunci, akan tetapi pemandangan di sana membuatku melongo dengan rasa kecewa. Kamar itu terlihat kosong tidak terdapat perabot ranjang, almari atau kursi pun!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
akhirnya nikah juga..walaupun jadi istri penghanti
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pengantin Pengganti   Bab 85 Aku merindukannya

    Sepulang dari mendampingi kunjungan lapangan, aku jatuh sakit. Keletihan perjalanan darat hari kedua yang menguras tenaga ditambah hari-hari sebelumnya mentalku cukup tertekan setelah mengajukan berkas cerai ke pengadilan agama.Dengan tubuh meriang, aku bahkan tidak bisa melepaskan rindu pada baby Ghaazi. Tante Fifi melarangku langsung menemui putraku, terlebih karena aku baru datang dari daerah. Beliau khawatir masih tersisa penularan virus penyebab pandemi selama dua tahun lalu."Kamu sakit, Al?" Erland yang sore ini mengira baby Ghaazi sudah kubawa pulang ke rumah Citraland, terkejut mendapatiku demam. Aku yang tadinya meringkuk di tempat tidur mau tak mau membuka pintu yang sudah kukunci. Wajah yang pucat dan tubuh berlapis sweater tebal, mendorongnya secara otomatis meletakkan punggung tangan di dahiku."Egha dimana?" Tanyanya menyadari rumah yang sepi."Tante Fifi melarangku singgah untuk membawanya pulang, Mas. Di bandara tadi ak

  • Pengantin Pengganti   Bab.84 Bertemu Merlin lagi

    "Pergi ke Riau dengan bos-CEO? Baguslah, anggap saja kamu sedang healing?" Lontar Rivana tersenyum menggoda. Pagi ini kami bertemu secara tak sengaja. Aku mengantar suster dan baby Ghaazi untuk menginap di tempat orangtua Rivana sampai lusa. Besok ayah dan bunda juga akan datang ke sini menemani cucu mereka."Aku terpaksa diminta ikut, Va. Investor asing perlu penterjemah waktu dialog dengan pihak pemerintah daerah." kilahku berdalih."Nikmati saja, Al. Kurasa Pak Destanto bukan cuma membutuhkanmu di lapangan, tapi dia bermaksud supaya kamu sedikit melupakan perkara perceraian itu." Pungkas Rivana."Ngaco kamu ah, kemarin saja aku ditegur. Disarankan ambil cuti gegara ketahuan melamun?" Sergahku meringis."Haa...itu namanya bos-CEO menaruh perhatian padamu. Peduli dengan yang kamu sedang hadapi, betul gak?!" Rivana mengedipkan sebelah mata. Aku tak menggubrisnya lagi. Bisa jadi apa yang dikatakan Rivana benar, tapi bisa pula keliru. Mana bisa kutebak dengan pasti apa saja dipikiran l

  • Pengantin Pengganti   Bab.83 Menghitung Hari

    Dengan bantuan om Rudi aku memperoleh jasa pengacara untuk mengurus perceraian. Tak memakan waktu lama untuk menyiapkan berkas, kuserahkan lebih lanjutnya pada pengacara untuk mengajukan sidang.Benar kata Restu, pihak keluarga besarku sudah sangat memahami sejak tujuh bulan lalu. Dukungan terutama dari Rivana, juga Kak Ciko yang memberiku semangat dan meyakinkan pasti ada hikmah di balik semua ini.Hari sabtu Erland datang dan kumanfaatkan momen itu untuk bicara dari hati ke hati."Aku minta maaf sekali lagi, Mas. Senin depan berkas perceraian kita sudah diajukan ke pengadilan agama." Kata-kata itu terucap pelan, tapi mampu merenggut denyut jantungku sendiri hingga serasa berhenti.Erland berpaling ke arahku, tatapan matanya berkilat terluka. Tanpa kuduga ia kemudian berjalan mendekat, lalu menarikku dalam pelukan yang kuat."Aku tahu kau tersiksa menjalani rumah tangga kita, Al. Kau berhak mengambil jalan ini untuk merasa lebih bahagia?"Ya, Allah. Kenapa hatiku sangat sakit menerim

  • Pengantin Pengganti   Bab.82 POV Restu Karena Peduli

    Undangan Desta pada acara tahlilan empat puluh hari mendiang bapaknya, mempertemukanku lagi dengan Alia. Walaupun aku mengetahui kepindahannya ke Jakarta sudah hampir dua minggu, tak ada alasan tepat aku pergi menemui Alia. Terlebih ia disibukkan dengan profesi baru di Bthree Group milik teman baikku.Erlan tidak kau undang?" Tanyaku begitu kami bertemu sebelum acara tahlilan berlangsung"Dia tidak bisa datang, kesibukannya mulai padat menjalankan kembali bisnis milik Tyas." Alia tampak berusaha jujur, kedua bola matanya yang indah menghindar dari tatapan ingin tahuku."Aku permisi ke dalam, Res? Di dalam juga ada Rivana" ujarnya sebelum berlalu. "Rivana, putrinya om Rudi?" cegahku penasaran."Iya, suaminya Dipo juga bekerja di Bthree Group." Aku mengangguk paham dan membiarkan Alia berlalu. Nampaknya para wanita dan kerabat dekat keluarga Desta berkumpul di ruang keluarga rumah kediaman ini.Aku terpekur duduk di antara tamu undangan yang berdatangan. Wajah cantik Alia berkelebat.

  • Pengantin Pengganti   Bab.81 Jangan Gamang, Alia

    Tak kukira akan bertemu Restu di pelaksanaan tahlilan, sepupu Erland itu ternyata diundang langsung oleh CEO Destanto."Erlan tidak kau undang?" Tanya Restu."Dia tidak bisa datang, kesibukannya mulai padat menjalankan kembali bisnis milik Tyas." Sahutku sebagaimana kenyataannya. Erland tidak menjanjikan bisa hadir sewaktu kemarin kusampaikan bahwa bu Retno juga mengundang keluargaku ke acara ini. "Sepertinya aku masih sibuk menyelesaikan pekerjaan pada jam itu." Jawaban Erland kuartikan sebagai keengganannya untuk datang.Terlebih tahlilan almarhum Pak Amirudin dilaksanakan ba'da Ashar, sepertinya Erland memilih berkutat di kantornya daripada datang ke sini demi memantaskan hubungan baik semata.Rivana yang datang mewakili keluargaku, dan sekaligus mendampingi suaminya yang juga masuk di panitia kecil.Rangkaian acara pengajian Ayat Suci Alquran dan Dzikir Tahlilan berlangsung tepat waktu dan lancar karena Sholat Asha

  • Pengantin Pengganti   Bab.80 Menjalankan tugas

    "Alia, maaf mengganggumu dihari libur. Kalau ada waktu bisa ketemu dengan ibu ya, ada yang mau dibicarakan hari ini?" Suara di ujung telpon adalah milik CEO Destanto. "Baik Pak, kalau boleh tahu mengenai apa yang akan dibicarakan ini?" Tanyaku penasaran."Rencana tahlilan almarhum bapak tiga hari lagi, kamu bisa datang hari ini atau besok di jam kerja?" "InsyaAllah siang ini, Pak." Kusanggupi permintaannya."Baiklah, terimakasih. Kami tunggu," terdengar nada suara lega. Lalu telpon di tutup menyusul dikirim mapp lokasi kediaman yang nantinya kutuju.Hari masih pukul delapan, di depan rumahku suster membawa baby Ghaazi sarapan, bergabung dengan para tetangga komplek yang penampakannya hanya terlihat di hari minggu. Pada jam segini ada warga yang lalu lalang baru selesai berolah raga pagi, ada pula yang menemani anak bermain sepedaan, atau sekedar bersih-bersih pekarangan. Semua itu menggantikan suasana lenggang yang b

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status