Share

Chapter 6

Author: Peachypie
last update Last Updated: 2024-07-28 19:38:24

"Apa-apaan warna rambut itu?"

Luna langsung memejam mata mendengar suara Marcell yang meninggi. Di kantor memang tidak ada peraturan dilarang mengecat warna rambut. Namun siapa yang tidak pangling dengan penampilan Luna saat ini? Warna blonde terlalu mencolok dari warna rambut sebelumnya.

"Ehehe.. saya perlu mengganti penampilan saya agar tidak bosan." Luna berujar dengan alasan klasik. Berikut melangkahkan kakinya agar sampai di depan meja Marcell.

"Ck.ck..ckk.." Marcell berdecak sembari memegang kepalanya.

Dari penampilan dan raut mukanya, Luna dapat melihat sesuatu telah terjadi. Sesuatu yang buruk pada perusahaan atau apapun kesalahan pekerjaan yang telah merugikan.

Menghembuskan napasnya Marcell berusaha mengabaikan hal tidak penting itu. Tapi bisa-bisanya karyawannya membuat matanya sakit dengan warna rambut seterang itu.

"Silahkan duduk!" perintah Marcell mulai menstabilkan suara dan raut wajahnya.

Luna menurut mengambil duduk di kursi depan meja Marcell.

Pria yang sudah beranjak 38 tahun itu membuka file dari komputernya. File yang menjadi pokok pembahasan pada bawahannya.

"Aku tidak tahu apa hubungan kau dengan Pak Ddevano Wilson, tapi dengan banyaknya saham yang beliau miliki cukup membungkam gerak saya disini." Marcell memulai pembicaraan.

Oh jadi soal keluarga Wilson. Luna paham betul bagaimana pergerakkan keluarga tersebut. Selena menepati ucapannya. Mungkin sebentar lagi Luna akan naik jabatan? Hmm entahlah semoga saja begitu.

"Kau tidak akan naik jabatan," kata Marcell cukup membuat mata Luna membulat. Kenapa bertentangan dengan bayangannya?

"Tetapi 2% saham milik Wilson atas namamu." Marcell melanjutkan yang justru membuat mata Luna semakin melebar. Ini kalau Marcell mengucapkan kalimat mengejutkan lagi mungkin bola mata Luna akan keluar dari kelopaknya.

"Du-dua persen Pak?" tanya Luna tergagap.

Marcell mengangguk. "Ini rahasia. Saya belum bisa menaikan jabatanmu karena pekerjaanmu masih belum kompeten. Terlepas dari kesalahan kemarin, saya tidak bisa gegabah begitu saja menaikkan jabatanmu. Kepemilikan saham 2% atas namamu juga mungkin dapat membantumu saat terjadi sesuatu nanti."

Luna mengernyitkan keningnya. "Sesuatu?"

Marcell mengedikkan bahu. "Kita tidak akan pernah tahu apa yang terjadi selanjutnya."

Luna terdiam. Pak Marcell benar, jika hanya naik jabatan ketika pekerjaan Luna belum maksimal mungkin akan menghambat kemajuan Perusahaan. Dan dengan adanya saham atas nama dirinya akan menjaga Luna tetap bekerja di Bellagas

******

New messages

Aiden <3

Luna melirik ponselnya yang berada tak jauh dari komputer. Melihat nama Aiden muncul pada layar locksreen, membuatnya langsung mengambil ponsel untuk membuka pesan.

From : Aiden <3

Hai, bagaimana pekerjaanmu?

Aku mengirimkan makan siang ke rumah sakit. Semoga kau suka.

Sontak kedua mata Luna langsung melotot dan ia memekik nyaring membuat beberapa pasang mata melirik ke sumber suara. "HAHH!" Luna menutup mulutnya menyadari jika suaranya terlalu keras. Ini belum jam istirahat dan pekerjaan sedang menumpuk-menumpuknya.

Luna berdeham, beranjak dari kursi dan keluar dari ruangan. Gadis itu segera menelepon Selena. Tapi sudah ketiga kali tetap tidak terdengar jawaban. Selena pasti sedang sibuk.

Kaki Luna melangkah kesana kemari, membuat cleaning service yang sedang bertugas menatapnya diam. Karena, ayolah! area yang Luna tempati sebenarnya mau dipel dulu.

"Hallo? Selena apa kau sibuk?" tanya Luna langsung begitu sambungan terjawab oleh Selena.

"Ah iya, aku baru istirahat. Ada apa?" tanya Selena balik. Dari suaranya Luna dapat menilai perempuan itu sedikit kelelahan.

"Aiden mengirimkan pesan padaku, dia mengirim makanan ke rumah sakit. Harus bagaimana ini? Apa aku perlu kesana? atau aku mengatakan sedang sibuk tidak bisa diganggu??" Luna mendadak panik dan kembali berjalan mondar mandir dengan ponsel di telinga.

Tidakkah dia menyadari ada cleaning service yang sedang menunggunya beranjak dari tempat? Pemuda tersebut menghela nafas dengan tongkat pel di samping tubuhnya.

"Luna tenanglah dulu. Ambil nafas keluarkan.."

Luna mengikuti intruksi Selena. Yang ia rasakan berikutnya adalah tenang dan ya dia melangkah menjauh dari depan toilet. Lebih baik Luna ke taman mencari udara segar sekalian.

Kepergian Luna pun menjadi nafas lega untuk cleaning service yang sudah menunggunya untuk pergi.

"Ya menurutmu bagaimana?" tanya Luna lagi setelah dirinya sudah ada di luar kantor.

"Dia hanya mengirimkannya kan? dia yang mengirim sendiri atau pakai jasa pengantaran?" tanya Selena yang kini membuat Luna semakin berpikir kritis. Benar juga. Itu masalah sepele dia tidak perlu sepanik tadi.

"Hmm coba ku tanya dulu." Dengan begitu Luna lantas kembali membuka pesan dari Aiden. Tapi tak menutup sambungan teleponnya dengan Selena juga.

Heels yang Luna kenakan mengetuk-ketuk pada lantai. Dua menit berikutnya ponselnya berdenting memunculkan notifikasi pesan baru.

"Kurir yang mengantarnya. Huftt untung saja," kata Luna membaca pesan dari Aiden.

"Tuhkan, tidak perlu sepanik tadi. Tapi tak apa terima kasih telah memberitahuku. Suruh dia antar ke lobi saja pada resepsionis nanti aku yang akan mengambilnya." Selena berpesan.

Meski Selena tak dapat melihat namun Luna tetap mengangguk. "Itu kau makan saja tidak apa-apa. Aku akan pergi makan siang dengan teman kantorku nanti."

"Baiklah terima kasih Luna. Tetap berhati-hati yaa, lepas lanyardmu nanti ketika keluar kantor. Untuk berjaga-jaga saja, kau tidak tahu akan bertemu siapa saja nanti di luar."

"Iya Selena. Terima kasih sudah mengingatkan. Aku tutup dulu," ucap Luna mengakhiri sambungan telepon.

Lantas gadis itu kembali ke ruangan kerjanya. Mengerjakan pekerjaan yang sempat tertunda dan merencanakan makan siang dengan Kai dan Hana.

******

Audi, menyesap rokok terakhirnya dengan tenang. Pemandangan dari kediaman keluarga Wilson cukup memuaskan. Mansion yang dibangun di daerah perbukitan itu berhasil memanjakan mata para penghuninya.

Brianna datang, mengambil duduk di kursi samping Audi kakaknya. "Kau minum terlalu banyak," komentar Brianna kala melihat dua botol anggur yang sudah kosong di atas meja.

Audi tersenyum miring di sela kegiatan merokoknya. Tatapan mata wanita itu masih tak teralih dari pemandangan pegunungan yang hijau dan asri.

"Perubahan pembagian warisan kemarin cukup memusingkan," ujar Audi membahas hal lain. Jujur hal tersebut cukup menganggu ketenangannya akhir-akhir ini. Apalagi kala mendengar anak Brianna yang berulah dengan hamil di luar pernikahan.

"Aku tahu ini menjadi sulit semenjak Selena tidak jadi menikah dengan anak Andreas Ellworth." Menghela nafas Brianna jadi ikut menuang anggur yang masih tersisa pada gelas bekas milik Audi. "Anak itu benar-benar tidak tahu diuntung," kesalnya mengumpati anaknya sendiri.

"Kita kehilangan 2% saham di Bellagas. Juga uang yang begitu lumayan untuk hadiah gadis miskin itu." Audi menambahi kekesalannya.

Ketahuilah tidak ada keluarga yang harmonis ramah dan saling support pada keluarga konglomerat seperti mereka. Yang ada hanyalah saling berebut, kedekatan yang sarkas, dan tidak sungkan membahas keserakahan.

Tampak menakutkan. Mungkin mereka bisa melakukan apapun yang telah merusak rencana mereka.

"Jangan lupakan biaya identitas baru padanya," ujar Brianna mengingatkan. Wanita itu sampai tak bisa mempublikasikan anak tunggalnya pada rekan bisnis atau teman-teman sosialitanya.

Selena memang tidak pernah terpublish sebelumnya, perempuan itu sibuk belajar dan berdiam diri di rumah.

Jadi semoga rencana keluarga Wilson mengelabuhi keluarga Ellworth akan berhasil.

Audi berdecak, sangat disayangkan. "Selena bisa saja menggugurkan anak itu."

Brianna melirik sekilas. "Kita sudah pernah membahasnya. Aiden pasti juga tidak akan sudi menikahi gadis yang sudah tidak perawan. Menyerahkan Selena hanya akan mempermalukan keluarga."

Pembicaraan mereka terhenti begitu salah satu asisten rumah tangga datang mendekat. Mendudukkan diri pada rumput dan menghadap pada kedua nyonya besar Wilson.

"Mohon maaf sebelumnya, nyonya Giselle dari keluarga Ellworth telah tiba." Begitu pemberitahuannya yang lantas membuat Audi langsung mematikan putung rokok. Tentu ia perlu menggosok gigi dulu dan mengganti pakaiannya juga.

Brianna berdeham meletakkan lagi gelas berisi anggur yang belum sempat ia teguk. Wanita itu segera beranjak dari kursi taman. Menegakkan diri untuk menjaga wibawa karena akan berhadapan dengan calon besannya. 

******

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengantin Pengganti   Chapter 100

    Luna melepas pelukannya, ia menatap Aiden dalam diam lalu membawanya keluar ruangan. "Mau ke mana?" tanya Aiden dengan langkah yang terus mengikuti Luna. Setelah berada di taman belakang, barulah Luna berhenti. "Aku punya ide." Luna lalu duduk dan menarik tangan Aiden untuk duduk juga. "Apa itu?""Bagaimana jika aku meninggalkanmu?" Aiden langsung berdecak tidak suka dengan pertanyaan itu. "Mau ke mana lagi? jangan coba-coba untuk meninggalkanku Luna.""Ini hanya sebuah ide. Jika aku selalu dijadikan tawanan untuk Robert atau entah nanti siapapun itu karena mereka tahu aku adalah kelemahanmu. Bagaimana jika kita berpura-pura berpisah saja. Jadi ada atau tidaknya aku di hidupmu itu tidak akan membuatmu lemah." Luna menjelaskan. Tapi melihat raut tidak suka Aiden membuatnya harus meyakinkan laki-laki itu. Luna mengambil tangan Aiden dan menggenggamnya. "Kita harus menyelesaikan ini. Dan kita harus menang."Aiden hanya diam sembari menatap pada kedua mata Luna. Semua yang dikatakan

  • Pengantin Pengganti   Chapter 99

    Luna sedang menyusui Aaron begitu Aiden datang. Wajahnya langsung berseri melihat putra mereka yang sedang minum. Sebelum melepas jasnya, Aiden mendekat untuk mencium puncak kepala Aaron lalu berganti mencium pipi Luna. Ia sangat adil untuk hal ini. Luna tidak banyak berkomentar, ia hanya tersenyum dan ekor matanya melihat ke arah Aiden yang masuk ke kamar mandi. Dalam hati banyak menyesali kenapa dirinya mudah diperdaya hingga menyakiti banyak orang. Mungkin saja jika sedari awal tidak menerima tawaran Selena hidupnya akan damai, walau hidup tanpa kekasih akibat diputuskan waktu itu. Tidak masalah, laki-laki bukanlah satu-satunya tujuan hidup bukan?Tapi tidak boleh berpikir begitu, sekarang sudah ada Aiden yang rela melakukan apapun untuknya. Ia akan aman.Bertepatan dengan Aaron yang sudah memejamkan mata, Aiden keluar dari kamar mandi dengan aroma sabun yang menguar. "Sudah tidur?" tanya Aiden dengan suara pelan. Luna mengangguk. Aiden membuka lemari dengan perlahan takut j

  • Pengantin Pengganti   Chapter 98

    Tidak ada yang menduga bahwa kegiatan panas mereka ternyata menjadi sebuah ancaman untuk Aiden. Entah mendapat dari mana namun kini Luna telah menodong pistol yang sontak membuat Aiden langsung mundur ke belakang.Kedua alisnya menyatu menjauh dari tubuh Luna.Istrinya itu dengan wajah yang masih memerah akibat gairah, juga deru napas yang belum teratur memegang pistol dengan erat."What happen Luna?" Tanya Aiden terbata dengan kebingungan.Itu bukan pistol bohongan. Aiden mengenali nomor seri pada emboss pada bagian sampingnya. Dimana Luna mendapatkan itu?Aiden sudah memastikannya sendiri bahwa nama Luna bersih. Benar-benar bersih bukan merupakan agen intel, seorang tangan kanan mafia, atau sebagainya itu. Lagipula yang kini Aiden bingungkan hanyalah, apa yang sedang terjadi sekarang.Tapi melihat mata Luna berkaca dengan wajah yang sok dikuatkan itu membuat Aiden mengerti sesuatu."Siapa yang menyuruhmu?" Tanya Aiden lembut ia bergerak ke samping kasur dan duduk dengan tenang meski

  • Pengantin Pengganti   Chapter 97

    Luna kembali bersama Aiden. Ia pulang ke Seoul duduk di samping suaminya. Jong Min masih di Jeju. Sengaja menambah masa liburannya dan Giselle telah membantu Jong Min untuk membawa Krystal ke sana melancarkan lamaran yang Jong Min rencanakan. Tidak butuh waktu lama mereka sudah mendarat di Incheon Airport. Giselle sangat senang mendorong troli bayi dimana Baby A tertidur disana.Luna dan Aiden saling bertaut tangan menyembuhkan rasa rindu. Ngomong-ngomong Aiden sudah menyiapkan nama untuk anaknya. Aaron Santana Ellworth. Kata Luna anak mereka lahir sebelum natal tepat ketika salju turun. Entah kenapa nama itu yang terpikirkan dalam kepala Aiden. Tapi jika melihat bayinya, kulit seputih salju itu cocok dengan nama tersebut. Luna tersenyum kala kedua pandangan Aiden terus memandangi troli yang Giselle dorong. Mertuanya itu langkahnya lebih dulu ada di depan mereka. "Terima kasih," kata Aiden sedikit mendekatkan dirinya pada Luna agar terdengar. "Terima kasih untuk apa?" tanya Luna

  • Pengantin Pengganti   Chapter 96

    "Maaf aku terlambat, sesuatu yang hectic terjadi tadi haha.." Aiden terkejut. Ia diam memandang Luna dengan balutan gaun putih berbahan tipis itu. Begitu juga Giselle yang tidak mampu berkata apapun. Memastikan lagi apakah ia salah lihat atau bagaimana. "Luna?" Aiden mencoba menyebutkan nama itu. Barangkali ia salah orang akibat terlalu lama memikirkan istrinya. Tapi perempuan yang ia sebut Luna itu juga terkejut. Suasana menjadi hening untuk beberapa saat dan Jong Min menebak apa yang sedang terjadi. "Kalian saling mengenal?" tanya Jong Min dengan raut cerianya. Kebetulan yang membahagiakan bukan? orang yang kau kenal mengenal teman barumu. Aiden beranjak dari duduknya mengabaikan pertanyaan Jong Min. Ia menatap Luna untuk beberapa saat. Bagaimana mata itu kembali menatapnya. "I found you," lirih Aiden langsung menarik tangan Luna membawanya pergi dari meja. Ada banyak yang harus mereka obrolkan secara empat mata. Giselle yang melihat kepergian mereka hanya dapat berdoa semog

  • Pengantin Pengganti   Chapter 95

    Senyum Jong Min merekah melihat Aiden berjalan ke arahnya. Tamu yang ia tunggu tunggu datang juga. "Sudah lama menunggu?" tanya Aiden juga tersenyum. "Tidak begitu, aku baru datang juga. Ibumu?" Jong Min beralih pada wanita di samping Aiden. Aiden mengangguk memperkenalkan Ibunya pada Jong Min. "Bu ini Jong Min dia sempat menolongku waktu itu."Senyum Giselle merekah. Entah bantuan apa yang Jong Min lakukan pada Aiden, tapi itu sudah menjadi hal baik baginya. Tidak semua orang saling membantu ketika belum mengenal bukan?"Giselle," ucap Giselle memperkenalkan namanya. "Aku Jong Min. Sangat disayangkan, kau lebih cocok menjadi kakak Aiden daripada Ibu." Jong Min memuji wajah Giselle yang tampak awet muda. Mendengar itu Giselle jadi tertawa renyah. Ia suka sebuah pujian. Mereka pun segera duduk pada kursi yang telah disediakan. Di atas meja telah terhidang beberapa makanan yang baru saja tiba ketika mereka sedang asik berkenalan tadi. Pada sela makan malam, Giselle bertanya-tanya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status