Selamat membaca.
Informasi yang Almosa dapatkan langsung ia sampaikan pada sang raja, dengan detail."Jadi apakah kita harus menangkap gadis itu karena melanggar territory? Almosa?" saran Darka pada Almosa yang sedang menundukkan kepalanya. "Tetapi Almosa, kita bukanlah pihak yang rugikan. Bangsa Pilatasus dari hutan pinuslah yang harus melapor, karena mereka yang dirugikan.""Tapi yang mulia, mereka tak melaporkan apapun selama lebih dari 20 tahun terakhir. Di hitung semenjak Emabell lahir.""Kalau begitu biarkan saja, dia mati ataupun tidak. Bukanlah urusan saya!" ungkap Darka dengan kejamnya."Tapi yang mulia....""Kamu tidak terlihat seperti Almosa yang kukenal?" sambung Darka.Kali ini Almosa terdiam. Benar, selama melayani Darka. Perasaan seperti ini tak pernah ada, bukan cinta. Tapi rasa penasaran, dan juga rasa untuk menolong dan melindungi. Entah mengapa, Emabell membuat rasa penasaran tergerak. Seolah ada magnet pada diri Emabell."Baik yang mulia, hamba mengerti!"Darka jelas melihat sikap Almosa yang berubah. "Tapi jika kamu benar-benar berpikir kehadiran Emabell adalah ancaman. Maka bawalah dia sebagai perwakilan Clossiana Frigga dalam pertemuan umum nanti!"Tawaran yang membuat kepala Almosa kembali terangkat naik. "Yang mulia Anda...""Lalu bawalah dia di hadapanku, jika memang bukan bagian dari Erydra. Maka dengan senang hati akan ku berikan kematian padanya!""Hamba mengerti!" Panit Almosa kemudian. Berpapasan dengan Kafkan yang ternyata telah mendengar pembicaraan raja dan Almosa barusan.Jika Almosa adalah tangan kanan, maka Kafkan adalah sayap Darka. Dia sering sebut sebagai jendral of war, karena kecintaannya dalam berperang. Sikapnya sedikit tak sopan, tetapi penuh perhatian. Berbeda dengan Almosa yang selalu berbicara tuan dan bawahan pada raja. Kafkan justru bersikap sebagai teman bagi Darka."Jadi gadis mana yang membuatmu tertarik, sampai-sampai, beberapa kali membantah keputusan raja?" tanya Kafkan dengan senyuman smirknya. Melihat Almosa yang begitu berbeda. "Almosa?!"Almosa diam tak protes pada sindiran Kafkan padanya."Dia, hanya sedikit berbeda. Kafkan!" ujar Almosa dingin, sebelum berjalan meninggalkan ruangan tersebut. Menunduk singkat pada sang raja.Darka—Dia, hanya menganggap ini senagai hal biasa saja. Karena semua orang kepercayaan yang bisa keluar masuk istana, memang tak akrap sejak dulu. Tetapi mereka jelas setia.Tampan dan berani, Kafkan namanya. Dia—Kafkan menundukan kepalanya singkat pada sang raja Darkan."Jadi yang mulia siapa itu Emabell? Dan mengapa Almosa sangat tertarik padanya? Tahanan barukah?"Sedang Darka yang sudah tahu sikap Kafkan hanya diam saja, sebelum beranjak dari singgahsananya menuju ke arah jendela.Dengan senyuman dari sudut bibirnya. Darka bergumam. "Kita lihat saja nanti, akan jadi seperti apakah Emabell nantinya!"Sedang Kafkan hanya menautkan kedua keningnya bingung dengan sikap Rajanya—padahal. Ia baru saja bingung dengan Almosa. "Ada apa dengan kalian?!"***Clossiana Frigga.Malam belum berakhir, tetapi aku masih tak ingin pulang. Jadi jembatan besar adalah tujuan terakhirku, tempat yang kini tak digunakan lagi. Dan hanya seperti milik aku dan Nike, karena hanya kami yang berani datang ke jembatan ini.Membuang nafasku kasar, aku kembali menatap ke arah gunung yang gelap. Dengan awan yang lewat begitu saja. "Bahkan dari sini, kamu masih saja terlihat sangat jelas. Istana, juga roh penghuninya! Mataku memang special ya!" pujiku pada mataku, tersenyum pilu sedirian.Sama seperti biasanya, aku melihat sosok itu lagi. Anehnya aku tak takut saat melihatnya, tapi saat bercerita pada orang lain. Aku jadi merinding.Tersenyum, ku bungkukan badanku padanya. Karena berpikir ia adalah roh raja. Sebelum pergi dari tempat tersebut dengan perasaan kacau balau.***Di sana, pria yang menatap ke arah Clossiana Frigga. Tak lain adalah Darka Askalar lll sendiri, sang raja yang sempat meragukan Almosa."Jadi, namamu Emabell. Menarik!" gumam Darka dengan suara seraknya. Tersenyum sinis, sebelum ingatan akan ucapan Alnosa lewat—'dia sakit!' Hal yang membuat Darka sadar kalau salam itu, adalah salam terakhir. "Untukku!" sambung Darka membatin.Bersambung....Selamat membaca. "Clossiana Frigga!" sebut Kafkan, sembari menutup matanya. Menghirup aroma pedesaan, yang kaya akan danging manudia dan darah manusia yang begitu lekat dirasakannya. Dari bawah gunung batu, perbatasan Clossiana Frigga dan wilayah kerajaan utara. Ia membuka matanya. Lalu berkata. "Haruskah ku bakar saja Desa ini, agar gadis itu keluar dari persembunyiannya?"Pikiran yang mungkin akan membuat Darka dan Almosa murka. Karena kalau sampai gadis itu tak selamat, maka ia juga sudah di pastikan tak selamat. Kafkan hanya bisa mendengus pasrah. Sebelum suara tawa lembut menyambut. ***Beberapa saat sebelumnya.Aku Emabell, menyatakan kalau aku bukanlah orang yang sedang sakit parah sampai keluar pun tidak boleh. Lalu, dengan kesalnya aku keluar alias melarikan diri dari rumah dengan secarik surat yang ku letakan di atas meja. Isinya: "jangan ganggu aku!"Singkat padat dan jelas, harusnya cukup untuk membuat ayah dan ibu tak mencariku. Kali ini. "Maaf Nike!" aku tahu, kalau
Selamat membaca. "Bukankah memaafkan orang itu baik?" tanya Kafkan balik. Itu membuat Emabell berpikir. "Kan?" desak Kafkan , ingin Emabell setuju. "Benar!" jawab Emabell. Sontak Kafkan langsung menjentikan jarinya bangga, merasa pintar dibandingkan siapapun di dunia ini. "Itu dia maksud saya!""Kalau begitu Emabell minta maaf ya.""Tidak mau!" balas Kafkan dengan senyuman liciknya. Sedang Almosa hanya bisa menggelengkan kepalanya, pada tingkah keduanya. Memilih diam, dan menikmati suara Emabell dalam diam yang baginya sangatlah unik. "Kenapa kamu sangat menyebalkan sebagai seorang laki-laki?" "Aku belajar banyak dari manusia yang sedang mengoceh, di depanku saat ini!" Ledek Kafkan sembari menggeleng-gelengkan kepalanya pada Emabell. Kafkan merasakan Energi berwarna dan indah dari dalam diri Emabell. Saat gadis itu meresponnya sedari tadi. "EMABELLL!"***Suara memanggil namaku lagi. Seperti suara Nike yang panik. "Aku harus pergi!" Pamitku pada mereka. Tak bisa terus-terus
Selamat membaca. "Emabell, sama seperti kamu membantu saya. Saya juga akan membantu kamu Emabell," kata sang tabib. Dia masih muda, tabib kesayangannya Clossiana itu sudah seperti kakak bagiku. Tapi kali ini, ia tak bisa memabntuku. Lantas, aku menundukan kepalaku. Menatap buram ke arah lantai, menahan rasa sakit di hatiku. "Emabell!""Tapi kamu tidak bisa membantuku Tara!" ujarku padanya senbari menatapnya dengan senyuman penuh pilu. Sedang Tara, sang tabib menatapku sendu. Tak percaya kalau aku akan mengatakan hal itu. Lantas. Tara pun mengangguk-anggukan kepalanya dengan rahang yang mengeras, tangannya juga mengepal dengan kuatnya. "Kamu benar, kakakmu ini. Memang tidak bisa menjadi hebat dari seorang Emabell, jadi tolong sembuhlah!"***Permintaan di sertai isakkan yang terdengar sampai di luar, hanya bisa membuat sang ayah menghembuskan nafasnya kasar karena tak bisa berbuat banyak untuk putrinya yang sedang sakit. Diam, membiarkan Seanoasa Tarascyna. Berbicara sebagai ka
Selamat membaca. Saat hampir pagi, aku terbangun dari tidurku. Lalu berjalan turun melewati anak tangga kayu dengan cepat. "Hati-hati nanti..."Brukkk! 'Awww' ya, karena tidak hati-hati dan terlalu terburu-buru, serta ceroboh. Jadi aku jatuh mencium lantai rumah bibi Anne, lagi! Dan seperti biasa kakiku terluka, namun kali ini cukup menyakitkan. Bibi Anne mengobatiku. "Makanya hati-hati kalau menuruni tangga, sekarang berdarah kan!"Tapi aku hanya terkekeh. "Maaf, dan, terima kasih." Setelah di perban, aku bangkit dari dudukku. Lalu berjalan ke arah cermin lama yang terlihat retak, sampai-sampai wajahku menjadi tiga bayang. Tapi masih bisa dipakai. Dan ya. Mataku tidak bengkak, tidak merah lagi. Dan itulah yang membuat aku takut juga suka saat tinggal di rumah bibi Anne, sebab aku kembali menjadi Emabell yang ceria. "Bibi, aku pulang dulu ya. Sampai jumpa, aku mencintaimu bibi!""Hati-hati...."Bukh! Dan lagi. Kepalaku menjedot pintu yang ternyata belum terbuka. Semua karena a
Hatiku sakit saat harus meninggalkan mereka. Tetapi aku harus pergi, aku harus sembuh, aku harus jadi lebih sehat. ***Suara kereta kuda terdengar beriringan memasuki istana hitam. Setiap kereta, diberikan tanda wilayah masing-masing. Setiap perwakilan keluar dari kereta kuda masing-masing. King Herdian Laskaris, dari kerajaan Rulyria bagian barat. King Desadan Sider, dari kerajaan Irlanga bagian selatan. Kemudian, King Nesesbula Safalis dari kerajaan Gratarus, bagian Timur. Giri dari kerajaan Pilatasus, hutan pinus. Dan Emabell dari Clossiana Frigga. Aku tak meminta kalian menghafal nama mereka. Tetapi kalian bisa menandai Nesesbula Safalis, sebagai raja yang kurang menyukai kepemimpinan Raja utama Elydra. "Salam."Kafkan menyambut dengan hormat, mempersilahkan semua utusan untuk masuk ke dalam ruangan rapat tentang Territory. Duduk di tempt masing-masing, dan Emabell berada dipaling jauh dari kursi Raja utama. Almosa masuk. Sebagai perwakilan dari utara. Mengantikan Darka. Tan
Selamat membaca. Pingsan karena serangan penyakit sialanku itu kambuh. Aku akhirnya bisa membuka mataku, meski rasanya begitu berat. Namun…. DEG! Mataku malah membelak, terkejut saat melihat pria asing sedang berada di atasku. "Tenanglah!" Suara, dan tatapan pria itu serta Energi kelam keluar dari tubuhnya. Yang mengartikan kalau pria itu berbahaya! Itu yang otakku peringatkan. Mata kami terus bertemu, sampai ia mengigit lengannya sendiri. Itu membuat mataku semakin terbuka. "Baginda!" ujarku. Sadar. Aku mencoba untuk menghindar dari ranjang. Tapi…."Ku bilang tenanglah!"Pria yang tak lain adalah King Darka itu sendiri. Menarik bahuku, menahanku tetap di tempat semula—aku ingin menangis. Siapapun tolong aku! "Buka mulutmu!" titahnya. Aku mengeleng dengan sangat cepat. Aku ingin sembuh, tapi ini tidak benar. Aku ketakutan—aku menarik kembali keinginanku. "Emabell!"Tiba-tiba…."AKHHH!" Aku meringis saat ia mengingit leherku. "Ba-baginda…" Aku mendorongnya. Tetap menutup mulutku
Selamat membaca. "Jangan menentangku Emabell!"Srekkk! Tiba-tiba saja pakaian yang ada di tubuhku robek dengan sendirinya. Dan dia—baginda melesat mendekat ke arahku, mencium bibirku dengan kasarnya. Dan yang bisa kulakukan adalah menangis, bahkan tubuhku sendiri bahkan tak bisa menahan cekalan tangannya yang begitu kuat. Mengunciku erat-erat. "Baginda…hiks! Ini salah!"Tetapi ia tak menghiraukanku. Menikmatiku sesuka yang ia inginkan, menunjukan kekuasaannya sebagai seorang Raja utama di dunia ini padaku. 'Ahhh!' tanpa sadar aku menikmatinya, dan itu menjadi titik kesalahanku—dimana raja Darka, meminta lebih. Aku menggelengkan kepalaku dengan cepat. Menahan tangan kokohnya, yang akan melepas setiap pakaiannya dihadapanku. Aku masih cukup waras. "Kau, menolakku lagi hmmm?" ia berbisik ditelingaku—meremas buah dadaku dengan kuat, sebelum ia memasukan Ereksinya pada tubuhku. "Katakan lagi…."Dan saat itu aku terdiam, tak menentangnya lagi. ***Setelah semua berakhir, dan aku me
Selamat membaca. "Kau tahu itu rencana kami?" tanya Kafkan. Ia memegang bahuku menatapku penuh selidik. "Emabell, mungkinkah kamu bukan manusia?!"Pertanyaan Kafkan membuatku sakit hati. Setelah melihat semua yang terjadi padaku karena ulah Rajanya. Dan ia masih berkata kalau aku bukan manusia?! Hiksss….Aku akhirnya hanya bisa menangis. Ini bukan karena aku lemah, hanya saja aku yang terlalu terbawa perasaan. ***Di sisi lain. Damor kembali dari pengintaian kelompok pengkhianat raja dari tidur—semua karena nama dari 'Emabell'***Di istana. BRAKKK! "UKHHH…"Aku tak bisa bernafas, karena orang asing yang bahkan tak ku kenal tiba-tiba saja datang dan langsung mencekik leherku dengan kuatnya. "Tolong…"Aku cinta hidup. Namun tubuhku semakin naik ke atas tembok. Rasanya seperti digantung hidup-hidup. "Ma-nu-sia! Kau tidak layak ada di istana ini!" seringainya. Berucap seperti iblis yang akan segera menelanku dari gelapnya netra matanya. "Aku akan…"Namun sebuah tangan menahannya.