Share

Cunning Ella

“Bagaimana?” tanya Ella dengan kedua tangan terlipat di depan dadanya. “Apa kata James?”

Lucas kembali memasukkan ponselnya, kemudian mengangguk hormat pada Ella. “Tuan James mengizinkan Nona pergi bersama Nona Grace, tapi dengan syarat.”

“Oh, ayolah! Kali ini aku tidak akan pergi ke rumah Oscar. Aku sudah tidak ada urusan dengan pria kurang ajar itu. Kalian tenang saja, ok? Aku hanya pergi ke mal membeli baju untuk acara halloween di kampus.”

“Maaf, Nona. Ini adalah syarat—”

“Ya sudah! Katakan cepat, apa syarat dari si Tua James!” kesal Ella.

“Anda harus ditemani oleh pengawal, lalu—”

“Hanya satu di antara kalian! Kalau lebih dari itu, aku akan melakukan hal yang lebih gila dari kemarin!”

Lucas mengangguk. “Tidak masalah. Tuan James memang menyarankan salah satu dari kami, yakni Max.”

“Max?” Ella melirik Max yang sedang bersandar di motor Ducati. “Bagaimana kalau kau saja?”

Lucas menggeleng. “Max atau tidak sama sekali.”

Baru saja Ella akan berteriak kesal pada Lucas, sebuah mobil Bugatti hitam berhenti di sebelah Ella dan Lucas. Kaca di bagian kemudi terbuka dan Ella memutar matanya malas saat tahu siapa yang ada di balik kemudi. Prince Loshen tersenyum menyapanya.

“Butuh tumpangan?”

Ella membuang muka, tak mengacuhkan Prince. Kemudian menggamit lengan Grace menuju mobilnya. Namun, langkahnya dicekal oleh Prince yang berdiri di hadapannya.

“Ayolah!”

“Kau lupa siapa dirimu? Siapa diriku?”

“Oh, ayolah! Itu urusan orang tua kita. Kenapa kita harus mengikuti jejak mereka untuk saling membenci? Aku lelah dengan semua drama di keluarga kita, kau sendiri tidak lelah?”

Ella terdiam mendengar kalimat Prince. Tidak ada yang salah dengan setiap katanya. Ella sendiri juga sudah muak dengan perseteruan antar keluarga-keluarga kaya di Softucker ini. Namun, Ella lebih muak lagi dengan slentingan rencana yang didengarnya kemarin. Para keluarga berkuasa di Softucker berencana melanggengkan kuasa mereka, dengan menyatukan keluarga melalui pernikahan anak-anak mereka. Itu sungguh menjijikan!

“Aku lelah, tapi kau lupa apa yang kubilang tadi pagi? Aku tidak mau mengikuti keinginan menjijikan para sosiopat itu!”

Ella berbalik dan langsung masuk ke mobil Grace. Keduanya kemudian melaju menuju Softmall, salah satu mal milik keluarga Softucker.

“Kau bisa bayangkan apa yang akan terjadi di Rotterfort jika kalian menikah?” kekeh Grace. “Kau tidak perlu bekerja seumur hidupmu lagi. Cukup duduk manis bersamaku di salon kecantikan untuk menghabiskan uang Prince.”

“Kau saja yang menikah dengannya,” kesal Ella. “Sudahlah tidak usah membicarakan tentang hal itu, membuat suasana hatiku buruk saja! Lebih baik sekarang kita pikirkan konsep apa yang mau kita pakai untuk pesta Halloween nanti.”

“Hm, tahun lalu kita menjadi putri, kan? Bagaimana kalau tahun ini sebagai malaikat?”

“Ah, itu hanya untuk anak kecil. Aku ingin yang lebih menantang, seksi, dan nakal.”

“Kalau begitu, pakai saja bikini!”

Ella memukul lengan Grace yang masih tertawa mengejek idenya. Tidak berapa lama kemudian, mereka sudah sampai di mal.

“Kau tunggu di sini!” perintah Ella pada Max.

“Bukan seperti itu perintah Tuan James.”

“James! James! James! Aku muak dengan semua peraturan James!” teriak Ella. “Max! Di sini tidak ada James, jadi kau tidak perlu mengikutiku terus-menerus! Lagipula aku bersama Grace.”

Max bergeming, semakin membuat Ella kesal dan ingin menjambak rambut Max.

“Tunggu di sini!”

Max menggeleng.

“Ella, sudahlah. Biarkan dia ikut.”

“Aku tidak mau menarik perhatian di dalam sana, Grace! Apa yang akan dipikirkan orang-orang jika melihat diriku yang cantik ini harus berjalan bersama anjing jalanan yang kumuh seperti dia.”

Grace menghela napas. “Max, kau bisa menunggu di sini. Tidak akan hal buruk yang akan terjadi pada Ella di sini. Ini tempat umum. Lagipula mal ini milik keluarganya.”

Max masih menggeleng.

“Wah, ternyata kau lebih bodoh dari anjing ya? Bahkan anjing saja mengerti bahasa manusia, tapi kau begitu keras kepala—Hey! Apa yang kau lakukan! Turunkan aku!”

Ella berteriak kesal dan memberontak dalam gendongan Max. Pria itu tiba-tiba saja memanggul Ella di pundaknya dan membawanya ke mobil.

“Turunkan aku!”

“Lebih baik kita pulang, kalau Nona masih tidak mau menuruti perintah Tuan James.”

“Baiklah! Baiklah! Kau boleh ikut!”

Mendengar jawaban Ella, Max langsung menurunkan Ella dari gendongannya. Lalu gadis itu menampar pipi Max.

“Kurang ajar! Berani sekali kau menyentuhku!” geram Ella, lalu melangkah pergi bersama Grace.

Selama berbelanja, Ella sama sekali tak mengacuhkan keberadaan Max. Bahkan saat Grace iseng meminta pendapat pada Max, Ella memilih langsung ke toko lainnya.

“Bawa!” perintah Ella. “Setidaknya kau harus berguna, tidak hanya mengekoriku,” ujar Ella lagi, seraya menyerahkan tiga kantong belanja pada Max.

Tanpa banyak bicara, Max mengambil kantong belanja itu. Apakah Ella berhenti sampai di situ? Tentu saja tidak! Ella masih melanjutkan acara berbelanjanya dari satu toko ke toko lain. Bahkan gadis itu membeli barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkannya. Dia sengaja melakukan hal itu, untuk memberi Max pelajaran. Terbukti tidak sampai setengah jam kemudian, dua lengan berotot milik Max sudah penuh dengan kantong belanjaan.

“Max, apa aku terlihat cantik memakai ini?”

Ella yang sedang di dalam kamar ganti, langsung melongok keluar untuk melihat apa yang sedang dilakukan Grace dan Max. Grace sedang sibuk menempelkan potongan lingerie di tubuhnya, bergerak genit di depan Max, sambil sesekali mengedipkan matanya untuk menggoda Max. Sedangkan pria itu, masih dengan wajah datar tanpa ekspresinya, duduk di kursi dan hanya menatap Grace tanpa ingin merespon.

Ella memutar matanya malas melihat tingkah sahabatnya itu. Tapi tidak bisa dipungkiri, diam-diam Ella juga ingin menjadi seperti Grace. Tidak dikekang, bebas melakukan apapun sesuai dengan keinginannya, bahkan menjalin hubungan dengan pria manapun yang disukainya. Sedangkan dirinya? Masih menjadi perawan sampai saat ini. Bahkan ntuk menjaga harga dirinya, Ella harus mengarang kebohongan bahwa dirinya sudah pernah tidur bersama banyak pria.

“Apa kau gila?” cibir Ella. “Sampai matipun, pria ini tidak akan tertarik padamu! Dia gay!”

Lingerie di tangan Grace hampir terjatuh saat mendengar ucapan Ella.

Gay?” pekik Grace tak percaya. “Benarkah?” tanyanya lagi, lalu langsung melompat duduk di pangkuan Max.

“Grace! Apa kau gila?”

“Kenapa? Aku punya banyak teman gay dan aku senang duduk di pangkuan mereka.” Grace menoleh pada Max. “Kau mulai bergairah sekarang?”

“Menyingkir dari pangkuannya!” kesal Ella sambil menarik Grace.

“Ada apa denganmu? Kenapa begitu kesal? Kau cemburu?”

“Cemburu? Padanya? Jangan membuatnya besar kepala, Grace! Menjijikan sekali kalau sampai harus berurusan dengannya. Kau tahu kalau aku terpaksa dengan semua peraturan James, kan?”

“Apa kalian sudah selesai?” potong Max. “Ayo pulang!”

“Kau pulangs aja sendiri! Aku lapar dan sekarang mau makan!”

Ella langsung melangkah keluar toko, menuju salah satu restoran. Dia memesan seporsi salad dan the lemon untuk makan malamnya. Sedangkan Grace yang berlari mengejarnya, langsung duduk di hadapannya memesan burger dan cola.

“Max, duduklah di sini,” tawar Grace sambil menepuk sebuah kursi kosong di sebelahnya.

“Pembantu tidak makan bersama majikan. Kau tunggu saja di luar.”

“Ella,” tegur Grace.

“Kau ini kenapa, Grace? Kenapa selalu membelanya?”

“Kau yang kenapa? Max berada di sini karena permintaan James. Aku sudah mencoba untuk membuatmu lepas dari Max, tapi sulit. Jadi lebih baik berdamai dengan keadaan, kan?”

“Terserah kau saja!” kesal Ella, lalu kembali memainkan ponselnya.

Sedangkan Grace masih sibuk berusaha mengajak Max mengobrol. Tidak peduli jika pria itu hanya mengucapkan kata ya dan tidak sebagai jawaban serta respon dari semua kalimat yang keluar dari mulut Grace. Tak berapa lama kemudian, pesanan mereka sudah datang. Ketiganya langsung menyantapnya.

“Ya, Mom? Aku sedang pergi dengan Ella. Baiklah, aku akan pulang sebentar lagi. Ok, tunggu.”

Grace memutuskan sambungan telepon dari ibunya, lalu buru-buru menghabiskan sisa makanan di piringnya.

“Kenapa dengan ibumu?”

“Aku harus pulang sekarang, El,” ujar Grace dengan mulut penuh makanan, lalu mengambil satu kantong belanja dari samping Max. “Adikku kembali berulah. Dia mencuri uangnya.”

“Tapi, bagaimana aku akan pulang?”

Grace menatap Ella dan Max bergantian.

“Tidak, Grace. Kau tahu aku tidak dekat dengan pria ini.”

“Kalau begitu naik taksi atau telepon Lucas.” Grace segera beranjak. “Aku pergi dulu. Bye!

“Grace! Grace!” panggil Ella, tapi diabaikan oleh Grace.

Suasana hati Ella mendadak memburuk. Terlebih lagi saat dia mendapati Max tersenyum menertawakannya. Seketika muncul sebuah ide gila untuk memberi pelajaran pada pria menyebalkan yang kini sedang menikmati hidangan penutup.

“Aku ingin ke toilet,” pamit Ella. “Kau tidak perlu ikut,” lanjutnya saat melihat Max hendak turut beranjak dari duduknya.

“Kau ini mudah sekali dibaca, Nona.” Max berdiri dan mengambil seluruh kantong belanja Ella. “Aku tidak akan tertipu seperti Lucas dan Dave.”

Ella mencebik kesal, lalu pergi menuju toilet. Namun, rencana baru muncul di otak Ella, saat Max membuntutinya sampai di depan pintu toilet.

“Tolong! Tolong!” teriak Ella tiba-tiba.  

Max menatap bingung pada Ella yang tiba-tiba berteriak minta tolong. Tak lama kemudian, orang-orang yang semula menikmati makanan mereka, mendadak berdiri dan menuju toilet.

“Ada apa?!”

“Dia! Pria ini sangat mesum! Dia membuntutiku hingga toilet!” jawab Ella sambil menunjuk wajah Max.

“Tunggu! Kalian jangan salah paham! Aku adalah—”

“Dia penjahat! Cepat panggil polisi!” potong Ella.

Lalu, seorang di antara mereka langsung mencengkeram kerah kemeja Max dan memukul wajahnya. Diikuti oleh para pengunjung lainnya yang langsung ikut memukul dan menendang. Ella melotot kaget melihat peristiwa yang terjadi di hadapannya saat ini. Dirinya tidak menyangka, bahwa orang-orang ini akan langsung menghajar Max. Bukan ini yang Ella inginkan. Ella hanya ingin Max dibawa ke kantor polisi, sehingga dirinya bisa kabur. Tapi ini semua sudah di luar kendali Ella! Keadaan saat ini sungguh di luar kendalinya. Kalau sampai Max mati, maka James sendiri yang akan menjebloskan Ella ke penjara!

“Hentikan!” teriak Ella, tapi orang-orang yang memukuli Max seolah tuli. Mereka tidak menghiraukan teriakan Ella. Hal ini membuat Ella tidak punya pilihan lain. Gadis itu langsung menyeruak ke tengah kerumunan, berusaha mendorong minggir orang-orang yang hendak memukul Max. “Hentikan! Aw!”

Tubuh Ella yang kecil terdorong jatuh. Ella memejamkan matanya, tidak sanggup melihat keberingasan yang telah diciptakannya sendiri. Namun, dirinya juga tidak memiliki tenaga untuk ini. Bahkan sekarang dirinya meringkuk tidak berdaya, berusaha menghindari pukulan. Di saat bersamaan, dia merasakan sesuatu melingkupi tubuhnya. Sesuatu yang besar yang mengiringi embusan napas di samping telinga Ella.

“Kau tidak apa-apa?”

Ella menoleh dan mendapati Max meringis. Ella mengangguk sebagai jawaban.

“Kau bisa berdiri?”

Ella kembali mengangguk.

“Pada hitungan ketiga, aku akan menarikmu. Kita harus lari dari sini.”

“Tapi—”

“Jangan banyak bertanya!”

Ella mengangguk. Saat ini dia tidak punya pilihan lain selain menuruti setiap ucapan dan perintah Max. Pilihannya adalah dia mati terinjak di sini atau kabur bersama Max. Meskipun Ella yakin, pada akhirnya nanti Max akan mengomel habis-habisan, karena membuat mereka dalam situasi seperti saat ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status