Share

Pengganti Yang Lebih Baik
Pengganti Yang Lebih Baik
Author: viviana_yukata

1. Tes Kehamilan

Bruss

Sepuluh menit kemudian.

Sebuah tangan mengangkat sehelai kertas tipis yang terasa begitu berat. Meski benda itu telah terangkat dari sebuah tempatnya tetapi sapasang mata dengan bulu lentik itu masih terasa enggan untuk melihatnya.

Tubuh yang terpatri di atas toilet duduk itu hanya bisa merasakan tubuhnya kaku. Dengan perlahan membuka kedua matanya diselingi dengan helaan napas panjang. Namun, itu tidak seberapa dibandingkan dengan hasil yang wanita itu dapat.

Sepasang garis yang diharapkan tidaklah ia dapat dan membuatnya merasa seperti jelly. Harapannya hancur serta tubuhnya remuk hingga tidak mampu lagi menahan juga menyelaraskan berat tubuhnya.

Tok Tok Tok

"Han, kenapa lama sekali?" panggil Arya dengan pertanyaan menyertainya.

Suara itu menyadarkan Hana. Membuat wanita itu dengan cepat menyeka air mata yang menetes melewati pipinya. Beranjak dari tempatnya, Hana dengan ragu-ragu menarik pegangan pintu dan membukanya.

"Mas," lirih Hana dengan mata yang kembali berkaca-kaca.

Seolah mengerti, Arya yang mendapati istrinya dengan raut wajahnya yang sendu hanya bisa menarik tubuh ringkih itu ke dalam pelukannya. 

"Maafkan Hana, Mas. Hana belum bisa kasih apa yang mas mau," ucap Hana dengan terisak.

Arya hanya bisa tersenyum, sambil mengelus punggung Hana lelaki itu berujar, "tidak apa-apa, Han." Dengan lembut.

Cukup lama Hana berada dalam pelukan suaminya untuk menuntaskan perasaannya yang kacau. Karena di sanalah tempat ternyaman untuk berbagi rasa. Ya, bagi Hana semua masalah bisa dia tangani selama suami Arya yang sudah menikahinya selama lima tahun belakangan ini masih berada didekatnya.

"Sudah, jangan menagis lagi!" Arya menangkup wajah Hana yang masih berkaca kaca. Lalu mengusap lelehan yang berada di pipi istrinya dengan menggunakan kedua ibu jarinya. "Nanti pasienmu malah takut lihat mata kamu yang bengkak."

"Dan nanti aku yang akan jadi korbannya karena mereka kira akulah yang pelakunya," imbuh Arya dengan sedikit menggoda. Hal itu membuat Hana sedikit menarik senyum ke arahnya.

"Cepat sana ganti baju! Terus mas antar ke rumah sakit," titahnya dengan menjawil hidung mancung Hana.

"Terimakasih ya mas. Karena sudah mengerti keadaan Hana," ucap Hana lembut.

Sebagai seorang suami, Arya hanya bisa tersenyum sambil mengangguk. Arya melihat tubuh Hana yang kembali masuk ke dalam kamar mandi.

Arya merasa ada kecewa di hatinya. Bagaimana tidak? Sudah lima tahun dia menikah dengan Hana dan sekarang usianya sudah tidak muda lagi. Tetapi sampai sekarang istrinya tidak menunjukkan tanda-tanda akan mengandung dan memberikannya keturunan.

Kecewa pasti ada, karena di dalam pernikahan adanya keturunan pasti sangat diharapkan. Meski begitu, Arya masih menyembunyikan semua itu dengan senyuman. Dia masih bersabar menanti meski dia tidak tahu sampai kapan penantian itu akan berakhir.

Drttt drttt

Lamunan Arya dibuyarkan dengan getaran yang dia rasa di saku celananya. Dengan cepat Arya mengambil ponselnya dan mengusap layarnya hingga menyala. Sebuah notifikasi pesan muncul di sana. Dengan sekali tekan Arya dapat melihat dan membaca isi di dalamnya.

'Pak Arya, nanti saya tunggu di cafe biasa dekat universitas'

Singkat, padat, dan jelas. Tetapi mampu membuat Arya mengembangkan senyum tipis. Tidak lama, Arya kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku.

**

Setelah cukup lama mengemudi, mobil yang Arya kemudikan sudah berhenti. Perjalanan dua puluh menit dari rumah sampai rumah sakit berhasil dilalui Arya dengan baik. Sudah rutinitas selama tiga tahun terakhir untuk mengantarkan istrinya itu ke rumah sakit setiap pagi.

"Mas, terima kasih, ya." Hana menunduk dengan kedua tangannya yang berusaha membuka sabuk pengaman. "Mas hati-hati, ya."

"Ya, kamu juga." Arya tersenyum menanggapi. "Nanti malam kamu ada jadwal jaga lagi?"

Hana menimang sambil memikirkan apa yang ditanyakan Arya. Tapi sayangnya tidak ada jadwal tambahan jadi Hana menggelengkan kepalanya.

"Kalau begitu, nanti mas jemput, ya." Hana mengangguk.

“Iya, sudah. ​​Hana masuk dulu, ya, Mas.” Hana melepaskan tangannya dan menarik tangan Arya untuk dikecupnya. "Assalamualaikum."

"Wa'allaikumsalam."

Mendengar salam dari Arya, Hana pun bersembunyi dari dalam mobilnya. Dengan pintu yang setengah terbuka Hana melambaikan tangannya yang dibalas oleh Arya di dalam mobil. Begitu pintu tertutup sempurna, Arya kembali melajukan mobilnya meninggalkan area rumah sakit dan pergi ke universitas tempat mengajar.

Melihat suaminya yang sudah menjauh, Hana pun melangkah ke dalam rumah sakit. Entah karena masih pagi atau memang rumah sakit sedikit sepi Hana juga tidak tahu. Tidak dia pungkiri kalau keadaan ini membuatnya sedikit senang karena mengingat ucapan Arya tadi yang akan menjemputnya.

"Selamat pagi, Dokter Hana," sapa Mawar yang juga masuk di belakang Hana.

Hana terkejut lalu menoleh dan menemui temannya itu di sana. Membuat Hana mengembangkan senyum di wajahnya.

"Kenapa mata kamu, Han? Habis nangis ya?" terka Mawar. Tidak mengelak Hana justru mengangguk membenarkan. Mawar pun menghentikan langkah Hana dan menatap wajah temannya itu dengan serius.

"Jangan bilang suami kalau kamu selingkuh!" tuduh Mawar membuat tangan ringan Hana matras ke pundaknya.

Plak

"Kalau ngomong suka enggak dijaga!" Mawar pun meringis sakit.

"Ya, habisnya. Lihat tuh! Mata kamu sudah mirip mata panda. Sudah bengkak, hitam lagi," ledek Mawar.

Mendengar itu, Hana langsung merogoh sakunya dan mengangkat ponselnya. Melihat dirinya sendiri di layar ponselnya dan sadar kalau yang dikatakan Mawar memang benar.

"Hah," hela Hana dengan keras. "Aku lagi sedih, Mawar."

"Kenapa? Jangan-jangan tadi benar," tuduh Mawar lagi yang membuat Hana kesal dan cemberut.

"Bukan itu, mawar!" gerutu Hana. Mawar hanya cengengesan menanggapinya. "Kamu tahu, kan? Kalau aku sudah lima tahun menikah?"

Sebagai teman yang sudah bersama dengan Hana dari SMA tentunya Mawar tahu apa yang ditanyakan temannya itu. Mawar dengan cepat dan tanpa ragu mengangguk menjawab pertanyaan Hana.

"Terus kenapa?" tanya Mawar. Yang membuat Hana kembali menghela napas berat.

"Apa aku mandul, ya, War?" gumam Hana lirih. "Setiap aku tes kehamilan pasti hasilnya negatif terus."

"Cek kalau mau tahu, Han. Jagan menerka-nerka! Lagi pula kamu sudah berada di rumah sakit ini bertahun-tahun giliran di suruh periksa enggak mau!" cerocos Mawar yang membuat Hana semakin lemas dan tidak bersemangat.

Jangan salah paham dulu! Mawar tidak berniat buruk kok sama Hana. Hanya saja wanita lajang dengan tinggi seratus enam puluh sentimeter itu sudah bosan. Bosan karena mendengar Hana yang selalu mengeluh dengan keadaannya tetapi setiap diberikan saran tidak pernah dilakukan. Jelas hal itu membuat Mawar bosan mendengarnya.

"Maaf! Aku tahu pasti suamimu tidak mau lagi diajak periksa, kan?" sesal mawar. Dia tidak mampu melihat Hana yang kehilangan semangatnya seperti ini. Hana tidak punya jawaban lain selain mengangguk.

"Sudahlah," pungkasnya. "Ayo isi absen dulu."

"Ayo! Cepat," ajak Mawar dengan menarik tangan Hana. "Oh ya, Han. Kamu enggak tahu kalau hari ini ada anak Koas?"

"Benarkah?"

Sambil berjalan keduanya sambil bercerita. Rumah sakit Husada ini sudah menjadi rumah kedua bagi Hana dan setiap tahunnya dia akan mendapatkan teman baru. Karena rumah sakit ini banyak menampung mahasiswa dan mahasiswi baru setiap tahunnya.

Comments (6)
goodnovel comment avatar
viviana_yukata
iya, Kak Hana sabar kok
goodnovel comment avatar
viviana_yukata
terimakasih, baca sampai selesai ya Kak.
goodnovel comment avatar
viviana_yukata
iya, ini punya vivi kak. yang pernah Kakak baca sebelumnya tapi di pf lain tidak Vivi lanjutkan dan sekarang nongkrong di sini
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status