Share

Pengkhianat Cinta
Pengkhianat Cinta
Author: Marcell

Awal

Author: Marcell
last update Last Updated: 2022-11-01 23:39:02

"Diaz sayangku. Maaf aku baru bisa menghubungimu sekarang. Ayah tak mau aku meneleponmu jadi menyita ponselku selama beberapa hari. Hari ini aku akan menikah dengan pria asing tapi jangan khawatir, kau tetap kekasih yang paling aku cintai. Maaf kalau aku sering berbuat salah padamu dan terima kasih atas segala cinta yang kau berikan. Dari kekasihmu, Ariana." Begitulah pesan dari Ariana kepada pacarnya Diaz. Dalam balutan gaun Ariana, wanita berusia 24 tahun menghela napas berkali-kali. Ini adalah hari yang terpenting baginya tapi dia sama sekali tak merasa bahagia. Bukan tanpa sebab, wanita itu dipaksa menikah dengan seorang lelaki asing. Kata Ayahnya ini adalah pernikahan bisnis dan Ariana tidak bisa menolak.

Ariana yang tak setuju segera menolak dengan alasan bahwa dia memiliki kekasih tapi tak didengar oleh Ayah, pria itu tetap kekeh akan keputusannya. Meski Ariana menangis darah sekalipun Ayah tidak mau mendengarkan.

Pada akhirnya disinilah Ariana berada di sebuah ruangan dengan semua pintu dan jendela terkunci rapat. Tampaknya Ayah Ariana tahu kalau putrinya akan lari jadi ia sudah menyiapkan segala kemungkinan termasuk membuat Ariana tak bisa kemana-mana.

Ariana mendengus kesal. Ia terus melihat layar ponsel yang menampilkan pesan dari kekasihnya. Sebuah kata-kata perpisahan nan sedih dan rasa terima kasih. Tak ayal membuat Ariana merasa sedih. Air mata berlinang namun segera dihapus untuk menjaga make up tetap bagus.

"Maaf Diaz, aku sungguh nggak mau putus tapi Ayahku keras kepala mau sama pria ini. Andai saja aku punya pilihan aku akan pergi sama kamu." Dalam kesedihan suara pintu yang terkunci terbuka menampakkan seorang lelaki paruh baya.

"Kenapa menangis? Apa kau masih memikirkan pacarmu yang lebay itu?" tanya Ayah Ariana, Risman.

"Ayah Diaz itu nggak lebay. Dia memang selalu seperti itu petakilan." Ariana membela.

"Justru itu yang paling Ayah nggak suka! Bisa-bisanya kamu punya pacar yang sikapnya kaya gitu! Seleramu itu sampah!" bentak Risman kesal.

"Tapi dia baik Ayah!"

"Baik apanya?! Dia saja tak pernah datang ke rumah berkenalan dengan Ayah dan Ibu. Latar belakang, pekerjaan, semuanya tidak jelas Ariana." Risman mengatur napasnya. Mencoba untuk tenang, dia meminum botol mineral yang tersedia di meja.

"Ayah jangan menyimpulkan Diaz seenaknya, Ayah tak pernah bertemu dengan Diaz."

"Ya karena dia tak pernah datang ke rumah," sengit Risman.

"Tapi kami saling mencintai Ayah! Jika saja Ayah tak menerima lamaran dari pria asing itu kami berdua akan bahagia bukannya berpisah!" Segera Risman mencengkram kedua pipi Ariana menatap putri tunggalnya penuh amarah. Ariana pun sama sekali tak gentar dia berbalik melotot kepada Risman.

"Ayah sudah mencoba untuk sabar ya, tapi kamu terlalu dibutakan cintamu sama pria tengil itu. Ayah tak mau nanti kau menyesal di kemudian hari seperti yang terjadi kepada Bibimu. Orang yang melamarmu, Ayah tahu seluk beluknya. Dia juga datang dan melamarmu secara baik-baik sudah tentu Ayah lebih menyukai dia ketimbang pacarmu yang nggak jelas itu!" Ariana memberontak. Dia masih tidak mau mendengarkan penuturan Ayahnya.

"Lalu? Apa hebatnya dia?"

"Dia berani datang bersama keluarganya untuk melamarmu Ana! Hal yang tak bisa dilakukan sama pacarmu yang pengecut itu. Kalau saja dia serius Ana, mungkin hari ini kamu menikah sama dia bukan sama pria pilihan Ayah." Suasana renggang. Ariana memilih untuk tak beragumen lagi dengan sang Ayah dan melihat wajahnya. Cengkraman tangan Risman begitulah kuat cukup membuat make up Ariana sebagian terhapus.

"Ayah akan panggilkan perias wajah, kau tetap di sini jangan pernah berniat untuk keluar dari ruangan!" peringat Risman keras. Lelaki paruh baya itu keluar dari ruangan sedang Ariana langsung memaki dengan banyak kata kotor.

"Akan kubuktikan kalau Diaz itu orang baik. Hari ini aku tidak akan menikah dengan pria yang dipilih Ayah, aku akan menikah dengan Diaz." Ariana mengambil tas, melihat sebentar ke dalam dan menemukan sebuah kunci. Dengan senyum penuh kemenangan, dia membuka baju pengantin mengganti dengan baju yang lebih nyaman.

Sengaja dia menunggu agar mendapat waktu yang tepat untuk pergi. Ariana sendiri telah memperkirakan segala sesuatu akan terjadi dan penuh keyakinan dia bisa keluar dari tempat tersebut. Kuncinya berfungsi dengan baik namun pintu belum bisa dibuka. Tampak ada suatu palang kecil menghalangi ketika mengintip di sela-sela pintu.

Ariana lantas mengambil sebuah penggaris mengangkatnya pelan-pelan sampai terlepas. Bergegas Ariana langsung keluar menuju pintu belakang Di sisi lain perias wajah menemukan pintu pengantin wanita terbuka lebar dan segera memberitahukan pada Risman. Beribu sayang, Ariana sudah keluar dari tempat tersebut menuju apartemen kekasih.

Di dalam taksi, wanita itu terus berupaya menghubungi sang kekasih. Baik chat maupun telepon tak ada yang dia balas. Degup jantung Ariana berdebar kencang. Dia ingat setiap kata Diaz waktu itu saat pertama kali berkencan. Diaz tak akan bisa hidup jika tanpa Ariana maka akan lebih baik ia mati saja.

Wajahnya pucat pasi. Apakah Diaz berencana bunuh diri karena Ariana akan menikah? Memikirkannya saja dada Ariana sesak luar biasa. Dia memohon semoga tidak terjadi sesuatu.

Sekitar 30 menit, dia akhirnya sampai ke apartemen. Ariana mendengus kesal, Ayahnya sangat merencanakan segala hal sampai-sampai acara pernikahannya jauh dari letak kota. Tak sabar untuk bertemu, Ariana memacu langkah cepat menuju lantai tiga.

Tak dia pedulikan banyak orang yang memandangnya ganjal. Hal terpenting dalam hidupnya sekarang adalah Diaz. Napasnya ngos-ngosan begitu dekat dengan apartemen milik sang kekasih. Pintunya terbuka menandakan pemilik rumah berada di dalam.

Baru beberapa langkah Ariana bisa mendengar suara tawa beberapa lelaki dari dalam tampaknya Diaz sedang berkumpul bersama teman-teman.

"Terus gimana? Ada kemajuan tidak dengan pacarmu?" tanya salah seorang dari mereka. Diaz tertawa.

"Aduh tuh cewek, pengennya sih mau dimanfaatin eh malah nikah sama orang lain hari ini, ya nggak apa-apa sih cuma kesal aja karena belum kepake toh masih banyak cadangan." Ariana tertegun. Sungguh diluar dugaan Diaz mengeluarkan tabiat aslinya. Risman benar, pria itu tak pernah serius dengan hubungan mereka.

Perasaan kekhawatiran berganti dengan kemarahan. Adapun Ariana tak lelah begitu terungkap sikap Diaz. Dia segera masuk ke dalam menemui kekasihnya. Diaz sendiri agak terkejut mendapati Ariana bisa berada di apartemen." Bajingan!"

"A-aku bisa jelasin sayang, aku tak bermaksud.." Ariana melangkah maju berdiri di depan Diaz. Tanpa berkata apapun tangan Ariana melayang dan memukul keras pipi Diaz.

"Kita putus! Jangan hubungin aku lagi!" Ariana kemudian keluar. Dia muak melihat muka Diaz yang sok merasa bersalah namun tak ia pungkiri, ada kesedihan dirasakan dalam relung hatinya.

Padahal Ariana dari tadi menguatkan diri namun apalah daya mengingat semua kenangan manis mereka sebagai sepasang kekasih. Ariana menyesal dan mendumel sendiri kenapa dia bisa sejatuh cinta itu kepada pria petakilan yang tak berguna tersebut. Kalau saja dia bisa memutar waktu, Ariana tak akan mau bertemu dengan Diaz.

Ariana lantas hanya menangis di tepi jalan. Hatinya terlalu sakit sampai dalam tahap dia hanya mau menangis seharian. Tak ambil pusing dengan orang-orang ataupun acara pernikahannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengkhianat Cinta   Pura-pura Pingsan

    Akhirnya larut malam, Ana serta beberapa temannya keluar dari tempat karaoke. Mereka asyik berbincang, merencanakan untuk kembali jalan-jalan bersama. "Elisia, yuk pulang udah larut malam." Ana bergerak mendekati Elisia, merangkul lengan sahabatnya itu untuk ke terminal bus mengikuti Sabrina dan Kara. "Ana maaf, aku dan Bima mau pulang ke rumah Bima, aku ingin menginap di sana." Ana yang sedikit mabuk sontak menatap Lisa lalu ke arah Bima. Dia menarik Lisa agar bergerak menjauh dari pacar sang sahabat. "Jangan bilang kau dan dia ingin..." Lisa tersenyum penuh makna dan Ana mengerti hal itu. "Lisa, aku mengerti tapi jangan bertindak gegabah. Aku tak mau terjadi sesuatu yang buruk sama kamu." "Jangan khawatir, aku sudah menyiapkan hal yang aku butuhkan. Aku tidak apa-apa, maaf kalau kamu harus pulang sendiri. Sebenarnya aku tak tega meninggalkanmu sendirian di rumah." Lisa membalas begitu perhatian. "Aku jauh lebih mencemaskanmu," sahut Ana. Mereka berdua kemudian mendekati lagi

  • Pengkhianat Cinta   Penggoda

    Ana merenggangkan tangan. Mencoba bergerak agar tubuhnya tak kaku sebab terlalu lama duduk. Tak lama lagi Ana akan mendapat gaji dari hasil keringatnya sendiri, dia akan pamer pada pria yang sudah mengusirnya dari rumqh. Ayah Ana selalu menganggap putri semata wayangnya ini tak bisa bekerja. Lihat sekarang, dia bisa bertahan di sebuah perusahaan tanpa pertolongan orang tuanya. "Ana," panggil Karin yang mendekat. "Sudah selesai nggak kerjanya? Yuk pulang bareng, katanya mau makan malam bareng sekalian kita jumpa temanmu siapa namanya Elisia?" Pertanyaan Kara disambut anggukan oleh Ana. "Tapi bentar ya, aku mau minta izin pulang sama Pak Direktur. Kalau tiba-tiba dia ngambek gimana? Bisa-bisa aku yang lembur." Ana membalas dengan nada santai. "Ana memang nggak takut ya sama Pak Direktur?" tanya Kara penasaran. Karyawan perusahaan selalu segan kepada Adit sebagai pimpinan. Kharisma dan caranya memimpin membuat Adit bisa dihormati dan dihargai oleh banyak orang. Beda hal dengan

  • Pengkhianat Cinta   Perhatian Juga

    Ana termangu. Tak tahu harus mengatakan apa selain memandang Adit sibuk mengendarai mobil. "Apa maksudmu? Kenapa tiba-tiba Pak Direktur datang dan membawaku masuk ke dalam mobil? Apa yang harus aku katakan pada teman-temanku, mereka pasti berpikiran negatif tentang Pak Direktur." Adit mengkerutkan dahi. "Bagaimana bisa kau bilang mereka berpikiran negatif? Aku kan membantumu, lebih baik perhatikan saja rambutmu berminyak, bau,, ada nasi lagi, aduh penampilanmu ini aku malu kalau harus punya sekretaris berpenampilan sepertimu sekarang." Ana menatap tak percaya pada Adit. Lekas Ana memukul lengan Adit, bibirnya mengerucut kesal. "Eh aku sedang mengemudi! Jangan memukulku!" protes Adit. Mobil kemudian berhenti dan tepat saat itu juga Ana memukul lengan Adit kali ini agak lebih keras. Dari tatapan pria itu dia ingin protes tapi Adit mengurungkan niat dan keluar dari mobil. Dia juga membuka pintu mobil untuk Ana. "Ayo keluar, kita harus mengubah penampilanmu kalau bisa sebelum klien d

  • Pengkhianat Cinta   Insiden Memalukan

    Ariana mendengus sebal. Semenjak rapat Ana tak pernah bertatap muka dengan Adit bahkan saat Ana ingin memberikan laporan rapat, Adit mengabaikannya dengan alasan punya pekerjaan penting. Baiklah kalau Adit tidak mau bertemu toh itu tak akan merusak mood Ana. Jam istirahat tiba, Ana bingkas berdiri ingin ke kantin kantor. Sedari tadi ia mencoba untuk meminta izin tapi sesaat Ana menghentikan niat berpikir jika saja Adit akan menolak bertemu. Di sinilah Ana. Berada di kantin bersama dengan beberapa karyawan wanita. "Jadi bagaimana Ana?" tanya Kara, salah satu rekan kerja. "Bagaimana apanya?" "Bagaimana kerja dengan Pak Adit? Kata mereka dia itu dingin sama perempuan." Sabrina menyahut mendengar percakapan mereka. "Benarkah? Aku rasa tidak seperti itu." Di dalam pandangan Ana, Adit hanya seorang pria yang selalu emosi dan tukang suruh-suruh tapi Adit tak dingin pada wanita buktinya Ana saja dibela ketika Diaz mencari masalah. "Wajar sih kamu nggak tahu gimana kelakuan Pak Dir

  • Pengkhianat Cinta   Tak Berhenti Mengganggu

    Ariana menceritakan kejadian di perusahaan termasuk tak berhenti merutuk kesal dengan sikap Adit. Elisa mengkerutkan kening mendengar sahabatnya itu bercerita dan dia tak menyela sama sekali. "Pokoknya aku kesal banget sama bosku itu, suka semau dia saja!" kata Ariana mengakhiri ocehannya yang panjang. Ana lalu melihat ke arah Eli, masih diam menatap heran padanya. "Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Ana heran. "Aku bingung saja sama kamu. Sebenarnya kamu kenapa sih? Beberapa hari lalu kamu mengasihi Adit sekarang malah marah-marah, apa kamu suka ya sama bosmu itu?" Pertanyaan Eli membuat Ana terkejut. "Kok bisa sih kamu bilang kayak gitu? Aku nggak suka ya sama Adit. Dia angkuh, suka sekali memerintah asal-asalan hanya orang bodoh yang suka sama dia." Eli tertawa. "Jangan gitu, gimana kalau suatu hari kamu suka sama dia? Jadinya kamu orang bodoh itu." "Nggak ah, aku nggak percaya. Dia sama sekali bukan tipeku!" sahut Ana makin kesal. "Lah kan emang tiap rasa suka dimula

  • Pengkhianat Cinta   Suka Memaksa

    Ariana sama sekali tak merasa bersalah malah ia mendengus kesal setelah melihat atasannya masuk ke dalam ruangan. "Dasar bos galak, sukanya mengancam terus karyawan. Aku merasa kasihan pada Nina, dia pasti kesusahan harus menjadi sekretaris Adit."Mungkin hal ini pula mengapa Adit begitu jatuh hati pada Nina. Akhirnya Ariana menepis semua pemikiran tersebut dan kembali fokus pada laporan yang ia kerjakan.Jam istirahat akhirnya tiba. Ariana menghentikan kegiatan mengetiknya dan berdiri dari kursi menuju kantin kantor yang letaknya berada di bawah. "Ana, mau kemana kamu?" pertanyaan Adit sontak menghentikan Ariana.Memutar matanya bosan, ia melihat Adit dengan senyum yang dibuat seramah mungkin. "Mau ke kantin Pak, saatnya makan siang." Ariana menjawab jujur."Masuk dulu, ayo kita bahas tentang laporan yang kamu buat." Adit kemudian menutup pintu sementara Ariana merasa muak. Ariana tetap mengikuti perintah Adit dan membawa laptop yang digunakan olehnya.Beberapa menit berlalu dihabisk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status