Share

Pengkhianat Cinta
Pengkhianat Cinta
Penulis: Marcell

Awal

"Diaz sayangku. Maaf aku baru bisa menghubungimu sekarang. Ayah tak mau aku meneleponmu jadi menyita ponselku selama beberapa hari. Hari ini aku akan menikah dengan pria asing tapi jangan khawatir, kau tetap kekasih yang paling aku cintai. Maaf kalau aku sering berbuat salah padamu dan terima kasih atas segala cinta yang kau berikan. Dari kekasihmu, Ariana." Begitulah pesan dari Ariana kepada pacarnya Diaz. Dalam balutan gaun Ariana, wanita berusia 24 tahun menghela napas berkali-kali. Ini adalah hari yang terpenting baginya tapi dia sama sekali tak merasa bahagia. Bukan tanpa sebab, wanita itu dipaksa menikah dengan seorang lelaki asing. Kata Ayahnya ini adalah pernikahan bisnis dan Ariana tidak bisa menolak.

Ariana yang tak setuju segera menolak dengan alasan bahwa dia memiliki kekasih tapi tak didengar oleh Ayah, pria itu tetap kekeh akan keputusannya. Meski Ariana menangis darah sekalipun Ayah tidak mau mendengarkan.

Pada akhirnya disinilah Ariana berada di sebuah ruangan dengan semua pintu dan jendela terkunci rapat. Tampaknya Ayah Ariana tahu kalau putrinya akan lari jadi ia sudah menyiapkan segala kemungkinan termasuk membuat Ariana tak bisa kemana-mana.

Ariana mendengus kesal. Ia terus melihat layar ponsel yang menampilkan pesan dari kekasihnya. Sebuah kata-kata perpisahan nan sedih dan rasa terima kasih. Tak ayal membuat Ariana merasa sedih. Air mata berlinang namun segera dihapus untuk menjaga make up tetap bagus.

"Maaf Diaz, aku sungguh nggak mau putus tapi Ayahku keras kepala mau sama pria ini. Andai saja aku punya pilihan aku akan pergi sama kamu." Dalam kesedihan suara pintu yang terkunci terbuka menampakkan seorang lelaki paruh baya.

"Kenapa menangis? Apa kau masih memikirkan pacarmu yang lebay itu?" tanya Ayah Ariana, Risman.

"Ayah Diaz itu nggak lebay. Dia memang selalu seperti itu petakilan." Ariana membela.

"Justru itu yang paling Ayah nggak suka! Bisa-bisanya kamu punya pacar yang sikapnya kaya gitu! Seleramu itu sampah!" bentak Risman kesal.

"Tapi dia baik Ayah!"

"Baik apanya?! Dia saja tak pernah datang ke rumah berkenalan dengan Ayah dan Ibu. Latar belakang, pekerjaan, semuanya tidak jelas Ariana." Risman mengatur napasnya. Mencoba untuk tenang, dia meminum botol mineral yang tersedia di meja.

"Ayah jangan menyimpulkan Diaz seenaknya, Ayah tak pernah bertemu dengan Diaz."

"Ya karena dia tak pernah datang ke rumah," sengit Risman.

"Tapi kami saling mencintai Ayah! Jika saja Ayah tak menerima lamaran dari pria asing itu kami berdua akan bahagia bukannya berpisah!" Segera Risman mencengkram kedua pipi Ariana menatap putri tunggalnya penuh amarah. Ariana pun sama sekali tak gentar dia berbalik melotot kepada Risman.

"Ayah sudah mencoba untuk sabar ya, tapi kamu terlalu dibutakan cintamu sama pria tengil itu. Ayah tak mau nanti kau menyesal di kemudian hari seperti yang terjadi kepada Bibimu. Orang yang melamarmu, Ayah tahu seluk beluknya. Dia juga datang dan melamarmu secara baik-baik sudah tentu Ayah lebih menyukai dia ketimbang pacarmu yang nggak jelas itu!" Ariana memberontak. Dia masih tidak mau mendengarkan penuturan Ayahnya.

"Lalu? Apa hebatnya dia?"

"Dia berani datang bersama keluarganya untuk melamarmu Ana! Hal yang tak bisa dilakukan sama pacarmu yang pengecut itu. Kalau saja dia serius Ana, mungkin hari ini kamu menikah sama dia bukan sama pria pilihan Ayah." Suasana renggang. Ariana memilih untuk tak beragumen lagi dengan sang Ayah dan melihat wajahnya. Cengkraman tangan Risman begitulah kuat cukup membuat make up Ariana sebagian terhapus.

"Ayah akan panggilkan perias wajah, kau tetap di sini jangan pernah berniat untuk keluar dari ruangan!" peringat Risman keras. Lelaki paruh baya itu keluar dari ruangan sedang Ariana langsung memaki dengan banyak kata kotor.

"Akan kubuktikan kalau Diaz itu orang baik. Hari ini aku tidak akan menikah dengan pria yang dipilih Ayah, aku akan menikah dengan Diaz." Ariana mengambil tas, melihat sebentar ke dalam dan menemukan sebuah kunci. Dengan senyum penuh kemenangan, dia membuka baju pengantin mengganti dengan baju yang lebih nyaman.

Sengaja dia menunggu agar mendapat waktu yang tepat untuk pergi. Ariana sendiri telah memperkirakan segala sesuatu akan terjadi dan penuh keyakinan dia bisa keluar dari tempat tersebut. Kuncinya berfungsi dengan baik namun pintu belum bisa dibuka. Tampak ada suatu palang kecil menghalangi ketika mengintip di sela-sela pintu.

Ariana lantas mengambil sebuah penggaris mengangkatnya pelan-pelan sampai terlepas. Bergegas Ariana langsung keluar menuju pintu belakang Di sisi lain perias wajah menemukan pintu pengantin wanita terbuka lebar dan segera memberitahukan pada Risman. Beribu sayang, Ariana sudah keluar dari tempat tersebut menuju apartemen kekasih.

Di dalam taksi, wanita itu terus berupaya menghubungi sang kekasih. Baik chat maupun telepon tak ada yang dia balas. Degup jantung Ariana berdebar kencang. Dia ingat setiap kata Diaz waktu itu saat pertama kali berkencan. Diaz tak akan bisa hidup jika tanpa Ariana maka akan lebih baik ia mati saja.

Wajahnya pucat pasi. Apakah Diaz berencana bunuh diri karena Ariana akan menikah? Memikirkannya saja dada Ariana sesak luar biasa. Dia memohon semoga tidak terjadi sesuatu.

Sekitar 30 menit, dia akhirnya sampai ke apartemen. Ariana mendengus kesal, Ayahnya sangat merencanakan segala hal sampai-sampai acara pernikahannya jauh dari letak kota. Tak sabar untuk bertemu, Ariana memacu langkah cepat menuju lantai tiga.

Tak dia pedulikan banyak orang yang memandangnya ganjal. Hal terpenting dalam hidupnya sekarang adalah Diaz. Napasnya ngos-ngosan begitu dekat dengan apartemen milik sang kekasih. Pintunya terbuka menandakan pemilik rumah berada di dalam.

Baru beberapa langkah Ariana bisa mendengar suara tawa beberapa lelaki dari dalam tampaknya Diaz sedang berkumpul bersama teman-teman.

"Terus gimana? Ada kemajuan tidak dengan pacarmu?" tanya salah seorang dari mereka. Diaz tertawa.

"Aduh tuh cewek, pengennya sih mau dimanfaatin eh malah nikah sama orang lain hari ini, ya nggak apa-apa sih cuma kesal aja karena belum kepake toh masih banyak cadangan." Ariana tertegun. Sungguh diluar dugaan Diaz mengeluarkan tabiat aslinya. Risman benar, pria itu tak pernah serius dengan hubungan mereka.

Perasaan kekhawatiran berganti dengan kemarahan. Adapun Ariana tak lelah begitu terungkap sikap Diaz. Dia segera masuk ke dalam menemui kekasihnya. Diaz sendiri agak terkejut mendapati Ariana bisa berada di apartemen." Bajingan!"

"A-aku bisa jelasin sayang, aku tak bermaksud.." Ariana melangkah maju berdiri di depan Diaz. Tanpa berkata apapun tangan Ariana melayang dan memukul keras pipi Diaz.

"Kita putus! Jangan hubungin aku lagi!" Ariana kemudian keluar. Dia muak melihat muka Diaz yang sok merasa bersalah namun tak ia pungkiri, ada kesedihan dirasakan dalam relung hatinya.

Padahal Ariana dari tadi menguatkan diri namun apalah daya mengingat semua kenangan manis mereka sebagai sepasang kekasih. Ariana menyesal dan mendumel sendiri kenapa dia bisa sejatuh cinta itu kepada pria petakilan yang tak berguna tersebut. Kalau saja dia bisa memutar waktu, Ariana tak akan mau bertemu dengan Diaz.

Ariana lantas hanya menangis di tepi jalan. Hatinya terlalu sakit sampai dalam tahap dia hanya mau menangis seharian. Tak ambil pusing dengan orang-orang ataupun acara pernikahannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status