Firman menarik napas panjang. Dia berjalan Setelah selesai dari rapat Firman segera menuju tempat Direktur. Diketuknya sebentar lalu masuk ke dalam. Seorang pria kisaran usia 27 tengah sibuk dengan file. Begitu sibuk sampai tak menyadari datangnya Firman itu pun hanya dilirik sekilas. "Ada apa Chief? Sudah dapat seseorang yang menggantikan Nina."
"Sudah Direktur, ini kandidat yang kita punya untuk jadi sekretaris Direktur." Firman membalas sambil meletakkan di meja."Iya, iya terima kasih nanti kalau kerjaku sudah selesai aku pasti akan baca. Boleh pergi tidak? Aku ingin fokus bekerja." Firman menarik napas panjang. Dia kemudian balik kanan hendak menuju pintu keluar. Langkah mendadak berhenti.Firman menatap lagi sosok Direktur yang sedang sibuk mengetik. "Aditya," panggil Firman. Pria bernama Aditya itu langsung menoleh lurus ke arah Chief."Aku tahu kau sedang memiliki masalah tapi jangan terlalu memaksakan diri. Kau juga harus beristirahat." Aditya termenung sebentar. Dia mengangguk mengucapkan terima kasih kepada Firman yang berlalu pergi setelahnya.Karena kalimat dari Firman pula Aditya menghentikan aktivitasnya dan memilih mengambil CV dari calon sekretarisnya untuk diperiksa. "Mau istirahat sebentar Pak Direktur?" tanya seorang berusia 30 tahunan. Wanita yang tak lain adalah sekretarisnya, Nina datang dengan membawa secangkir kopi untuk Aditya."Ya, aku mau melihat CV calon penggantimu Bu Nina." Aditya menghela napas. "Saya tak akan menyangka Ibu akan resign, kita sudah lama bekerja dan saya sangat nyaman dengan pekerjaan Ibu sebagai sekretaris."Bu Nina tersenyum. "Namanya juga saya ingin menempuh hidup baru Pak. Saya dan suami sudah sepakat untuk membuat usaha kami sendiri jadi mau tak mau saya harus resign walau sebenarnya saya enggan tapi saya pikir ini juga kesempatan saya untuk membuka peluang bisnis bagi kami berdua."Aditya mengangguk. "Omong-omong, selamat ya untuk pernikahan kalian." Aditya menjulurkan tangan dan disambut oleh Nina masih dengan senyuman merekah."Terima kasih Pak." Nina kemudian undur diri, ada yang harus disiapkan untuk sekretaris baru Aditya. Sementara Aditya kembali memeriksa dokumen yang belum ia baca.Keningnya mengkerut melihat nama dan foto calon sekretarisnya. Dia sangat mengenal baik nama itu. Senyum usil ditorehkan oleh Aditya. "Wah sepertinya pekerjaanku akan menjadi menyenangkan."***"Syukurlah semua baik-baik saja, sekarang kalau kamu keterima gimana?" tanya Elisia pada Ariana."Nggak tahu sih, aku maunya cari pekerjaan lain saja aku malu buat ketemu mereka." Ariana menjawab jujur."Jangan begitu, kalau kamu keterima malah bagus. Kamu bisa dapat gaji lebih awal.""Tapi kayanya aku nggak dapat," pesimis Ariana."Loh kok ngomong gitu?""Soalnya mereka bilang pendidikanku terlalu tinggi buat standar karyawan mereka.""Mungkin saja mereka memberikanmu pekerjaan yang lebih baik. Untuk perusahaan Fashion seperti mereka, tak mungkin mereka tidak mempertahankanmu." Elisia menjawab penuh optimis."Iya sih tapi ...." suara ponsel Ariana menyita perhatian gadis itu. Ada email masuk dan melihat namanya, Ariana bingung."Ada apa?" tanya Elisia penasaran."Eli, bukannya dibilang minimal lima hari ya baru dapat email masuk. Aku baru saja dapat email dari perusahaan.""Benarkah?" Elisia mendekat dan duduk di samping Ariana. "Coba buka," lanjutnya."Ah nggak mau! Paling cuma kabar buruk.""Siapa tahu kamu dapat pekerjaan,""Aneh banget, bukannya harus lima hari ya, kalau begini jadi bingung.""Kalau begitu kenapa harus nunggu, ayo buka!" paksa Elisia kesal. Ariana memang selalu pesimis tapi karena Elisia selalu mendorongnya, dia selalu pasrah."Nggak mau! Kamu saja, aku lagi malas." Ariana memberikan benda pipih tersebut kepada Elisia dan berjalan menuju kursi lain.Elisia yang penasaran segera membukanya tanpa basa-basi. Matanya membulat ketika melihat Ariana. "Kenapa kamu ngeliatin kaya gitu?""Kamu keterima Ana." Elisia menjawab penuh semangat. Ariana ikut terkejut tapi wajahnya pucat pasi."Kok bisa?!""Bukannya bersyukur kok ngomong kaya nggak mau gitu," balas Elisia."Ya nggak mungkin Eli, pasti ada salah paham. Mereka pasti nggak sengaja ngirimin email buat orang lain tapi salah kirim sama aku. Pokoknya besok harus datang komplain masalah ini.""Tapi-" Elisia membuang napas panjang saat melihat Ariana pergi, tak mau mendengar ucapan dari Elisia. Sekarang terserahlah maunya Ariana. Dia sudah cukup optimis tapi ia sadar bahwa sahabat dari kecilnya sangatlah keras kepala.***Jam 9 pagi, Ariana sudah sampai di kantor S Fashion. Sambil mengetuk kakinya, ia terus menunggu sampai salah seorang bagian dari departemen HRD datang memintanya ikut menghadap Firman."Silakan duduk." Ariana patuh namun pandangannya terus melihat ke arah pria berusia 45 tahun tersebut. "Ada urusan apa anda datang kemari?""Saya ke sini mau komplain." Firman mengkerut."Komplain tentang apa?""Kenapa karyawan anda sudah mengirim email kepada saya padahal harus menunggu lima hari dan saya diterima padahal sewaktu saya wawancara, kalian tak bertanya soal pekerjaan melainkan kehidupan pribadi dan pendidikan. Saya sendiri agak sangsi saat kalian mengatakan pendidikan saya terlalu tinggi untuk pekerjaan karyawan.""Itu memang benar, anda tidak diterima sebagai karyawan di sini." Ariana bernapas lega tapi hatinya mencelos. Memang ia tak berharap tapi Ariana mengaku ada perasaan kecewa timbul dalam diri. "Tapi anda diterima sebagai sekretaris." Kepala Ariana yang menunduk tegak kembali menatap Firman tak percaya."Kebetulan kami juga mencari seorang sekretaris. Rencananya minggu depan kami buka lowongan tapi karena Direktur setuju sama CV yang kau berikan, dia minta kami segera menghubungimu." Ariana menganga, tak percaya."Kebetulan selagi anda di sini anda bisa langsung orientasi. Silakan ikuti saya." Firman melangkah keluar lebih dulu diikuti oleh Ariana. Menyusur lorong lebih dalam, Ariana bisa melihat kesibukan orang-orang dengan pekerjaan mereka.Ada yang membawa beberapa baju yang jadi. Ada juga sibuk dengan majalah fashion, berdandan dan lain-lain. Pakaian pun mereka modis wajar pekerjaan juga melibatkan busana."Ariana perkenalkan ini Nina sekretaris Direktur yang akan digantikan olehmu bulan depan." Pandangan Ariana tertuju kepada sosok Nina. Berbeda dengan para karyawan sebelumnya, Nina sama sekali tidak memakai riasan tebal dan pakaian modis. Dia tampak seperti sekretaris biasa."Nina dia adalah penggantimu sebagai sekretaris Direktur hari ini dia bisa langsung orientasi jadi tolong ajarkan pekerjaanmu padanya termasuk keseharian Direktur." Bisikan Firman kepada Nina tidaklah sampai terdengar kepada Ariana tapi dia sadar ada sesuatu yang tak beres nantinya.Nina memalingkan wajah kepada Ariana. "Jangan dengarkan Firman, memang benar ada keseharian Direktur tapi nggak sampai yang aneh-aneh kok. Kita belum berkenalan ya, namaku Nina aku sekretaris Direktur,' katanya pada Ariana sambil menjulurkan tangan ke arah Ariana."Aku Ariana," sahut Ariana seraya menjabat tangan Nina.Akhirnya larut malam, Ana serta beberapa temannya keluar dari tempat karaoke. Mereka asyik berbincang, merencanakan untuk kembali jalan-jalan bersama. "Elisia, yuk pulang udah larut malam." Ana bergerak mendekati Elisia, merangkul lengan sahabatnya itu untuk ke terminal bus mengikuti Sabrina dan Kara. "Ana maaf, aku dan Bima mau pulang ke rumah Bima, aku ingin menginap di sana." Ana yang sedikit mabuk sontak menatap Lisa lalu ke arah Bima. Dia menarik Lisa agar bergerak menjauh dari pacar sang sahabat. "Jangan bilang kau dan dia ingin..." Lisa tersenyum penuh makna dan Ana mengerti hal itu. "Lisa, aku mengerti tapi jangan bertindak gegabah. Aku tak mau terjadi sesuatu yang buruk sama kamu." "Jangan khawatir, aku sudah menyiapkan hal yang aku butuhkan. Aku tidak apa-apa, maaf kalau kamu harus pulang sendiri. Sebenarnya aku tak tega meninggalkanmu sendirian di rumah." Lisa membalas begitu perhatian. "Aku jauh lebih mencemaskanmu," sahut Ana. Mereka berdua kemudian mendekati lagi
Ana merenggangkan tangan. Mencoba bergerak agar tubuhnya tak kaku sebab terlalu lama duduk. Tak lama lagi Ana akan mendapat gaji dari hasil keringatnya sendiri, dia akan pamer pada pria yang sudah mengusirnya dari rumqh. Ayah Ana selalu menganggap putri semata wayangnya ini tak bisa bekerja. Lihat sekarang, dia bisa bertahan di sebuah perusahaan tanpa pertolongan orang tuanya. "Ana," panggil Karin yang mendekat. "Sudah selesai nggak kerjanya? Yuk pulang bareng, katanya mau makan malam bareng sekalian kita jumpa temanmu siapa namanya Elisia?" Pertanyaan Kara disambut anggukan oleh Ana. "Tapi bentar ya, aku mau minta izin pulang sama Pak Direktur. Kalau tiba-tiba dia ngambek gimana? Bisa-bisa aku yang lembur." Ana membalas dengan nada santai. "Ana memang nggak takut ya sama Pak Direktur?" tanya Kara penasaran. Karyawan perusahaan selalu segan kepada Adit sebagai pimpinan. Kharisma dan caranya memimpin membuat Adit bisa dihormati dan dihargai oleh banyak orang. Beda hal dengan
Ana termangu. Tak tahu harus mengatakan apa selain memandang Adit sibuk mengendarai mobil. "Apa maksudmu? Kenapa tiba-tiba Pak Direktur datang dan membawaku masuk ke dalam mobil? Apa yang harus aku katakan pada teman-temanku, mereka pasti berpikiran negatif tentang Pak Direktur." Adit mengkerutkan dahi. "Bagaimana bisa kau bilang mereka berpikiran negatif? Aku kan membantumu, lebih baik perhatikan saja rambutmu berminyak, bau,, ada nasi lagi, aduh penampilanmu ini aku malu kalau harus punya sekretaris berpenampilan sepertimu sekarang." Ana menatap tak percaya pada Adit. Lekas Ana memukul lengan Adit, bibirnya mengerucut kesal. "Eh aku sedang mengemudi! Jangan memukulku!" protes Adit. Mobil kemudian berhenti dan tepat saat itu juga Ana memukul lengan Adit kali ini agak lebih keras. Dari tatapan pria itu dia ingin protes tapi Adit mengurungkan niat dan keluar dari mobil. Dia juga membuka pintu mobil untuk Ana. "Ayo keluar, kita harus mengubah penampilanmu kalau bisa sebelum klien d
Ariana mendengus sebal. Semenjak rapat Ana tak pernah bertatap muka dengan Adit bahkan saat Ana ingin memberikan laporan rapat, Adit mengabaikannya dengan alasan punya pekerjaan penting. Baiklah kalau Adit tidak mau bertemu toh itu tak akan merusak mood Ana. Jam istirahat tiba, Ana bingkas berdiri ingin ke kantin kantor. Sedari tadi ia mencoba untuk meminta izin tapi sesaat Ana menghentikan niat berpikir jika saja Adit akan menolak bertemu. Di sinilah Ana. Berada di kantin bersama dengan beberapa karyawan wanita. "Jadi bagaimana Ana?" tanya Kara, salah satu rekan kerja. "Bagaimana apanya?" "Bagaimana kerja dengan Pak Adit? Kata mereka dia itu dingin sama perempuan." Sabrina menyahut mendengar percakapan mereka. "Benarkah? Aku rasa tidak seperti itu." Di dalam pandangan Ana, Adit hanya seorang pria yang selalu emosi dan tukang suruh-suruh tapi Adit tak dingin pada wanita buktinya Ana saja dibela ketika Diaz mencari masalah. "Wajar sih kamu nggak tahu gimana kelakuan Pak Dir
Ariana menceritakan kejadian di perusahaan termasuk tak berhenti merutuk kesal dengan sikap Adit. Elisa mengkerutkan kening mendengar sahabatnya itu bercerita dan dia tak menyela sama sekali. "Pokoknya aku kesal banget sama bosku itu, suka semau dia saja!" kata Ariana mengakhiri ocehannya yang panjang. Ana lalu melihat ke arah Eli, masih diam menatap heran padanya. "Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Ana heran. "Aku bingung saja sama kamu. Sebenarnya kamu kenapa sih? Beberapa hari lalu kamu mengasihi Adit sekarang malah marah-marah, apa kamu suka ya sama bosmu itu?" Pertanyaan Eli membuat Ana terkejut. "Kok bisa sih kamu bilang kayak gitu? Aku nggak suka ya sama Adit. Dia angkuh, suka sekali memerintah asal-asalan hanya orang bodoh yang suka sama dia." Eli tertawa. "Jangan gitu, gimana kalau suatu hari kamu suka sama dia? Jadinya kamu orang bodoh itu." "Nggak ah, aku nggak percaya. Dia sama sekali bukan tipeku!" sahut Ana makin kesal. "Lah kan emang tiap rasa suka dimula
Ariana sama sekali tak merasa bersalah malah ia mendengus kesal setelah melihat atasannya masuk ke dalam ruangan. "Dasar bos galak, sukanya mengancam terus karyawan. Aku merasa kasihan pada Nina, dia pasti kesusahan harus menjadi sekretaris Adit."Mungkin hal ini pula mengapa Adit begitu jatuh hati pada Nina. Akhirnya Ariana menepis semua pemikiran tersebut dan kembali fokus pada laporan yang ia kerjakan.Jam istirahat akhirnya tiba. Ariana menghentikan kegiatan mengetiknya dan berdiri dari kursi menuju kantin kantor yang letaknya berada di bawah. "Ana, mau kemana kamu?" pertanyaan Adit sontak menghentikan Ariana.Memutar matanya bosan, ia melihat Adit dengan senyum yang dibuat seramah mungkin. "Mau ke kantin Pak, saatnya makan siang." Ariana menjawab jujur."Masuk dulu, ayo kita bahas tentang laporan yang kamu buat." Adit kemudian menutup pintu sementara Ariana merasa muak. Ariana tetap mengikuti perintah Adit dan membawa laptop yang digunakan olehnya.Beberapa menit berlalu dihabisk
Tiga jam telah berlalu, Ariana berembus napas lega sebab rapat berjalan lancar tanpa adanya gangguan. Adit pun tidak protes ketika dia datang sampai rapat pun, meski tampak tenang Ariana yakin bosnya tengah berpikir keras."Tolong ke kantor, kita harus buat laporan rapat untuk atasan." Adit berbicara tenang kepada Ariana. Wanita itu menurut saja, dia tak ingin Adit tiba-tiba berubah pikiran kemudian hanya menyusahkan diri sendiri. Sekarang Nina tidak lagi bekerja, siapa yang mau membantu pekerjaan Adit selain Ariana sendiri?"Kalau datang bawakan kopi juga untukku yang saya sering saya pesan." Adit tiba-tiba berkata dengan nada kesal."Maaf, saya bisa langsung membuatnya kalau anda mau.""Tidak perlu, kau bisa membuatnya nanti setelah makan siang. Kita harus selesaikan laporannya dulu sudah dicatat kan semua hasil rapatnya?""Iya pak," jawab Ariana singkat."Baiklah kalau ada yang tidak dimengerti tolong tanyakan saya. Saya mau menyelesaikan dulu berkas yang belum saya lihat. Kamu kal
Nina tersenyum lebar. "Sekarang saya mengundurkan diri. Pastinya saya akan merindukan kalian semua dan juga suasana kantor tapi saya yakin dengan keputusan saya untuk keluar dari perusahaan. Saya harap saat saya keluar kalian masih sama. Suka menolong, ramah dan baik kepada sesama karyawan." Wanita berusia 30 tahun tersebut kemudian melihat ke arah Ana. Dia lalu mengisyaratkan agar Ana mendekatinya. "Saya harap teman saya, Ariana mendapat perlakuan sama sewaktu saya masih menjadi karyawan baru. Dia sangat baik dan kompeten dalam bekerja." Ariana menatap penuh haru. Kedua bola mata tampak berkaca-kaca tapi segera ia kesat dengan kasar. "Besok saya tidak akan datang ke kantor lagi tapi malam ini, ayo kita bersenang-senang karena setelah makan malam kita akan ke tempat karaoke!" Semua orang langsung bersorak gembira mengingat jika mereka akan ditraktir lagi. Namun suasana hati Ariana masih sedih dan terus menatap Nina. Makanan yang ia ambil dibiarkan dingin dan hanya dimakan sedikit t
"Paman bohong! Katanya tante Nina yang datang kok malah wanita itu," ketus Amel ketika dia menelepon kepada Pamannya, Aditya."Amel, Ariana nanti akan menjadi sekretaris Paman. Dia harus tahu pekerjaannya apa termasuk menjemput kamu." Adit menjelaskan."Ah nggak mau! Amel maunya tante Nina bukan sama Ariana!" kekeh Amel. Adit membuang napas panjang, semua ini karena Adit serta kedua orang tuanya memanjakan Amel jadinya anak ini sangatlah keras kepala. "Semua ini karena tante Nina nikah, kan? makanya Paman sengaja menggantinya dengan orang lain supaya tante nggak dekat lagi sama Amel. Lagian kenapa sih tante Nina nggak nikah sama orang lain? Paman harusnya lebih berusaha lagi untuk dapetin tante Nina.""Diam!" Kali ini Adit naik pitam. Amel sudah berlebihan dengan meninggikan suara dan membahas hal yang nggak pantas dibìcarakan. "Kalau kamu nggak mau dijemput sama sekretaris Paman itu terserah kamu tapi kamu keterlaluan sekali menyangkut pautkan pernikahan Nina dan tidak sopan pada Pam