Hari ini adalah hari ke lima semenjak pemeriksaan kesehatan Laura dilakukan, tetapi Tomshon belum juga datang untuk menemui gadis itu.
Laura mulai bosan terkurung di kamar hotel yang mewah tanpa melakukan kegiatan apa pun selain makan, minum dan tidur serta berkeliling di area hotel. Dia tidak bisa pergi jauh karena anak buah Tomshon selalu mengikutinya saat dia keluar dari kamar.
“Apakah aku memiliki penyakit yang mematikan sehingga kemungkinan pernikahan ini dibatalkan? Atau wajahku terlalu jelek sehingga majikan Tomshon tidak menyukaiku? Lalu aku harus pergi ke mana jika pernikahan ini dibatalkan?” batin Laura.
“Wait! kenapa aku jadi menginginkan pernikahan ini?” gumamnya lagi tidak habis pikir dengan isi kepalanya yang mulai tidak masuk akal.
“Jika pernikahan ini dibatalkan, aku harus mencari pekerjaan. Aku yakin Tomshon bisa mencarikanku pekerjaan yang baik,” ucapnya lagi untuk menenangkan diri.
Suara ketukan pintu kamar, membuat tubuh Laura terlonjak kaget dan lamunannya pun buyar.
“Itu pasti Tomshon!” teriak Laura penuh semangat sambil berjalan mendekati pintu kamar lalu membukakannya.
Senyumannya hilang dan raut kecewa terlihat jelas di wajahnya ketika tahu yang berdiri di depannya adalah orang asing yang tidak dikenal. Ada tiga orang, dua pria dan satu wanita. Baik Laura maupun ketiga orang tersebut saling menatap dan terdiam untuk sejenak.
“It's beautiful!” Tiba-tiba si wanita berteriak sambil menepukkan tangannya.
“Penampilannya terlalu lugu, kelihatan sekali kalau dia tidak pernah berdandan,” kata salah satu pria di depan Laura.
Laura semakin tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, sampai akhirnya pria yang dari tadi diam, mulai mengeluarkan suara.
“Selamat pagi, Nona, kami datang kemari atas perintah Tuan Tomshon. Nona diminta menghadiri suatu acara dan kami akan membantumu mempersiapkan diri,” kata pria tersebut.
“Acara apa?” tanya Laura bingung.
“Kami kurang tahu. Kami hanya punya waktu kurang dari dua jam untuk mendandanimu. Jadi, sebaiknya kita bergegas,” jawab pria itu.
Belum sempat Laura berbicara dan menanggapi perkataan orang itu, tiba-tiba wanita di depannya menarik tangannya dan mendudukkannya ke kursi yang menghadap ke dinding kaca. Wanita tersebut memperkenalkan diri bernama Adel. Sedangkan kedua pria lainnya memperkenalkan diri sebagai Sam dan Mike.
Sam mulai memoles wajah Laura sedangkan Adel mulai menata rambutnya. Mike sendiri berdiri jauh dari mereka bertiga dan terlihat sedang menyiapkan sebuah gaun. Laura menebak jika itu adalah gaun yang harus dia pakai.
Apakah dia akan ke pesta dansa dan mereka bertiga adalah para peri yang sedang mendadani dirinya agar menjadi cantik dan mempesona?
“Apakah nanti aku akan memakai sepatu kaca? Aku akan meninggalkan sebelah sepatuku di tengah malam nanti agar pangeran menemukanku,” batin Laura membuat Adel, Mike dan Sam menghentikan kesibukan mereka sejenak dan tertawa.
“Tenang saja. Kami akan membuatmu mudah ditemukan oleh sang pangeran tanpa kamu harus meninggalkan sebelah sepatumu,” kata Sam menjawab perkataan Laura.
Laura hanya tertawa mendengarnya, suasana berubah menjadi hangat, mereka saling bergurau, dan tertawa karena sikap Laura yang hangat dan menyenangkan.
Laura terkagum melihat wanita di depannya dan itu adalah bayangannya sendiri di cermin. Bagaimana bisa Mike menyiapkan gaun yang sangat indah dan pas sekali di tubuhnya. Gaun merah panjang dengan belahan sampai paha membuat Laura tampak elegan dan tinggi. Kaki jenjang yang putih dan mulus terpampang jelas saat dia melangkah.
Kecantikan Laura semakin menonjol dengan bantuan make up natural Sam dan tatanan rambut Adel. Mereka memang paket komplit yang bisa membuat wanita itu menjadi Putri Cinderella.
“Apakah aku sudah secantik Putri Cinderella?” tanya Laura.
“Kamu lebih cantik dari tuan putri manapun Nona Laura,” jawab Adel.
“Benarkah? Itu karena tangan ajaibmu Adel yang membuatku menjadi cantik,” puji Laura.
“Kamu sudah terlahir cantik. Aku hanya membantu menonjolkan kecantikanmu saja. Aku tidak mengubah apa pun yang sudah kamu miliki, kamu memiliki kecantikan alami,” jawab Adel.
“Terima kasih untuk kalian semua yang sudah mengubahku menjadi Putri Cinderella,” tandas Laura.
“Wait! Sepatu kacamu,” seru Mike sambil berlari mencari sesuatu di tas besar yang dia bawa.
Mike mendekati Laura dengan sepatu cantik berwarna merah yang senada dengan gaun yang dipakainya.
“Ini bukan sepatu kaca, tetapi sepatu paling indah yang penah aku lihat dan aku pakai,” kata Laura seakan mau menangis menatap kagum sepatu tersebut.
“Pakailah! Buat dirimu menjadi sempurna,” kata Mike.
“Tidak ada yang sempurna di dunia ini, Mike,” kata Laura merendah membuat Mike tersenyum mendengarnya.
Tidak sampai dua jam, Laura sudah turun menemui Tomshon yang datang menjemput. Tomshon merasa puas melihat penampilan Laura saat ini. Dia yakin Dave akan menyukainya.
Wanita itu memiliki kecantikan yang alami, tanpa make up tebal yang berlebihan. Tubuhnya indah, lebih indah dari sekedar seksi. Sebagai seorang pria, Tomshon pun mengaguminya.
“Kita akan bertemu dengan calon suamimu. Kamu bisa memanggil dia Dave,” kata Tomshon sambil menggandeng tangan Laura dengan sopan dan berjalan meninggalkan hotel.
“Apakah itu berarti aku lolos dan mengalahkan semua kandidat yang kamu rekrut?” tanya Laura begitu polos.
Tomshon tertawa dalam hati, pernikahan seperti apa yang akan mereka jalani? Baik Dave maupun Laura seakan tidak menganggap serius pernikahan itu. Dave menganggap pernikahan seperti mencari seorang karyawan, sedangkan Laura menganggapnya seperti sebuah perlombaan untuk mengalahkan yang lain.
Hanya waktu yang akan menguji mereka. Apakah mereka akan berakhir dengan sebuah perceraian atau malah mendapatkan cinta sejati?
“Ya, kamu berhasil mengalahkan semua kandidat yang ada. Sakarang tugasmu adalah memenangkan hati Dave,” kata Tomshon.
Padahal tidak ada kandidat lain yang dia ajukan pada Dave, hanya Laura. Tomshon berharap, gadis inilah yang akan menjadi pelabuhan terakhir Dave.
“Baiklah, ayo kita temui Dave dan melihat apa yang dia katakan tentangku. Berkat orang-orang yang kamu kirim, aku menjadi percaya diri dengan penampilan baruku yang mempesona,” ucap Laura dengan penuh rasa percaya diri.
Mendengar perkataan Laura, Tomshon seketika menghentikan langkahnya. “Apa yang membuatmu tidak percaya diri sebelumnya? Kamu cantik dan aku yakin, kamu juga cerdas,” selidik Tomshon.
“Itu saja tidak cukup, jika hidupmu tidak pernah beruntung. Hal tersebut sudah cukup mematikan kepercayaan diriku karena aku tidak pernah beruntung sepanjang hidupku,” kata Laura dengan raut muka yang berubah menjadi sedih.
“Jika begitu, mari kita jemput keberuntunganmu,” ucap Tomshon.
“Baiklah, semoga keberuntungan menyertaiku,” sambung Laura sambil tersenyum.
Mereka segera memasuki mobil dan menuju tempat yang akan mengubah hidup Laura untuk selamanya.
Laura memasuki gedung megah seperti gedung kepresidenan. Keningnya berkerut, tidak mungkin ada pesta di gedung seperti ini. Dia hanya diam dan terus mengikuti langkah Tomshon. Entah kenapa bibirnya terkunci meskipun hanya untuk sekedar bertanya.
“Kamu tunggu di sini, sebentar lagi Dave akan menemuimu,” kata Tomshon yang hanya dijawab dengan sebuah anggukan lemah oleh Laura. Tomshon kemudian meninggalkannya seorang diri dengan rasa gugup.
Mata Laura mulai melayangkan pandangan, meneliti setiap sudut ruangan. Jantungnya tiba-tiba berdetak lebih kencang karena gugup. Seorang pria memasuki ruangan tempatnya menunggu.
Laura tidak bisa melihat wajah pria tersebut karena pria tersebut memakai topeng. Mereka hanya saling menatap dan meneliti satu sama lain.
Desahan terdengar saling bersahutan, Tyrone belum pernah merasakan sesuatu yang luar biasa seperti yang dia rasakan saat bergerak bersama Rebeca, padahal istrinya bukan wanita yang berpengalaman.Kamar yang biasanya sepi, malam ini penuh dengan lagu dan musik, tercipta dari desahan dan hentakan tubuh mereka. Peluh membuat tubuh keduanya lembab dan licin, membuat gerakan mereka semakin indah.Udara di sekeliling menjadi panas, padahal pendingin ruangan berfungsi dengan baik. Gerakan Tyrone yang mengentak tajam membuat pertahan Rebeca runtuh.Gerakan Rebeca yang begitu alami, membuat Tyrone terhentak. Rasanya begitu pas dan serasi, kehangatan dan kelembutan milik wanita itu menyiksanya dengan kenikmatan yang luar biasa.Tyrone menatap wajah istrinya yang bergerak di bawah kungkungannya, seirama dengan hentakan yang dia ciptakan. Kulit Rebeca meremang merah, nafasnya terengah dengan mulut setengah terbuka. Matanya terpejam dengan ekspresi penuh dengan gairah.Jantung Tyrone berdetak kenc
“Bukankah suami harus diberi hadiah kecupan pagi agar harinya penuh semangat?” goda Tyrone.“Peraturan dari mana itu? Bahkan di peraturan pernikahan tidak tertulis hal seperti itu,” sanggah Rebeca.“Peraturan dariku,” jawab Tyrone singkat.“Ciih ... Ada-ada saja. Lepaskan Tyrone! Nanti kamu terlambat.”“Aku adalah putra pemilik perusahaan, terlambat sedikit tidak akan menjadi masalah bagiku.”“Apakah kamu sedang membanggakan kedudukanmu saat ini?”“Tentu saja. Apa yang Tuhan berikan dalam hidup ini wajib kita syukuri dan banggakan.”“Dasar pria sombong.”Tepat setelah Rebeca mengatakan hal itu, bibir Tyrone melumat bibir istrinya lembut, mengecapnya dari bibir atas berpindah ke bibir bawah kemudian menelusup masuk ke dalamnya. Ciuman lembut itu berubah menjadi ciuman rakus saat dia mendengar desahan halus Rebeca terlepas dari tenggorokannya.Tidak puas dengan bibir istrinya, bibir Tyrone bergerak ke leher dan terus turun ke bukit indah milik Rebeca. Dengan mudah dia menyingkap gaun ti
Rebeca harus menahan nafas melihat Tyrone keluar dari kamar mandi. Tubuh bagian atas suaminya tidak tertutup apa pun, membuat inti miliknya memanas. Apalagi saat menatap wajah Tyrone yang kelihatan lebih segar. Tetesan air membasahi rambut dan tubuhnya. Dia harus menahan saliva karena tubuh sempurna suaminya tersebut.Tyrone mendekati Rebeca untuk mengambil pakaian yang sudah disiapkan istrinya, saat jari mereka bersentuhan, sesuatu seakan menarik keduanya untuk saling mendekat.Entah siapa yang memulai, tiba-tiba bibir mereka sudah menyatu dan saling melumat dengan lembut dan menggoda. Tangan Rebece mencengkeram kuat pakaian Tyrone yang dia bawa. Tanpa berniat untuk menghindar, menyambut lumatan bibir Tyrone dengan senang hati.Tyrone tidak bisa menahan gairahnya lagi saat menyentuh jari Rebeca. Dia mengecup sekejap bibir istrinya dan ternyata wanita itu tidak menghindarinya, Rebeca malah tersenyum seolah menyukainya.Mendapat lampu hijau, Tyrone langsung melumat bibir istrinya yang
Paginya jeritan suara wanita mengagetkan tidur Geofrey. Saat membuka mata, Geofrey tidak menemukan istrinya di dalam pelukannya. Dia langsung beranjak dari ranjang dan berlari ke sumber suara tersebut.Geofrey terkejut saat istrinya berdiri di depan pria yang hanya menggunakan celana boxer seperti dirinya. Bahkan tubuh bagian atasnya tampak terbuka. Letichia masih berdiri dengan menutup muka.“Tyrone, apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Geofrey dengan nada tinggi.Goefrey langsung menarik tubuh istrinya dan mendekapnya. Rahangnya mengeras karena Letichia hanya menggunakan jubah tidur, mengingat malam panas yang mereka lalui. Beruntung tubuh istrinya terlindungi oleh jubah tidur itu.Letichia bisa bernafas lega, saat masuk ke dalam dekapan suaminya dan merasa terlindungi.“Aku numpang tidur di sini,” ujar Tyrone santai.“Pakai bajumu, jangan membuat istriku takut karena penampilanmu itu,” kata Geofrey yang geram pada unclenya sendiri.“Maafkan aku. Aku tidak tahu jika kalian sedang b
“Rebeca sangat marah saat tahu kenyataan yang sebenarnya. Dia merasa kami membohongi dirinya, berniat menjualnya padamu hanya untuk uang,” kata Mama Rebeca menjelaskan kondisi Rebeca.“Dia selalu menyimpulkan sesuatu terlalu cepat dan menyakiti dirinya sendiri dengan pemikirannya,” ujar Tyrone.“Kami harus bagaimana, Nak? Aku dan Ronald tidak ingin merepotkanmu dengan sikap manja Rebeca. Jika memang dia terus bersikap keras, kamu boleh menceraikannya.”“Apa yang Mama katanya? Jika kami menikah untuk bercerai, maka dari awal aku tidak akan menikahinya.”“Tapi kamu akan tersakiti dengan sikap Rebeca.”“Tenang saja aku masih bisa menanggungnya, jangan pikirkan aku. Rebeca jauh lebih memerlukan perhatianmu. Apakah Mama membutuhkan Rebeca untuk menemani Mama selama masalah Papa belum selesai? Dia bisa tinggal di sini sementara waktu,” ujar Tyrone.“Tidak, Rebeca harus ikut bersamamu. Dia sekarang adalah istrimu dan kamu harus membawanya pulang ke rumah kalian. Masih ada beberapa pelayan ya
Dia melanjutkan langkah kakinya menuju kamar, langkah terhenti saat mendengar bunyi barang berjatuhan dan gelas yang pecah dari dalam kamar Tyrone. Terdengar jelas jika pria itu sedang menghancurkan apa pun yang ada di dalam kamar tersebut.Tangannya sudah terulur untuk membuka pintu kamar Tyrone, tapi seketika dia mengurungkan niatnya karena tahu kesalahan yang dia perbuat. Dia berlari masuk ke kamar lalu menutup pintunya rapat-rapat.Dari balik pintu dia duduk di lantai dan menangis sambil menyentuh pergelangan tangannya yang masih terasa sakit karena cengkraman tangan Tyrone.Malam itu ada dua hati yang terluka karena satu sama lain tidak saling percaya, maka ketulusan hati pun tidak akan terlihat. Mereka hanya bisa saling melukai satu sama lain.Pagi harinya, Rebeca bangun saat pelayan yang sama yang dulu melayaninya masuk ke kamar. Dengan pertanyaan yang sama seperti yang dulu dia tanyakan pada wanita itu, Rebeca menanyakan nya kembali.“Apakah Tyrone sudah bangun?”“Sudah Nyonya