Share

Kecurigaan

Hampir sepanjang perjalanan aku memikirkan hal tersebut, sambil sesekali melirik Icha yang sedang sibuk dengan ponselnya. Bahkan, sesekali dia bercanda gurau dengan Mas Ardi, membuatku semakin curiga saja. 

Apa benar, jika Icha adalah wanita selingkuhan Mas Ardi. Tapi, jika hal itu sampai terjadi, sungguh dia wanita tidak tahu diri. 

Selama ini, aku sudah cukup baik padanya. Bahkan, sering sekali aku menghiburnya yang sedang sedih karena harus berjauhan dengan suaminya atau membantunya yang sedang kerepotan mengurus anaknya yang masih kecil. 

Kupijit pelipisan yang rasanya sangat sakit, banyak sekali kemungkinan diantara mereka berdua. Sepertinya aku harus cepat-cepat membuktikan semuanya. 

"Kenapa, Sayang?" tanya Mas Ardi dengan cepat. Tangannya sengaja menyentuh pundakku yang hanya berbalut jas berwarna hitam.

Aku menggeleng pelan, kemudian tersenyum ke arahnya. "Tidak, Mas," jawabku singkat, sebelum akhirnya menatap jalanan yang ada di sampingku.

Membayangkan kejadian di mana Mas Ardi dan wanita yang menjadi selingkuhannya melakukan hal keji tersebut di kursi yang sedang aku duduki benar-benar sangat memuakkan. 

Sungguh, mereka sangat keterlaluan. Kenapa harus melakukannya di mobil milikku. Tidak bermodal sekali, laki-laki itu hanya menginginkan sesuatu yang serba gratis. 

Awas saja Mas, sampai kau terbukti selingkuh, aku tidak akan segan-segan untuk menendangmu dari rumah dan perusahaan yang sedang kau tempati. Kamu pikir ayahku akan tinggal diam, jika mengetahui menantunya telah berselingkuh. Tentu saja, tidak!

Lihat saja, Mas. Setelah itu kau tidak akan bisa menikmati itu semua. Bagiku sekarang, hanya tinggal mencari bukti yang kuat dan menendangmu dengan cepat.

"Sayang, sepertinya aku akan pulang lebih larut nanti," ucap Mas Ardi tiba-tiba. 

Aku sempat meliriknya sekilas, sebelum akhirnya memperhatikan gerak gerik Icha dari kaca. Wanita itu tetap tidak bergeming sedikitpun dari ponselnya. Sayang sekali, aku tidak bisa memperhatikan lehernya, karena tertutup jilbab. 

"Tidak apa-apa, Mas. Aku bisa minta diantar oleh Sandi."

Mas Ardi mengangguk, sekilas aku melihat bibirnya sedikit tertarik ke atas, membentuk sebuah senyuman tipis. 

Tidak lama kemudian akhirnya aku sampai di depan kantor. Setelah berpamitan dengan Mas Ardi, aku langsung melesat menuju ruangan tempatku bekerja. 

Kuraih ponsel yang berada dalam tas dan membuka sebuah aplikasi sosial media. Aku mulai menulis nama Icha dan mencari satu demi satu fotonya. Sejauh ini memang tidak ada yang aneh dan semua foto yang dia posting memakai jilbab. 

"Mbak," panggil seseorang dari balik pintu yang tak lain adalah Sandi. Dengan cepat, aku segera mematikan ponsel dan memasukannya pada tas.

"Ya, ada apa Sandi?" 

Sandi menggeleng pelan, dia terlihat menatapku dengan lekat. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan. Tapi, entah hanya perasaanku saja atau apa. Namun, aku merasa ada yang sedang Sandi sembunyikan. 

"Tidak. Mbak, kenapa tidak langsung bekerja? Tidak seperti biasanya."

Tumben sekali Sandi bertanya seperti ini, biasanya dia bersikap biasa saja. Tapi, akhir-akhir ini dia terlihat jauh peduli padaku. 

"Kamu sendiri, kenapa langsung menemuiku?"

"Aku hanya ingin memastikan kalo Mbak baik-baik saja."

Aku terkekeh pelan, tanpa rasa ragu sedikitpun, kujitak kepalanya hingga dia meringis. Lagipula apa yang Sandi pikirkan, bukannya dia melihat bahwa aku baik-baik saja. Ya, terlihat baik dari luar saja tentunya.

Seketika aku langsung terdiam sambil menyipitkan mata, saat teringat sesuatu. Kenapa Sandi terlihat peduli, bahkan terus bertanya hal yang sama padaku, di saat aku tahu kalo Mas Ardi berselingkuh. 

Tidak mungkin Sandi tahu akan perselingkuhan Mas Ardi. Tapi, sikapnya terhadap Mas Ardi kemarin membuatku sedikit bertanya-tanya. Ah, sudahlah aku jangan terlalu memikirkan hal itu, karena lagipula tidak mungkin Sandi mengetahui semuanya, aku yakin itu. 

"Sudah, cepat kamu keluar. Aku akan bekerja."

Aku tarik tangan Sandi dan segera mendorongnya keluar dari ruanganku. Aku tidak ingin, jika dia sampai mengetahui permasalahan yang sedang aku hadapi. 

Karena, bisa saja dia membocorkan semuanya pada ayah sebelum waktunya dan tentu saja itu sangat membahayakan. Selain membahayakan kesehatannya, itu juga bisa membahayakan posisi Mas Ardi, aku sangat tahu bagaimana ayahku, dia bisa berbuat kejam pada orang yang telah berkhianat.

Bukannya aku tidak mau bercerita dan meminta bantuan dari ayah atau adikku, hanya saja aku ingin menyelidiki ini semua dan memberikan sebuah kejutan besar bagi Mas Ardi dengan caraku sendiri. 

Tring ...

Terdengar sebuah pesan masuk ke ponselku. Dengan gerakan cepat, aku segera meraih ponsel yang berada dalam tas.

[Mbak, tadi saya melihat mobil Mas Ardi datang. Sepertinya dia bersama seorang wanita.] 

Aku langsung tersenyum kecut saat membaca pesan yang dikirimkan oleh satpam komplek perumahanku. Setelah sebelumnya aku berpesan padanya untuk memberi tahu, jika Mas Ardi datang sebelum jam kerja berakhir. 

Pesan berikutnya, satpam tersebut mengirimkan foto di mana mobil Mas Ardi tepat melintas di depannya. Kuperbesar foto tersebut dan mengamatinya secara seksama. 

Dahiku sedikit mengkerut, sepertinya wanita yang ada dalam mobil tersebut bukanlah Icha. Aku tahu, tadi Icha memakai jilbab. Tapi, wanita yang sekarang duduk di samping Mas Ardi, rambutnya terlihat terurai dengan sempurna. 

[Awasi terus, jangan sampai lengah!]

Tanpa basa-basi, segera kutekan tombol kirim dan kembali menyimpan ponsel dengan kasar.

Kepalaku berdenyut, rasanya begitu pusing memikirkan itu semua. Sebenarnya berapa banyak wanita yang berselingkuh dengan Mas Ardi di belakangku. Kenapa pula aku merasa yakin, jika Icha dan Mas Ardi juga memiliki sebuah hubungan. 

Lagipula pintar sekali laki-laki itu, dia tahu jika rumah kami tidak memiliki cctv dan pembantu, sehingga dengan leluasa bisa membawa wanita ke dalam rumahku tanpa diketahui oleh siapapun. 

Tapi, sepertinya masa kejayaanmu akan segera berakhir, Mas. Aku akui, dulu kau memang lebih pintar dariku. Namun, tidak sekarang. Aku akan segera mengungkap perbuatan bejadmu, sehingga kau tidak bisa berkutik sedikitpun. 

Masih dengan emosi mengebu-gebu, kutarik napas panjang dan menghembuskannya secara perlahan. Aku masih ingat dengan perkataannya kemarin, kalo dia ingin memiliki pembantu. 

Dasar laki-laki b*doh! Untuk apa dia ingin memiliki pembantu, apa memang untuk dia jadikan mangsa selanjutnya. Ya, itu adalah ide yang bagus, tentunya bukan untukmu, Mas. Melainkan untukku, lihat saja kau akan benar-benar jatuh dalam perangkapku kali ini.

Tanpa basa-basi, segera kuhubungi salah satu yayasan penyedia asisten rumah tangga dan meminta mereka untuk segera mengirim dua orang sekaligus. 

"Sandi, kamu sibuk tidak? Kalo tidak, tolong antar Mbak pulang," ucapku sambil menempelkan ponsel pada telinga, sementara satu tanganku sibuk merapikan berkas-berkas yang sedikit berantakan. Gara-gara Mas Ardi, aku sampai tidak bisa fokus bekerja. 

"Tidak, Mbak. Baik."

Setelah mendapatkan jawaban dari Sandi, aku segera mematikan sambungan telepon dan berjalan dengan cepat menuju lift. 

"Lihat saja, Mas. Satu demi satu perbuatan kotormu akan aku bongkar!" batinku.

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status