แชร์

Part 7. Harus Ikut!

ผู้เขียน: Dwi Nella Mustika
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2023-05-19 16:25:50

Senin yang begitu cerah, matahari pun menjadi saksi betapa bagusnya cuaca hari ini. Berjalan menuju lobi kantor, kali ini aku agak berenergi untuk memasuki gedung yang terdiri dari dua puluh lantai ini, aura yang kurasakan sudah membaik dari beberapa hari belakangan.

"Pagi, Bu" sapa seorang satpam bernama Pak Wawan, kita saling berpas-pasan di lobi kantor. Aku sambut hangat sapaannya.

"Pagi juga Pak Wawan, semangat bekerja ya." balasku dengan sedikit senyuman, Pak Wawan pun membalasnya dengan sikap hormat grak.

Agak lucu memang, dia memang terkenal satpam humoris di antara satpam-satpam lainnya. Dan juga, dia mengabdi di perusahaan ini sudah lebih dari 15 tahun lamanya. Bukan waktu yang sebentar pastinya.

Memberikan senyum dan sapaan yang hangat untuk karyawan lain. Hal ini sudah biasa aku lakukan sejak bergabung di kantor ini. Bagi ku pribadi tidak ada perbedaan strata apalagi jabatan karena di sini kita sama-sama mencari rezeki selagi itu halal.

Ketika pintu lift mau tertutup, tiba-tiba Rinata datang.

"Bu, Bu, tunggu aku." celetuk Rinata sambil mendorong pintu lift.

Aku yang berdiri di dalam lift agak heran melihat tingkahnya. Mengapa juga mesti tergesa-gesa, lagian lift di kantor ini nggak cuma satu, masih ada beberapa lift lagi. Ku lihat arloji yang melingkar di tangan sebelah kiri juga masih menunjukkan pukul 07.00 pagi.

Aku pun memencet tombol supaya pintu lift tidak jadi tertutup, lalu Rinata pun masuk dengan nafas tersengah-sengah. Di dalam lift penghuninya cukup padat, posisi berdiri ku pun dipisahkan tiga orang dari Rinata. Satu per satu karyawan yang cukup padat di dalam lift mulai keluar sesuai dengan lantai yang mereka tuju. 

Dan ketika karyawan keluar lift di lantai 5, hanya aku dan Rinata yang masih berada di dalam lift. Dia pun menyapa.

"Pagi Bu." ucapnya sambil tersenyum tipis ke arah ku.

"Pagi juga." ku sahut dengan nada santai. Padahal jauh di lubuk hati ini sangat geram terhadapnya. Wanita yang ku anggap polos selama ini berani menikamku dari belakang.

***

"Selamat siang Bu." ucapnya sambil membuka pintu

"Siang juga. Silakan masuk dan silakan duduk." dia mengikuti sesuai perintahku.

"Baik, Bu." jawabnya lembut.

"Oke, sekarang silakan kamu perkenalkan tentang dirimu serta kelebihan dan kekurangan yang kamu miliki!" perintahku sambil melihat surat lamaran lengkap dengan berkas pendukungnya.

Siang itu adalah waktu pertama kali aku bertemu dengan Rinata. Wajahnya yang polos serta ayu, dilihat dari cara berpakaiannya yang sederhana, ternyata benar dia berasal dari keluarga sederhana juga, sama seperti ku. Aku saat itu sedang mencari karyawan dengan posisi sekretaris. Dari sekian banyak yang aku interview cuma srek dengan Rinata, nilai "jual" yang dia tunjukan saat interview 80% seperti kriteria yang aku cari.

Apalagi dengan umurnya yang masih terbilang muda, saat itu dia berusia 22 tahun. Yap, dia bergabung di perusahaan ketika aku sudah bergabung di sini selama dua tahun. Artinya, sebelum aku menikah dengan Mas Reno.

***

"Bu, Bu kita sudah sampai di lantai 12." Rinata menepuk pundak ku.

"Iya." jawabku pendek lalu melangkah menuju ruangan.

Ya ampun masih sempatnya aku melamunin dia di dalam lift. Tenang Rinjani, tenang. Rinata memang anak yang ku kenal baik selama ini. Dan akan ku cari tahu, kenapa, dan mengapa dia bisa menjalin hubungan dengan mantan suamiku.

***

Menjelang istirahat siang, telepon VoIP ku berbunyi.

"Halo Rinjani, kamu bisa ke ruangan saya!"

"Baik Pak, segera saya ke ruangan Bapak." ucapku sembari menutup gagang telepon.

Sekembalinya dari ruangan Pak Harjoko, aku langsung menelfon Rinata menggunakan telefon voip.

"Rinata, kamu ke ruangan saya sekarang."

Tak lama kemudian, Rinata pun mengetuk pintu ruangan ku.

"Ada apa ya Bu memanggil saya." tanyanya sembari mendekat ke arah ku.

"Tadi Pak Harjoko menyuruh aku dan kamu untuk ikut dengan dia ke Bali. Penerbangan malam ini, karena ada pekerjaan di sana selama seminggu. Eh iya satu lagi, tolong kamu lengkapi semua keperluan kantor baik dokumen atau pendukung lainnya untuk dibawa keluar kota. Nanti saya kirim listnya melalui pesan pribadi apa-apa saja yang mesti kamu siapkan." aku berusaha profesional, walaupun darah ini sudah memanas menembus jantung, inginku cecar dari A sampai Z.

"Haa, ke Bali Bu. Kok terkesan mendadak ya Bu." nampak sekali dari raut kecemasan dan tidak suka akan perintah ku kali ini.

"Iya, ini memang dadakan." jawabku singkat.

"Baik Bu, hmm, saya boleh izin di jam istirahat nanti Bu untuk mempersiapkan keperluan pribadi dulu." 

"Oh boleh, tapi jangan lama-lama. Sekitaran jam 2 siang kamu udah mesti berada di kantor lagi. Nanti kita berangkat ke bandaranya dari kantor saja."

Dia berlalu meninggalkan ruangan ku dengan wajah cemberut, terlihat sekali dia tidak begitu berkenan aku bawa untuk bertugas keluar kota. Sebenarnya, Pak Harjoko hanya berangkat berdua saja denganku. Ini salah satu trik jitu ku mencari tahu semuanya.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Mau Miskin ataupun Bahagia, Aku Pilih Jalan Sendiri!

    Bab 12"Kamu beneran sudah gila ya, Lita! Mama pikir kamu bisa berpikir jernih sedikit, mengalah sedikit, apa kamu beneran nggak takut jadi janda dan hidup melarat?" serang Ririn dengan penuh amarah.Dia memang takut miskin karena mengingat hidupnya yang begitu susah dulunya.Lita mengendikkan bahu dengan angkuhnya."Aku memang sudah gila!""Kan berulang kali aku bilang sama mama, kalau aku nggak peduli. Mau hidup miskin ataupun kaya, terserah kedepannya. Aku capek diatur terus-terusan, aku yang lebih tahu kebahagiaan ku sendiri.""Sebelum Mas Ammar yang ceraikan aku, aku yang lebih dulu ceraikan dia, karena aku akan menikah dengan lelaki pilihanku!" erang Lita hilang kendali."Jangan bertindak bodoh kamu! Pikirkan lagi ucapan kamu itu Lita! Laki-laki itu pasti baru kamu kenal, nggak akan ada laki-laki yang nerima perempuan apalagi janda dengan segampang itu. Kamu nggak mikir efeknya nanti gimana?""Sudahlah, Ma. Aku capek berdebat terus dengan mama. Lagian hutang-hutang mama juga ham

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Diberi Nama Argantara

    Bab 11[Mas ... dimana? Aku lagi bete nih! Bisa keluar nggak]Lita mengirim pesan pada seseorang beberapa saat setelah menenggak habis minumannya. Tak perlu sepertinya Lita menunggu, selang satu menit, pesannya pun terbalaskan.Seperti tak kenal waktu, padahal sudah menunjukkan pukul satu dini hari.[Kan tadi abis jalan. Kok masih bete sih?] Balas seseorang yang diberi nama Argantara.[Tau gini mending aku nggak pulang tadi.] Balas Lita cepat.[Terus gimana? Mau keluar lagi?][Iya.][Oke. Aku otewe]Sembari menunggu jemputan dari lelaki yang baru dikenalnya selama seminggu ini, Lita menunggu lantai dua untuk mengambil tasnya. Dia berjalan mengendap-endap supaya langkah kakinya tak terdengar oleh Ririn sang mama.Dengan pelan dia menekan handle pintu dan membukanya sedikit saja. Tampak Ririn sudah tidur dengan posisi terlentang. Tak ingin ketahuan, Lita buru-buru menyambar tas yang ada di nakas.[Dimana? Aku udah siapa]Pesan yang dikirim Lita cukup lama dibalas, hingga ... terdengar b

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Arumi Dibawa Pergi

    Bab 10"Nggak cuma tanya apa ada yang mau nitip makanan, gue jawab aja langsung enggak.""Ooh ...." Lita sama sekali tak curiga dengan gerak-gerik teman kerjanya itu. Dia kembali berkutat pada ponselnya.[Ta, mama telponin daritadi nggak diangkat-angkat][Mama mau ngasih tau, mertua sama Arumi dan baby sitter kamu keluar dari rumah][Mama sempat nanya, tapi mertua kamu diam aja. Coba deh kamu telpon mertua kamu?]"Mama lebay banget deh ah. Perkara mereka keluar rumah aja pake lapor. Nggak ada apa hal yang lebih penting," ngomel Lita seraya membuka aplikasi lainnya."Masalah lagi?" tanya Dea."Ya biasalah, nyokap gue orang paling lebay. Masa iya, mertua, anak, dan baby sitter keluar rumah pake ngelapor segala ke gue. Kan nggak penting banget ya," jelas Lita dengan suara sedikit tinggi."Yaelah. Gitu aja lu sensi amat. Wajar aja lah emak lu lapor, kan mertua lu bawa anak lu keluar rumah, emangnya lu nggak mikir gimana gitu, khawatir paling tidak," sahut Dea seraya menyunggingkan sedikit

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Sepucuk Amplop Putih

    Bab 9"Lita ... Lita ..., bangun kamu! Heh!" Ririn mengguncang tubuh anaknya yang baru saja terlelap."Dasar kebo ya kamu, ditinggal sebentar ke bawah, langsung molor," sengit Ririn."Apa sih, Ma. Orang ngantuk juga." Lita menyentak tubuhnya. Tangan Ririn terlepas."Ammar mau menceraikan kamu!" ucap Ririn tanpa basa-basi."Hah?" Lita terduduk, dengan wajah masih berpoles make up dan rambut acak-acakan. "Jangan bercanda, Ma!" ucapnya tak percaya."Serius, tadi Ammar bilang, kalau kamu tidak berubah, bisa jadi kalian akan bercerai."Seolah seperti orang baru sadar, Lita mengibas angin tepat di depan wajah Ririn."Halah, paling juga ancaman belaka, Ma. Mana mungkin dia akan menceraikan aku. Lagian nih, pasti auto malu lah, dia kan tahu gimana rasanya punya orang tua nggak lengkap. Aku yakin, dia tidak akan melakukan hal itu, kalau dia sayang Arumi, aku yakin dia tidak akan memberikan Arumi orang tua yang tidak lengkap." Begitu percaya dirinya Lita berucap."Jika benar itu terjadi bagaima

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Apa Hanya Sekedar Ancaman?

    Bab 8"Buka mata kamu, Mmar. Apa iya pantas istrimu bicara seperti itu sama bunda?"Viola tak tinggal diam, terasa dipojokkan oleh Lita."Neng Viola harusnya juga buka mata, jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga, jangan karena Lita ingin istirahat sebentar, Neng Viola jadikan itu Boomerang," balas Ririn tegas."Kenapa kamu diam, Mmar?""Lihat istrimu Lita, bersimpuh meminta pengertianmu, dia rela meminta maaf atas apa yang sebenarnya tidak dia lakukan secara sengaja. Andai bundamu bisa mengontrol diri, tak akan runyam seperti ini," tambah Ririn.Ammar menundukkan kepalanya, melihat sekejap istrinya yang masih bersimpuh dan tak hentinya menangis. Isakkan tangis Lita pun terdengar semakin keras."Bund, kita turun saja dulu!" ajak Ammar memecahkan keheningan yang tercipta beberapa detik."Yuk, mending kita istirahat," sahut Viola dia menyunggingkan ujung bibirnya pada Ririn."Mas ... Mas ... Please, jangan begitu. Aku sedikitpun tidak ada niat mengutarakan ucapan seperti tadi s

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Debat-debat Apaan Itu di Lantai 2

    Bab 7"Eh, Bunda. Duduk sini, Bund. Mau ngomong apaan? Serius nih keliatannya," ucap Ammar seraya menurunkan kedua kakinya yang tadinya berada di kursi kosong."Kamu nggak tidur?" tanya Viola memulai pembicaraan, seraya menduduki kursi yang ada di sebelah kanan."Nanti lah, Bund. Bunda kenapa nggak tidur? Udah malam lho, Bund. Apalagi tadi sibuk ngurusin acara Arumi.""Iyaa, bentar lagi bunda tidurnya." Viola menyisir pandangannya, termasuk ke pintu utama yang terbuka dengan lebar."Bunda lagi liatin apa? Katanya tadi mau bicara, bicara apa, Bund?" tanya Ammar mulai penasaran apalagi melihat gelagat bahasa tubuh ibunya yang agak lain."Tadi bunda liat Lita naik ke lantai dua bawa beberapa baju. Emangnya dia mau tidur di atas lagi, Mmar?""Oh itu, iya, Bund. Malam ini dia mau istirahat di kamar lantai atas.""Istirahat gimana? Kalian kan punya kamar? Kenapa pisah kamar lagi kayak kemarin?""Hmm ... cuma malam ini aja kok, Bund. Lita kecapekan kalau tidur di kamar aku, bakalan keganggu

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status