Share

2. Budak dari mana

Sesampinya di rumah, Srini mengambil beberapa baju lamanya di lemari. Baju-baju yang sudah lama karena bekas Srini waktu masih kecil. Dia mencari baju kebaya dan bawahan yang terbuat dari kain jarik yang sekiranya muat untuk di pakai Kembang. 

Setelah menemukan, dia berbalik dan menghampiri Kembang yang sedang duduk di sisi ranjang tidurnya.

"Mandilah, setelah itu kita makan," kata Srini.

"Ba-baik, B-bu ...."

Srini tersenyum, saat Kembang memanggilnya 'Ibu'. Hatinya tersentuh, dan seperti inilah mungkin rasanya bila memiliki anak.

Srini menunggu Kembang selesai mandi, sambil duduk di sisi ranjang. Melihat ke arah tumpukan baju yang tadi ia ambil dari lemari tergeletak di kasur, tak jauh darinya. Baju-baju itu sedikit berantakan, mungkin karena tadi Srini mengambilnya dengan semangat lalu sempat menilap acak jadilah seperti itu. 

Dengan kemauan hatinya, ia meraih tumpukan pakaian itu dan melipatnya. Agar saat Kembang mengambilnya sudah rapi.

****

"Ini, ayo makanlah ... aku tau kau sudah tidak makan dan minum dari beberapa hari. Mungkin dua hari kalau aku tidak salah menebak."

Kembang diam, walau Srini sudah sebaik itu tetapi dia masih malu. Apa yang dikatakan Srini pun tidak salah, memang benar Kembang belum makan dari beberapa hari. 

"Ayo ... apa ingin aku suapi?" 

Mendengar hal tersebut, segera Kembang menerima piring yang disuguhkan oleh Srini karena tak mau bertambah malu jika Srini nekat ingin menyuapi.

Melihat itu, Srini tersenyum.

Sembari melihat Kembang makan, ada sebuah pikiran cemerlang menurutnya yang dia pikir akan terbebas dari paksaan jodoh oleh ayahnya. 

Dia tersenyum semakin lebar, menganggap ide dalam otaknya benar-benar akan berhasil. Karena Srini tersenyum sembari melihat Kembang makan, yang dilihat merasa malu dan nekat bertanya. 

"A-Ada apa, Bu? Kenapa tersenyum seperti itu?"

Srini tersadar. "Ah, maaf. aku hanya memikirkan sesuatu yang membuatku senang," jawabnya.

Kembang mengangguk, tak mengerti dan tak tahu apa yang membuat ibu angkatnya senang sampai tersenyum selebar itu.

Selesai makan.

"Ayo kita keluar, kita harus menemui kedua orang tuaku," kata Srini, ia menggandeng tangan Kembang dan keluar bersama. 

Setelah mencari ke beberbagai ruangan, akhirnya Srini menemukan ayah dan ibunya sedang duduk berbincang di sisi kolam ikan, sambil meminum teh. 

Melihat Srini datang sambil membawa anak kecil, mata Bahar bertanya-tanya. 

"Ayah, aku sudah punya anak sekarang," kata Srini, sontak hal tersebut membuat Bahar dan Satem terkejut bukan main. 

Bahar berdiri, dan Satem mengikutinya. 

"Apa maksudmu?" Bahar bertanya.

"Aku tidak suka Ayah selalu menentukan siapa jodohku, dan selalu menganggapku tidak mampu menemukan sendiri pria yang baik. Mulai sekarang, dia anak angkatku, jadi ... berhentilah menjodohkan aku sesuka Ayah."

Duk! Prank!

Semua orang terkejut, termasuk Kembang. Dia menunduk setelah tersentak karena respon Bahar yang menendang teko juga gelas sampai semuanya pecah.

"Srini! Apa-apaan kau ini! Yang Ayah maksud adalah ingin memiliki cucu dari rahimmu! Cucu yang kau lahirkan!"

"Aku belum menemukan calon suami yang baik, suami yang cocok untukku Ayah! bagaimana bisa aku hamil dan memiliki anak dari rahimku?!" Srini ikut kesal, dan kecewa lantaran pikirannya tentang Kembang yang akan menjadi penyelamatnya ternyata salah. 

"Setiap laki-laki yang Ayah jodohkan, yang Ayah datangkan sudah memiliki istri! Lantas, aku akan dijadikan istri yang keberapa oleh mereka?

Ayah begitu tega, membiarkan putri semata wayangmu ini menikah dengan lakil-laki beristri? dijadikan madu yang ke nomor sekian?!

Apa itu yang Ayah pikir terbaik untukku? Apa itu yang Ayah anggap semuanya demi aku?!"

"SRINI!"

"Sudah! sudah ... tenangkan dirimu dulu, Pak!" Satem mengusap-usap bahu suaminya, ia menatap Srini lalu berkata. "Srini, jaga sopan santunmu pada Bapakmu. Dia orang tuamu, rendahkan nada suaramu!"

"Ibu ... apa Ibu mendukung keputusan Ayah?" Srini bertanya, matanya mulai memanas karena berpikir tak seorangpun mengerti perasaannya.

Ibunya hanya bisa terdiam, dengan sorot mata tajam. "Srini, berhentilah ...–"

"KALIANLAH YANG HARUSNYA BERHENTI!" Srini berteriak lantang, sampai suaranya melengking lantaran semua sudah ia kerahkan untuk berteriak. Dia mengigit bibir bawahnya, matanya mulai memerah dan basah. 

Satu persatu bulir bening yang hangat meluncur mengusap pipinya, kedua tangan Srini mengepal.

"Berhentilah, berhentilah Ayah, Ibu ... tolong jangan campuri urusan jodohku lagi. Biarkan aku memilih pendamping sendiri, tolong ... kumohon!" Bruk. Dia menjatuhkan diri, bersimpuh di depan kedua kaki Bahar dan Satem. Tangan kananya meremas kuat kain kebaya di bagian dada, punggungnya bergunjang. Suara tangisan sesenggukan terdengar.

Kembang yang harusnya tidak tahu apa-apa, kini perlahan mengerti. Kenapa dirinya dibeli oleh Srini, kenapa tadi perempuan itu tersenyum dan inilah yang dia lihat karena rasa harap yang berakhir tak sesuai seharusnya. 

Masih dalam posisi menunduk, Kembang ikut menangis. Dia merasa dirinya memang tak berguna, padahal sejauh ini. Kembang tidak bersalah apa-apa. 

Srini yang menuntunnya masuk dalam hidupnya, dalam masalahnya. 

"Katakan padaku ... dari mana kau dapatnya anak ini?"

Tangisannya perlahan reda, Srini yang masih bersimpuh mengusap air mata yang tersisa lalu menengadah melihat Sang Ayah. 

Secara perlahan, dia mulai berdiri lagi di samping Kembang.

"Apa kau membelinya?" Bahar bertanya dengan raut dan nada menyelidik. 

"Apa kau benar-benar membeli seorang Budak untuk kau jadikan anak, dan untuk kujadikan cucu?"

Perempuan itu menoleh ke arah Kembang, gadis kecil itu masih sentiasa menunduk.

"Memang kenapa? Apa itu menjadi masalah ...? Usianya masih kecil, dia tak ada keluarga dan tinggal sendiri ... apa aku salah membelinya untuk kujadikan anak?"

PLAK!

Semua pasang mata membola. Termasuk Kembang yang akhirnya mengangkat wajah, melihat Bahar telah menampar Srini. 

Satem menutupi mulutnya tak menyangka, suaminya akan melayangkan tangan pada putrinya. 

"Pak! apa yang kau lakukan!" teriak Satem.

Srini tercengang, ia memasang wajah syok sambil satu tangan memegangi separuh wajahnya yang sudah memerah. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status