Share

Mengejarnya

Penulis: Nana
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-13 21:54:01

BAB 2

“S-selamat pagi, anda siapa? Dan kenapa menunggu saya?” tanya Arra ragu-ragu. Matanya memindai penampilan Hardy dari atas sampai bawah.

“Akan saya jelaskan nanti setelah anda sarapan. Mari Nona, silahkan ikut saya.” Pria itu merentangkan sebelah tangannya ke samping dengan badan agak membungkuk.

“Silahkan anda pesan menu yang anda inginkan. Saya akan menelepon Tuan Eiden untuk melapor bahwa anda sudah bersama saya.” Pria itu berbalik setelah mengantarkan Arra ke ruangan VVIP restoran.

Saat Hardy mengeluarkan ponsel dan meninggalkan Arra untuk menghubungi Eiden, kaki Arra segera melangkah dan menghilang dari restoran tersebut.

“Tuan ... Nona itu sudah bersama saya. Selain memberinya cek, apa lagi yang harus saya lakukan?”

“Antar dia ke apartemennya! Pekan depan jemput dia kembali ke hotel. Mulai hari ini dan seterusnya, semua kebutuhannya aku yang tanggung. Pastikan dia berhenti bekerja!” Eiden memberi perintah dengan jelas.

“Baik, Tuan.” Panggilan berakhir, Hardy hanya menggeleng mendengar perintah tuan mudanya.

Dia pun segera berbalik menuju restoran. Sayang, di meja yang seharusnya terdapat Arra, mainan baru si boss, wanita itu tidak ada di tempatnya.

Hardy memanggil pelayan dan dibuat terkejut sebab si pelayan mengatakan bahwa wanita yang bersamanya tadi sudah keluar dua menit setelah Hardy keluar.

“Sial ... Aku bisa dihukum karena akan dianggap tidak becus mengurus mainan barunya,” rutuk Hardy.

Sementara di sebuah perkantoran yang jauh dari hotel, Arra sedang disibukkan dengan setumpuk berkas di mejanya. Wanita itu sampai tidak sadar waktu saking fokusnya bekerja. Dia melewatkan jam makan siang bahkan wanita itu juga tak menyadari bahwa saat ini sudah malam.

Jujur saja, Arra juga ingin pulang. Tapi pekerjaannya seolah tiada habis.

Sebagai pegawai baru, Arra lah yang lebih banyak mengerjakan pekerjaan dari divisi-divisi di atasnya. Entah karena peraturan perusahaan atau semua atasannya sengaja memanfaatkan kepolosannya.

Arra menghela napas, dia meraih ponselnya yang ternyata mati kehabisan baterai. Langsung dia hubungkan dengan charger lalu menyalakan ponsel itu, sebab Arra teringat untuk mengabari si penagih hutang. Dan benar saja, begitu ponselnya menyala rentetan pesan masuk dari nomer tak dikenal.

Isi pesan itu hampir sama semuanya, mengatakan jika sampai malam ini Arra tak datang, mereka akan benar-benar membunuh ayah dan ibunya.

“Shit, dasar rentenir kejam!” Arra menjambak rambutnya.

Harus mencari uang ke mana malam-malam begini?

“Arra, tolong pulang. Ibu dan ayahmu dibawa rentenir itu.” Pesan yang dikirim John saat sore tadi tapi baru Arra baca sekarang.

Dari kesal, sekarang Arra jadi ketakutan. Bergegas dia bangkit meninggalkan pekerjaannya. Tak peduli jika dia dipecat, yang terpenting sekarang adalah keselamatan orang tuanya.

Detik itu juga Arra memesan tiket kereta untuk pulang ke kampung halamannya.

Jarak tempuh dari Sidiniy ke Neweda South vales hanya sekitar dua jam perjalanan, tapi bagi Arra yang sedang diburu waktu, terasa sangat lama.

Di saat yang sama, ponselnya berdering. Nama ibu tertera di layar, buru-buru Arra menerima panggilan itu.

“Halo, Arra.” Suara serak sang ibu terdengar, Arra kasihan mendengarnya. Pasti ibunya ketakutan di sana.

“Halo, Bu. Ibu dan ayah baik-baik saja, kan?” tanya Arra, yang seketika air matanya menetes.

Meski ia agak lega karena masih bisa mendengar suara ibunya, tapi Arra merasa ini akan menjadi malam terakhir untuk mereka saling bicara.

Sebab kedatangan Arra tak membawa uang sepeserpun. Arra khawatir, rentenir kejam itu akan membunuh orang tuanya tepat di hadapannya.

“Ya, ibu dan ayah baik-baik saja. Jangan pulang, Nak. Tetaplah di sana dan-“ ucapan ibu terputus. Bukan karena jaringan, tapi karena ponsel ibunya dirampas oleh rentenir itu.

“Halo, Ibu!” Arra memanggil ibunya dengan panik, air matanya semakin deras menetes.

Panggilan telepon dari ibunya yang belum terputus beralih ke panggilan video.

“Cepat ke sini kalau mau ayah dan ibumu selamat.” Rentenir itu menguasai ponsel ibunya. Dia memperlihatkan kondisi ayah Arra yang terkapar di lantai, juga wajah ibunya yang penuh lebam kebiruan.

“Ya. Aku memang sedang dalam perjalanan pulang. Tolong jangan apa-apakan mereka,” mohon Arra. Dia mengarahkan kamera pada dirinya dan sekitarnya agar rentenir itu percaya bahwa Arra benar-benar ada di dalam kereta untuk datang ke sana.

“Itu tergantung seberapa cepat kau datang, dan seberapa murah hati boss kami padamu.” Rentenir itu menyeringai.

“B-baik.”

“Kalau sampai tengah malam kau belum muncul, bersiaplah untuk menggali kuburan mereka.” Rentenir itu mengancam kemudian menutup panggilan secara sepihak.

Arra melihat jam di pergelangan tangannya. Ini belum tengah malam, artinya ia belum terlambat.

Dua jam yang terasa sangat lama itu akhirnya bisa Arra lalui. Dia bergegas turun dari kereta dan langsung menaiki taksi yang sudah dipesannya.

“Sesuai aplikasi ‘kan, Nona?” tanya si sopir memastikan.

“Ya, Pak.”

Saat mereka memasuki jalan yang jarang dilalui kendaraan, sopir kembali bicara.

“Nona, maaf bukan ingin menakuti, tapi sepertinya mobil di belakang mengikuti kita sejak tadi.” Arra menoleh ke belakang. Dan benar, sebuah mobil hitam berada tepat di belakang mereka.

“Abaikan saja lah, Pak. Mereka yang rugi jika mengikuti saya untuk merampok. Lagi pula sekalipun saya selamat dari mereka, belum tentu nanti saya selamat dari penagih hutang ayah saya.” Hati Arra kembali nelangsa. Dia pikir mobil di belakang adalah segerombolan perampok yang berkeliaran mengincar mangsa.

“Lebih cepat lagi, Pak. Saya tidak ingin terlambat sampai tujuan.”

Sopir itu mengangguk sembari melirik sebentar lewat kaca spion.

Tanpa Arra tahu bahwa mobil hitam di belakang adalah orang suruhan Eiden yang berhasil menemukan keberadaannya.

“Tuan, kami menemukan Nona Arra,” lapor anak buah tersebut.

“Good! Terus ikuti!” titah Eiden dengan suara datar dari balik ponselnya.

“Baik, Tuan.”

Menuruti perintah sang boss, anak buah Eiden terus mengikuti taksi tersebut dari jarak yang sangat dekat. Dia tidak mau mengambil resiko kehilangan jari tangan ataupun jari kaki jika sampai kehilangan jejak.

“Ingat, apapun yang terjadi. Kalian harus membawa dia kembali ke mansionku malam ini juga!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Penguasa Arrogant itu Ayah Anakku   Berdebar karenamu

    BAB 30 "Arra, bolehkah aku memelukmu?" Arra merasakan dejavu saat Andrew berbisik di telinganya dari arah belakang. Bukan tanpa alasan Andrew melakukan itu, semua perlakuan manisnya sejak tadi adalah ide Dokter Cindy yang menyuruh agar lebih memperhatikan Arra. "Kalau bisa, berperan lah sebagai ayah untuk anak itu, karena sesungguhnya aku tidak bisa menjamin bayi itu sehat jika ibunya tidak bisa mengelola emosi." Kalimat Dokter Cindy terngiang di telinga Andrew. Pria itu tak ingin Arra terluka hatinya. Beberapa hari bersama dengan Arra, di balik kemarahan dan dendamnya, wanita itu adalah gadis baik yang jika dia kehilangan bayinya, pasti akan sedih dan terguncang. 'Ahhh aku tidak bisa membiarkan itu terjadi.' Lalu beginilah yang terjadi, tidak hanya mengusap punggung Arra, Andrew juga memeluk wanita hamil itu seolah dia adalah bapak dari anak yang ada di dalam kandungannya. "Andrew, aku-" "Sstt ... Sudah, jangan banyak bicara, ayo cepat tidur, aku tidak akan berbu

  • Penguasa Arrogant itu Ayah Anakku   Arra dan Andrew

    BAB 29 Di kediaman Storm. Arra tak kunjung bisa tidur. Dia sudah mencoba berbagai posisi untuk bisa membuatnya segera pergi ke dalam mimpi. Namun hal itu, sama sekali tak membuahkan hasil. Dan pada akhirnya, wanita itu memilih untuk keluar dari kamar. Berjalan menuju lantai bawah lalu kemudian ke teras. Duduk di kursi depan, Arra melihat suasana kampung yang gelap sebab dia depan sana adalah hamparan sawah yang luas. "Hei ... Kenapa belum tidur?" Andrew berdiri di sisinya, mengusap puncak kepala gadis itu layaknya adik yang paling dia sayang. "Eh ... Dokter, kau belum tidur?!" Bukannya menjawab pertanyaan Andrew, Arra justru berbalik memberi pertanyaan. Pria itu tersenyum kecil, lalu mengambil tempat di seberang meja, bersebalahan dengan kursi Arra. Sama-sama memandangi persawahan warga yang gelap, keduanya terdiam dengan isi kepala yang berbeda. "Tumben kau tidak ke rumah sakit, Dokter." Arra yang membuka pembicaraan, wanita itu tak bisa terlalu lama saling diam se

  • Penguasa Arrogant itu Ayah Anakku   Pengharum rasa sop iga

    BAB 28 Eiden memejamkan mata, perutnya lapar sejak tadi, dia sudah mencoba untuk makan di beberapa restoran saat dalam perjalanan pulang dari desa Werdho. Namun begitulah ... Tak satupun dari menu yang dia pesan bisa masuk dengan aman ke lambungnya. Semuanya dia muntahkan baru dalam suapan pertama. "Ini makanan yang anda minta, Tuan." Bi Hana sangat cekatan untuk soal makanan. Dia bisa memasak tiga kali lebih cepat dari orang pada umumnya. Selain karena dibantu oleh dua orang bawahannya, Bi Hana memang memiliki keterampilan khusus dalam mengolah sebuah masakan agar lebih cepat. Membuka mata, Eiden memperbaiki posisi duduknya. Melihat asap mengepul dari kuah sop yang Bi Hana bawa, Eiden merasa pasti aromanya akan penuh satu ruangan. "Kenapa kau membawanya ke sini?" Seketika pria itu menutupi hidungnya yang sudah memakai masker dengan tangannya. Trauma betul Eiden dengan masakan yang baru matang sebab aromanya selalu membuatnya ingin muntah. "Bukankah biasanya makanan an

  • Penguasa Arrogant itu Ayah Anakku   sop iga

    BAB 27 Mobil sudah tiba di rumah sakit, namun begitu Andrew akan turun, rupanya wanita yang ada di sampingnya sedang tertidur pulas. Sibuk berkirim pesan dengan Dokter Mulan, Andrew lupa mengajak Arra mengobrol dan bahkan pria itu juga tak sadar bahwa Arra tertidur dengan kepala miring ke jendela. Membenarkan posisi kepala Arra, Andrew lantas menatap wajah yang terlelap itu. 'Kasihan kamu.' Menyelipkan anak rambut Arra ke telinga, Andrew tak tega jika harus membangunkan wanita itu. "Kembali ke rumah," ucapnya pada sopir. Tak lupa dia mengirim pesan pada Dokter Mulan, mengabari bahwa dia tak jadi ke rumah sakit. Selesai memberitahu Dokter Mulan, Andrew meletakkan kembali ponselnya. Dan saat dia menoleh ke samping, rupanya kepala Arra sudah miring lagi ke kaca. "Sebenarnya sudah berapa banyak hal yang kamu lewati? Bahkan dengan posisi begitu pun kau bisa tidur dengan nyenyak." Melihat kepala Arra yang miring dan bergerak akibat guncangan mobil, membuat Andrew merasa b

  • Penguasa Arrogant itu Ayah Anakku   Gangguan bipolar?

    Arra 26 "Dokter, kau sekarang melamun." Kembali memberi pukulan, Arra sungguh gemas dengan Andrew yang sejak tadi bertingkah aneh dan menyebalkan. Entah sejak kapan, tapi sebelumnya pria ini tidak begitu. Lupakan kebodohan Andrew saat masuk kamar Arra dan melihatnya telanjang. "Oh astagaa ... Aku tidak melamun, Arra." Mengusap lengan yang tadi dipukul Arra. Sungguh! Mulai sekarang, Andrew harus mempekerjakan orang baru yang ahli mengurut badan di rumah. Bisa kaku otot-otot lengannya kalau Arra terus-terusan memukulnya seperti ini. "Kau melamun tadi," berkeras Arra. Jelas-jelas dia melihat Andrew tersenyum, meskipun samar dan singkat, tapi Arra melihatnya sekilas. "Iya, Arra sayang .., aku melamun. Maaf ya." Lagi dan lagi, Andrew seolah menjadi si pembuat onar yang setiap kata yang keluar dari mulutnya hanyalah permintaan maaf akibat perbuatannya. 'Sayang? Dia memanggil sayang?' Arra memerah wajahnya. Namun karena tak ingin ketahuan oleh pria itu, dia buru-buru berbalik dan

  • Penguasa Arrogant itu Ayah Anakku   Melihat rasi bintang

    Bab 25Sigap, sang dokter tampan berusaha menangkap tubuh Arra yang hampir terjatuh. Tapi respon cepatnya justru tak memperkirakan keseimbangannya sendiri. Alhasil keduanya jatuh dengan Arra yang menimpa tubuh Dokter Andrew.“Kau tidak apa-apa?” khawatir Andrew, matanya menatap Arra yang berada tepat di atasnya. 'Astaga, pose apa ini? dan kenapa pula jantungku jadi berisik? semoga Arra tidak mendengarnya.' Bukannya menjawab, Arra justru jadi salah tingkah. Langsung dia bangkit dan membelakangi sang dokter.‘Aataga! Bodohnya ... Kenapa aku bisa menimpa dia?!’ Arra menyesali kecerobohannya sendiri.“Arra, kau tidak apa-apa kan?” Sekarang Andrew sudah berdiri tepat di belakang Arra. Dia sungguh-sungguh khawatir dengan wanita itu. Maksud hati ingin membuat Arra bahagia, malah terjadi kecelakaan seperti ini.“Perutmu sakit? Atau ada bagian lain yang sakit?” tanya Andrew lagi.Namun Arra masih malu. Kecelakaan tadi sungguh membuat dia salah tingkah, menimpa tubuh Andrew yang artinya dada

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status