Share

Ch 3. Menunjukkan Taring

---DISCLAIMER---

Semua Tokoh, Lokasi, dan Kejadian yang ada di dalam cerita ini hanyalah fiksi dan tidak berhubungan sama sekali dengan dunia nyata.

Have Fun :)

BAB 3

“A.. Ardi?” Pak Gunawan tampak gugup,

Memang sih, apalagi mengingat kharisma Ardi yang memang tidak main-main ketika sudah masuk dalam mode serius.

Namun menariknya, perempuan yang ada di depan Pak Gunawan tampak tidak bergeming sedikit pun, wajahnya sangat tenang, seolah sudah memperkirakan kedatangan Ardi saat ini.

“Tampaknya anda akan sibuk, kalau begitu saya permisi dulu,” saat perempuan tersebut berbicara sambil berdiri untuk mohon pamit, Ardi terus memperhatikannya.

“Ardi kan? Perkenalkan, Mrs. Jennifer,” wanita tersebut memperkenalkan diri saat berpapasan dengan Ardi di jalan masuk.

Tentu saja, sebagai bentuk sopan santun, Ardi membalas dengan ramah,

“Ardi,” walau semenjak kecelakaan ayahnya, dia menjadi curigaan terhadap semua orang asing yang di temuinya untuk pertama kali. Namun, akal sehatnya tentu masih jalan; yakni, untuk tidak membuat permusuhan dengan siapapun.

“Kenapa tiba-tiba kau datang?”

“Cukup basa-basinya, bapak pasti sudah tahu kenapa saya datang tiba-tiba ke sini tanpa buat janji dulu kan?”

“Ternyata sifatmu foto copy bapakmu ya,” Pak Gunawan kemudian bangkit dari tempat duduknya, berjalan ke meja kerjanya lalu kembali dengan sebuah map di tangan,

“Apa ini?”

“Sudah seminggu ini kami agak kesusahan untuk memenuhi permintaan komponen untuk ENS. Seperti yang kau lihat, harga beberapa bahan mentah pembuatan komponen yang kalian minta meningkat drastis di pasaran seminggu terakhir. Itulah kenapa kami meminta kenaikan 50% untuk bisa menggenjot produksi agar pengirimannya bisa selesai tepat waktu,”

Saat membolak-balik halaman demi halaman yang ada dalam map di depannya, Ardi mencium bau-bau kejanggalan ketika melihat pergerakan kenaikan harga yang sangat ekstrem dari beberapa negara tertentu.

“Oke, kami akan setujui kenaikan biaya. Tapi hanya 30%, sesuai dengan klausa dalam kontrak sebelumnya,” ujar Ardi, dia terpaksa menyetujui soal kenaikan biaya tersebut ke batas maksimal yang ada dalam kontrak.

“Kau tidak dengar ya?”

“Terserah anda kalau begitu. Saya sudah cukup bijaksana dalam hal ini. Dan saya rasa, kalau kontrak kita batal, anda sendiri yang akan menjadi pihak paling di rugikan,”

“Apa kau tidak memperhitungkan masa lalu yang sudah ada di antara kedua perusahaan, antara ayahmu dan saya dulu,”

Ardi tersenyum tipis. Dia menjentikkan jarinya, meminta tablet yang sedang di pegang Ayu saat ini. Dirinya tersenyum saat melihat pendapatan Pak Gunawan yang sudah meraup hampir 50 juta dollar dalam 5 tahun terakhir karena mencurangi kontrak dengan beberapa perusahaan.

 “Masa lalu? Masa lalu yang mana? Jangan pikir saya akan mentolerir kecurangan yang anda buat di masa lalu. Saya berbeda dari ayah saya.”

Setelah mengungkapkan hal yang sebenarnya tidak ingin diungkapkan, Ardi berjalan keluar meninggalkan Pak Gunawan dengan ekspresinya yang tampak terkejut karena tidak menyangka kalau Ardi sampai mengetahui masa lalu tersebut.

“Lu yakin ngak apa-apa mengancam seperti tadi?” Ayu bertanya saat mereka sedang berdua saja dalam lift.

“Ngak apalah sekali-sekali, biar gua ngak di pandang remeh sebagai seorang CEO, ini kan krisis pertama yang gua hadapi secara langsung,”

Walau berbicara seperti itu, di belakang badannya Ardi tidak berhenti mengetukkan jari telunjuknya di tempat berpegangan yang dia sandari saat ini. Dia sendiri memang sadar kalau langkahnya tadi agak berisiko, sebab kerugian yang akan dialami perusahaannya juga cukup banyak jika kontrak dengan JCorp batal sekarang.

“Soal wanita yang tadi,” Ardi kembali bertanya,

“Sudah gua duga lu akan bertanya,” Ayu tersenyum lalu menyodorkan tablet PC miliknya ke Ardi, “Dia adalah pemilik perusahaan Fuxion International, salah satu perusahaan di bawah INT Group yang berpusat di Shanghai, sepertinya dia juga punya perjanjian yang sama seperti kita dengan Pak Gunawan,”

“Selidiki lebih jauh, kerahkan Tim 3 untuk membantu,” perintah Ardi sambil mengembalikan tab milik Ayu, “Ada kemungkinan dia berkaitan dengan para ‘tetua’ yang di bilang oleh Salim,”

“Lu yakin mau melawan mereka?”

“Tentu, orang seperti mereka tidak akan pernah berhenti kalau tidak di lawan dengan serius,”

“Lu ngak takut kalau ini akan menghancurkan perusahaan yang sudah Ayah lu lindungi selama ini?”

Ardi terdiam untuk sejenak. Selama ini, dia memang tidak pernah memikirkan sampai sejauh itu. Yang ada di dalam pikirannya seminggu terakhir ini hanyalah membalas dendam bagaimana pun caranya.

“Kita lihat saja ke depannya. Gua yakin Ayah gua akan melakukan hal yang sama seandainya waktu itu gua yang mengalami kecelakaan,” dia mengelak dengan jawaban yang agak ambigu, “Dan tolong atur rapat dengan tim marketing dan keuangan setelah tiba di kantor, minta mereka bawa rencana pemasaran produk yang akan di launch dan juga perkiraan biayanya,”

“What?! Now?”

“Sekarang dong, kapan lagi? Tahun depan?” dia sedikit menyindir mimik wajah Ayu yang tampak hendak mengeluh.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status