Share

Ch 4. Krisis Pertama

Sesuai perintah Ardi, perwakilan dari Bagian Keuangan dan Marketing sudah menunggunya di salah satu ruangan rapat yang ada.

“Maaf karena saya meminta kalian bertemu seperti ini,” begitu duduk, dia sengaja langsung meminta maaf. Karena setelah melihat salah satu survei internal soal kelayakan gaji lembur sekarang ini, ternyata banyak yang kurang puas.

Dan permasalahan kali ini sudah pasti akan membuat banyak orang yang akan lembur demi mengatur ulang rencana ke depannya. Ayu memang pernah menyarankannya untuk segera menaikkan uang lembur sekitar 25 – 50%. Namun kondisi keuangan perusahaan sekarang ini sangat tidak memungkinkan hal itu.

“Silahkan,” dia mengangkat lengannya, mempersilahkan masing-masing tim untuk menyampaikan proyeksi rencana mereka ke depannya.

Baru 10 menit berjalan, dia sudah menemukan ‘cacat’ dalam rencana tim pemasaran yang menurutnya kurang sesuai dengan target pasar mereka kali ini. Akan tetapi, dia memilih untuk tetap diam dulu hingga rapat selesai. Apalagi ini merupakan pertama kalinya dia menjalankan rapat.

“Oke, ide kalian sudah cukup bagus. Mungkin ada beberapa yang perlu saya tambahkan ya. Alih-alih menaikkan harga hingga 10% dari yang sekarang. Bagaimana kalau kita membundle dengan produk IoT kita yang setahun lalu? Jadi kita hanya perlu menaikkan harga 5% saja, tapi sebagai gantinya diskon 50% produk IoT-nya.

Sedangkan untuk marketingnya, kita bisa ganti iklannya dari yang telalu fokus iklan di TV menjadi digital marketing lewat social media di prime time yang biasanya jadi puncak trafik. Bayangkan berapa banyak yang bisa kita jangkau kalau mengurangi setengah dari bugdet untuk iklan di TV dan di alihkan ke Social Media dan Content Creator?”

Dia bersikap seramah mungkin karena teamwork sangat penting di saat-saat krusial seperti ini. Tidak ada ruang untuk kesalahan di sisa seminggu ke depan.

Semua orang terlihat mengangguk-angguk mendengar rencananya, entah idenya itu mendapat respon positif atau tidak.

“Baik pak, kalau begitu tim kami akan menyusun ulang rencananya, besok lusa saya akan menyerahkan rencananya,” ucap salah satu perwakilan dari Tim Marketing.

“Bagian Keuangan?”

“Kami akan berusaha mengirimkannya bersamaan dengan Tim Marketing pak,”

“Oke kalau begitu, selamat bekerja,” ucapnya dengan senyum ramah.

Keluar dari ruangan rapat, dalam perjalanan menuju ruangannya, dia tidak bisa berhenti untuk memikirkan bagaimana cara dia bisa menurunkan semua biaya yang bisa di rampingkan.

“Yu, tolong lu selidiki jadwalnya petinggi di stasiun Televisi yang bisa kita loby,”

“Oke, hanya itu?”

“Untuk sekarang iya,” dia menjawab. Chemistrynya dengan Ayu dalam urusan pekerjaan bisa dibilang sangatlah selaras.

Mungkin karena sudah hampir 8 tahun mereka kerja bareng, setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya, Ayu sudah bisa mengerti tanpa perlu di jelaskan panjang lebar.

Berada sendirian dalam ruangannya, dia menatap langit-langit ruangan CEO  yang sudah di rubah menyerupai pemandangan bintang-bintang di malam hari. Dia sengaja meminta hal seperti itu, setidaknya agar dia bisa menenangkan diri ketika sedang penat.

“Baru 2 hari, Di. Dan kau sudah mau mengeluh?” dia bergumam sendiri. Memikirkan rasa lelahnya sekarang, dia menjadi terpikirkan bagaimana dengan Ayahnya yang menjabat sebagai CEO untuk waktu yang lama.

Tok.. Tok..

“Masuk,” dia berseru saat mendengar suara pintu ruangannya di ketuk. Juga karena dia sudah tahu kalau yang mengetuk adalah Ayu—lewat kamera yang terpasang di depan pintu.

“Lu ngak baca pesan yang gua kirim?” melihat wajah Ayu yang tampak pucat, dia menjadi agak bingung dan segera membuka kotak pesannya. Sementara itu, Ayu menyalakan televisi dan memutar sebuah video.

Ardi mendengus dan menyeringai ketika melihat berita yang dikirimkan Ayu ternyata adalah peluncuran produk dari perusahaan Mrs, Jenni, yang di akan di laksanakan sehari sebelum peluncuran produknya.

 “Wah , jadi begini cara mainnya mereka?” dia berbicara sendiri untuk mengungkapkan kekesalannya,

“Soal Mrs. Jennie, semua sudah gua selidiki. Dan jujur saja, gua sedikit agak ngeri dan bingung soal orang ini,”

“Why?”

Ayu terlihat ragu-ragu untuk sesaat, sebelum akhirnya menaruh tablet yang di pegangnya di atas meja Ardi—yang dari awal memang adalah tablet canggih berukuran besar—dan menampilkan semua informasi soal Mrs. Jennie.

“Perusahaannya selama 5 tahun ini mendapatkan suntikan dana misterius dari perusahaan yang tidak pernah gua dengar sebelumnya,”

“Perusahaan cangkang,” Ardi langsung menebak, sebab dia sudah tidak asing lagi dengan permainan kotor seperti itu.

“Yup, kemungkinan begitu. Dan yang terakhir, selama 1 tahun terakhir, dia rutin menjalin hubungan dengan Mr. Salim sampai 1 minggu sebelum kecelakaan Ayah lu terjadi,”

“Jadi maksud lu Mrs. Jennie merupakan salah satu otak pembunuhan kecelakaan Ayah gue?”

“Well,” Ayu mengambil kembali tabletnya, “Itu semua hanya dugaan gua sementara, dan untuk sampai saat ini, cuma ini yang kita punya,”

“Terus bagaimana dengan tetua yang Mr. Salim sebutkan?”

“Seperti yang lu bilang, mereka sangat misterius. Bahkan dengan kekuatan IT kita saat ini pun masih sulit untuk mencari ‘tetua’ yang Mr. Salim maksud. Nomor telepon yang lu kasih waktu itu terdaftar atas nama Mr. Albert, tapi itu hanyalah nama fiktif, dan nomornya sekarang ini tidak aktif,”

“Kalau begitu, selidiki dulu perusahaan cangkang yang mendukung Mrs. Jennie. Dan cari tahu informasi apa yang dibicarakan oleh Mr. Salim dan Mrs. Jennie,” ucap Ardi.

Setelah Ayu kembali pergi dan meninggalkannya sendirian lagi, dia kembali selonjoran di kursinya; memejamkan matanya; dan berusaha memikirkan apa yang harus dia lakukan selanjutnya agar bisa menangkap orang-orang di balik pembunuhan Ayahnya.

Ting..

Di tengah kesunyian itu, layar mejanya menyala di barengi dengan bunyi notifikasi. Awalnya dia malas untuk menanggapinya, namun ketika Smart Desknya—atau begitulah dia memanggil meja yang merupakan komputer dengan layar berukuran besar tersebut—kembali berbunyi, dia lalu bangkit dan memeriksa pesan tersebut,

“Don’t trust anyone”

Melihat judul pesan yang terpampang sama dengan apa yang di katakan Ayahnya malam itu, hal itu menggugah rasa penasarannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status