Home / Romansa / Penguasa Dibalik Bayangan / Ch 4. Krisis Pertama

Share

Ch 4. Krisis Pertama

Author: FIDÉLITÉ
last update Last Updated: 2022-10-22 17:27:58

Sesuai perintah Ardi, perwakilan dari Bagian Keuangan dan Marketing sudah menunggunya di salah satu ruangan rapat yang ada.

“Maaf karena saya meminta kalian bertemu seperti ini,” begitu duduk, dia sengaja langsung meminta maaf. Karena setelah melihat salah satu survei internal soal kelayakan gaji lembur sekarang ini, ternyata banyak yang kurang puas.

Dan permasalahan kali ini sudah pasti akan membuat banyak orang yang akan lembur demi mengatur ulang rencana ke depannya. Ayu memang pernah menyarankannya untuk segera menaikkan uang lembur sekitar 25 – 50%. Namun kondisi keuangan perusahaan sekarang ini sangat tidak memungkinkan hal itu.

“Silahkan,” dia mengangkat lengannya, mempersilahkan masing-masing tim untuk menyampaikan proyeksi rencana mereka ke depannya.

Baru 10 menit berjalan, dia sudah menemukan ‘cacat’ dalam rencana tim pemasaran yang menurutnya kurang sesuai dengan target pasar mereka kali ini. Akan tetapi, dia memilih untuk tetap diam dulu hingga rapat selesai. Apalagi ini merupakan pertama kalinya dia menjalankan rapat.

“Oke, ide kalian sudah cukup bagus. Mungkin ada beberapa yang perlu saya tambahkan ya. Alih-alih menaikkan harga hingga 10% dari yang sekarang. Bagaimana kalau kita membundle dengan produk IoT kita yang setahun lalu? Jadi kita hanya perlu menaikkan harga 5% saja, tapi sebagai gantinya diskon 50% produk IoT-nya.

Sedangkan untuk marketingnya, kita bisa ganti iklannya dari yang telalu fokus iklan di TV menjadi digital marketing lewat social media di prime time yang biasanya jadi puncak trafik. Bayangkan berapa banyak yang bisa kita jangkau kalau mengurangi setengah dari bugdet untuk iklan di TV dan di alihkan ke Social Media dan Content Creator?”

Dia bersikap seramah mungkin karena teamwork sangat penting di saat-saat krusial seperti ini. Tidak ada ruang untuk kesalahan di sisa seminggu ke depan.

Semua orang terlihat mengangguk-angguk mendengar rencananya, entah idenya itu mendapat respon positif atau tidak.

“Baik pak, kalau begitu tim kami akan menyusun ulang rencananya, besok lusa saya akan menyerahkan rencananya,” ucap salah satu perwakilan dari Tim Marketing.

“Bagian Keuangan?”

“Kami akan berusaha mengirimkannya bersamaan dengan Tim Marketing pak,”

“Oke kalau begitu, selamat bekerja,” ucapnya dengan senyum ramah.

Keluar dari ruangan rapat, dalam perjalanan menuju ruangannya, dia tidak bisa berhenti untuk memikirkan bagaimana cara dia bisa menurunkan semua biaya yang bisa di rampingkan.

“Yu, tolong lu selidiki jadwalnya petinggi di stasiun Televisi yang bisa kita loby,”

“Oke, hanya itu?”

“Untuk sekarang iya,” dia menjawab. Chemistrynya dengan Ayu dalam urusan pekerjaan bisa dibilang sangatlah selaras.

Mungkin karena sudah hampir 8 tahun mereka kerja bareng, setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya, Ayu sudah bisa mengerti tanpa perlu di jelaskan panjang lebar.

Berada sendirian dalam ruangannya, dia menatap langit-langit ruangan CEO  yang sudah di rubah menyerupai pemandangan bintang-bintang di malam hari. Dia sengaja meminta hal seperti itu, setidaknya agar dia bisa menenangkan diri ketika sedang penat.

“Baru 2 hari, Di. Dan kau sudah mau mengeluh?” dia bergumam sendiri. Memikirkan rasa lelahnya sekarang, dia menjadi terpikirkan bagaimana dengan Ayahnya yang menjabat sebagai CEO untuk waktu yang lama.

Tok.. Tok..

“Masuk,” dia berseru saat mendengar suara pintu ruangannya di ketuk. Juga karena dia sudah tahu kalau yang mengetuk adalah Ayu—lewat kamera yang terpasang di depan pintu.

“Lu ngak baca pesan yang gua kirim?” melihat wajah Ayu yang tampak pucat, dia menjadi agak bingung dan segera membuka kotak pesannya. Sementara itu, Ayu menyalakan televisi dan memutar sebuah video.

Ardi mendengus dan menyeringai ketika melihat berita yang dikirimkan Ayu ternyata adalah peluncuran produk dari perusahaan Mrs, Jenni, yang di akan di laksanakan sehari sebelum peluncuran produknya.

 “Wah , jadi begini cara mainnya mereka?” dia berbicara sendiri untuk mengungkapkan kekesalannya,

“Soal Mrs. Jennie, semua sudah gua selidiki. Dan jujur saja, gua sedikit agak ngeri dan bingung soal orang ini,”

“Why?”

Ayu terlihat ragu-ragu untuk sesaat, sebelum akhirnya menaruh tablet yang di pegangnya di atas meja Ardi—yang dari awal memang adalah tablet canggih berukuran besar—dan menampilkan semua informasi soal Mrs. Jennie.

“Perusahaannya selama 5 tahun ini mendapatkan suntikan dana misterius dari perusahaan yang tidak pernah gua dengar sebelumnya,”

“Perusahaan cangkang,” Ardi langsung menebak, sebab dia sudah tidak asing lagi dengan permainan kotor seperti itu.

“Yup, kemungkinan begitu. Dan yang terakhir, selama 1 tahun terakhir, dia rutin menjalin hubungan dengan Mr. Salim sampai 1 minggu sebelum kecelakaan Ayah lu terjadi,”

“Jadi maksud lu Mrs. Jennie merupakan salah satu otak pembunuhan kecelakaan Ayah gue?”

“Well,” Ayu mengambil kembali tabletnya, “Itu semua hanya dugaan gua sementara, dan untuk sampai saat ini, cuma ini yang kita punya,”

“Terus bagaimana dengan tetua yang Mr. Salim sebutkan?”

“Seperti yang lu bilang, mereka sangat misterius. Bahkan dengan kekuatan IT kita saat ini pun masih sulit untuk mencari ‘tetua’ yang Mr. Salim maksud. Nomor telepon yang lu kasih waktu itu terdaftar atas nama Mr. Albert, tapi itu hanyalah nama fiktif, dan nomornya sekarang ini tidak aktif,”

“Kalau begitu, selidiki dulu perusahaan cangkang yang mendukung Mrs. Jennie. Dan cari tahu informasi apa yang dibicarakan oleh Mr. Salim dan Mrs. Jennie,” ucap Ardi.

Setelah Ayu kembali pergi dan meninggalkannya sendirian lagi, dia kembali selonjoran di kursinya; memejamkan matanya; dan berusaha memikirkan apa yang harus dia lakukan selanjutnya agar bisa menangkap orang-orang di balik pembunuhan Ayahnya.

Ting..

Di tengah kesunyian itu, layar mejanya menyala di barengi dengan bunyi notifikasi. Awalnya dia malas untuk menanggapinya, namun ketika Smart Desknya—atau begitulah dia memanggil meja yang merupakan komputer dengan layar berukuran besar tersebut—kembali berbunyi, dia lalu bangkit dan memeriksa pesan tersebut,

“Don’t trust anyone”

Melihat judul pesan yang terpampang sama dengan apa yang di katakan Ayahnya malam itu, hal itu menggugah rasa penasarannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penguasa Dibalik Bayangan   Ch 101. Licik, Tapi Bijak (Pt. V)

    Setelah mendengar perkataan salah satu staf agensinya tadi, Cynthia langsung berlari menuju tempat parkir; yang mana sudah banyak orang yang berkumpul di sana.“MINGGIR!!” Cynthia berteriak, menghardik semua orang di situ untuk membukakan jalan baginya. Air matanya langsung mengucur keluar dari matanya saat melihat kondisi Kamila yang kepalanya bersimbah darah.Ardi yang baru saja sampai, memegang kedua lengan Cynthia yang saat ini seperti sedang linglung dan mulai hilang keseimbangan. “Bagaimana keadaannya pak?” sambil menjaga Cynthia agar tidak jatuh, dia bertanya kepada petugas medis yang tampak sedang memberikan pertolongan pertama.“Beliau baik-baik saja. Untung saja kami sampai cukup cepat. Walau pendarahannya cukup banyak, nyawanya masih bisa tertolong,” jelas petugas medis tersebut.Ardi dan Cynthia terus berdiri di situ sampai Kamila di naikkan ke atas ambulans. Awalnya Cynthia ingin ikut naik ke dalam ambulans. Akan tetapi, Ardi mencegatnya—karena khawatir dengan kondisi Cyn

  • Penguasa Dibalik Bayangan   Ch 100. Licik, Tapi Bijak... (Pt. IV)

    “Bagaimana?” Joe yang dari tadi diam semenjak Ardi keluar dari ruangan Niel, langsung bertanya begitu mereka kembali masuk ke dalam mobil.“Entahlah, orang itu hanya terdiam meski gua mengajukan sesuatu yang cukup sulit di tolak perusahaan seperti mereka,” jawab Ardi.Dia sendiri juga bingung dengan reaksi yang di tunjukkan oleh Niel tadi. Walau untuk sesaat dia bisa melihat keraguan dari mata orang itu, namun ekspresi wajahnya menunjukkan sebaliknya.“Tapi kenapa lu ngak langsung menghancurkan Kurniawan dan mereka saja sekalian? Kan lebih mudah, dan pastinya akan lebih efektif dari pada melalui jalan negosiasi seperti ini?” Joe kembali bertanya.“Untuk sementara ini, ada baiknya kalau kita mengurangi hal-hal yang bersinggungan dengan The Collector’s... Setidaknya sampai semuanya jelas tentang siapa yang kita hadapi, dan seberapa besar pengaruhnya di dalam negeri ini.Dan kali ini, kita harus bermain bijak dan bertahan dari pada terus bersifat agresif... Lagipula, kita punya apa yang

  • Penguasa Dibalik Bayangan   Ch 99. Licik, Tapi Bijak... (Pt. III)

    ARK IVCH 99Merasa kalau Joe cukup bisa di percaya untuk masalah seperti ini—karena pekerjaan Joe yang selalu berurusan dengan hidup dan mati—dia mengajak Joe ke ruangannya dan menceritakan semua mimpi buruk yang menghantuinya semenjak kematian ibunya.“Lu sudah ke psikiater yang kartu namanya gua kasih waktu itu?” Joe bertanya.“Nope. Sudah banyak psikiater yang gua hadapi. Tapi semuanya percuma saja,” jawab Ardi.“Lu coba saja dulu ke tempat yang gua kasih. Terlebih lagi dia memang kerap berurusan dengan kasus kaya lu, apalagi kliennya kebanyakan adalah orang-orang kaya gue,” jelas Joe.“Akan gua pertimbangkan... Lu ada urusan apa ke sini?” Ardi bertanya.Sebab kedatangan Joe ke kantornya mungkin bisa dihitung dengan jari semenjak orang ini kembali ke Indonesia. Kalau bukan berurusan dengan keamanan atau Ayu, penyelidikan The Collector’s lah yang menjadi penyebabnya.“Ah...” ucap Joe. Dia lalu mengeluarkan benda hitam kecil yang tampaknya sebuah flashdisk dari dalam saku jas yang d

  • Penguasa Dibalik Bayangan   Ch 98. Licik, Tapi Bijak... (Pt. II)

    ARK IVLicik... Tapi BijakPart II“Sudah dari awal kan gua bilang, jangan terlalu bombastis dalam mempromosikan proyek ini. Apalagi soal teknologi yang belum betul-betul bisa digunakan dalam waktu dekat…”Begitu Ayu mulai mengomel. Ardi menghela nafas panjang. Dia pergi ke kursi di belakang meja kerjanya dan duduk di sana sembari mendengarkan omelan yang terlontar dari mulut kawan sekaligus asistennya tersebut.“Wah, lu lama-lama persis seperti dosen kita yang super duper cerewet waktu itu deh,” ucap Ardi setelah Ayu berhenti berbicara; dan tampak lebih santai.“Ngak usah mengalihkan perhatian. Bagaimana cara lu untuk memperbaiki keadaan sekarang?”“Santai sedikit lah,” ujar Ardi dibarengi dengan senyuman tipis. “Jadwalkan rapat dengan bagian Marketing, Humas, dan Keuangan… Ah, jangan lupa hubungi bank yang kita jajaki kerja sama untuk menstabilkan harga saham kita. Sebagai langkah darurat, beli sebanyak mungkin saham yang ada di pasaran saat ini,”“Goreng saham? Itu plan darurat lu?

  • Penguasa Dibalik Bayangan   Ch 97. Licik, Tapi Bijak... (Pt. I)

    ARK IVLicik, Tapi Bijak...PART I Begitu kembali ke Indonesia, Ardi langsung di hadapkan kembali dengan pekerjaan yang menumpuk. “Lain kali, kalau lu liburan sama besti gua, lu harus ajak-ajak gua lah,” ujar Ayu sembari menaruh beberapa map di atas meja kerja Ardi dengan cukup keras; cukup untuk membuat Ardi yang sedang memejamkan mata untuk beristirahat sejenak terkejut.“Maklumlah, namanya gua siap-siap untuk menikah. Dan kebetulan, di sana ada designer yang cukup bagus dan terkenal. Dan kalau lu ikut, betis gua bisa meledak karena nungguin kalian berlama-lama,” ucap Ardi. Kenangan buruk di mana dia sampai harus duduk hingga bosan karena menunggu duo tukang belanja—Cynthia dan Ayu—di spanyol masih tidak bisa lepas dari benaknya hingga sekarang. Walau begitu, di satu sisi dia cukup lega karena Ayu tampaknya tidak tahu soal apa yang sebenarnya terjadi di Singapura. Dia sebenarnya cukup was-was kalau Joe akan menceritakan semuanya kepada Ayu. Apalagi di tengah-tengah hubungan kedua

  • Penguasa Dibalik Bayangan   Ch 96. Forgiveness (End)

    ARK IV : PERTARUNGAN TERAKHIRFORGIVENESSFINAL“Kau tidak akan pernah bisa menangkap bayangan, hanya bisa di lenyapkan,” Ardi mengutip perkataan Xin Luan di pesta tadi yang cukup menganggunya sedari tadi. “Dan bagaiaman cara untuk membuat bayangan itu menghilang?”“Dengan mematikan cahayanya,” jawab Alona tanpa berpikir terlalu lama. “Tapi kenapa? Kenapa dia meninggalkan petunjuk seperti itu?” Alona bertanya.Ardi masih tetap bungkam meski semua orang sedang menatapnya saat itu. Belajar dari kesalahan yang sudah-sudah, dia tidak ingin jika nantinya apa yang dia ucapkan ternyata adalah sebuah kekeliruan.“Wait,” Joe memecah keheningan. “Itu tidak seperti apa yang gua pikirkan?” Dia melempar tatapan penuh curiga ke arah Ardi.“Apa?” Alona bertanya.Ardi tampak menghela nafas. Dia sebenarnya sedikit kesal dengan Joe yang terlalu peka dan to the point dalam saat seperti ini.“Ada kemungkinan kalau Xin Luan adalah…”Sebelum dia selesai mengatakan kesimpulan awal yang ada di dalam kepalany

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status