Sesuai perintah Ardi, perwakilan dari Bagian Keuangan dan Marketing sudah menunggunya di salah satu ruangan rapat yang ada.
“Maaf karena saya meminta kalian bertemu seperti ini,” begitu duduk, dia sengaja langsung meminta maaf. Karena setelah melihat salah satu survei internal soal kelayakan gaji lembur sekarang ini, ternyata banyak yang kurang puas.
Dan permasalahan kali ini sudah pasti akan membuat banyak orang yang akan lembur demi mengatur ulang rencana ke depannya. Ayu memang pernah menyarankannya untuk segera menaikkan uang lembur sekitar 25 – 50%. Namun kondisi keuangan perusahaan sekarang ini sangat tidak memungkinkan hal itu.
“Silahkan,” dia mengangkat lengannya, mempersilahkan masing-masing tim untuk menyampaikan proyeksi rencana mereka ke depannya.
Baru 10 menit berjalan, dia sudah menemukan ‘cacat’ dalam rencana tim pemasaran yang menurutnya kurang sesuai dengan target pasar mereka kali ini. Akan tetapi, dia memilih untuk tetap diam dulu hingga rapat selesai. Apalagi ini merupakan pertama kalinya dia menjalankan rapat.
“Oke, ide kalian sudah cukup bagus. Mungkin ada beberapa yang perlu saya tambahkan ya. Alih-alih menaikkan harga hingga 10% dari yang sekarang. Bagaimana kalau kita membundle dengan produk IoT kita yang setahun lalu? Jadi kita hanya perlu menaikkan harga 5% saja, tapi sebagai gantinya diskon 50% produk IoT-nya.
Sedangkan untuk marketingnya, kita bisa ganti iklannya dari yang telalu fokus iklan di TV menjadi digital marketing lewat social media di prime time yang biasanya jadi puncak trafik. Bayangkan berapa banyak yang bisa kita jangkau kalau mengurangi setengah dari bugdet untuk iklan di TV dan di alihkan ke Social Media dan Content Creator?”
Dia bersikap seramah mungkin karena teamwork sangat penting di saat-saat krusial seperti ini. Tidak ada ruang untuk kesalahan di sisa seminggu ke depan.
Semua orang terlihat mengangguk-angguk mendengar rencananya, entah idenya itu mendapat respon positif atau tidak.
“Baik pak, kalau begitu tim kami akan menyusun ulang rencananya, besok lusa saya akan menyerahkan rencananya,” ucap salah satu perwakilan dari Tim Marketing.
“Bagian Keuangan?”
“Kami akan berusaha mengirimkannya bersamaan dengan Tim Marketing pak,”
“Oke kalau begitu, selamat bekerja,” ucapnya dengan senyum ramah.
Keluar dari ruangan rapat, dalam perjalanan menuju ruangannya, dia tidak bisa berhenti untuk memikirkan bagaimana cara dia bisa menurunkan semua biaya yang bisa di rampingkan.
“Yu, tolong lu selidiki jadwalnya petinggi di stasiun Televisi yang bisa kita loby,”
“Oke, hanya itu?”
“Untuk sekarang iya,” dia menjawab. Chemistrynya dengan Ayu dalam urusan pekerjaan bisa dibilang sangatlah selaras.
Mungkin karena sudah hampir 8 tahun mereka kerja bareng, setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya, Ayu sudah bisa mengerti tanpa perlu di jelaskan panjang lebar.
Berada sendirian dalam ruangannya, dia menatap langit-langit ruangan CEO yang sudah di rubah menyerupai pemandangan bintang-bintang di malam hari. Dia sengaja meminta hal seperti itu, setidaknya agar dia bisa menenangkan diri ketika sedang penat.
“Baru 2 hari, Di. Dan kau sudah mau mengeluh?” dia bergumam sendiri. Memikirkan rasa lelahnya sekarang, dia menjadi terpikirkan bagaimana dengan Ayahnya yang menjabat sebagai CEO untuk waktu yang lama.
Tok.. Tok..
“Masuk,” dia berseru saat mendengar suara pintu ruangannya di ketuk. Juga karena dia sudah tahu kalau yang mengetuk adalah Ayu—lewat kamera yang terpasang di depan pintu.
“Lu ngak baca pesan yang gua kirim?” melihat wajah Ayu yang tampak pucat, dia menjadi agak bingung dan segera membuka kotak pesannya. Sementara itu, Ayu menyalakan televisi dan memutar sebuah video.
Ardi mendengus dan menyeringai ketika melihat berita yang dikirimkan Ayu ternyata adalah peluncuran produk dari perusahaan Mrs, Jenni, yang di akan di laksanakan sehari sebelum peluncuran produknya.
“Wah , jadi begini cara mainnya mereka?” dia berbicara sendiri untuk mengungkapkan kekesalannya,
“Soal Mrs. Jennie, semua sudah gua selidiki. Dan jujur saja, gua sedikit agak ngeri dan bingung soal orang ini,”
“Why?”
Ayu terlihat ragu-ragu untuk sesaat, sebelum akhirnya menaruh tablet yang di pegangnya di atas meja Ardi—yang dari awal memang adalah tablet canggih berukuran besar—dan menampilkan semua informasi soal Mrs. Jennie.
“Perusahaannya selama 5 tahun ini mendapatkan suntikan dana misterius dari perusahaan yang tidak pernah gua dengar sebelumnya,”
“Perusahaan cangkang,” Ardi langsung menebak, sebab dia sudah tidak asing lagi dengan permainan kotor seperti itu.
“Yup, kemungkinan begitu. Dan yang terakhir, selama 1 tahun terakhir, dia rutin menjalin hubungan dengan Mr. Salim sampai 1 minggu sebelum kecelakaan Ayah lu terjadi,”
“Jadi maksud lu Mrs. Jennie merupakan salah satu otak pembunuhan kecelakaan Ayah gue?”
“Well,” Ayu mengambil kembali tabletnya, “Itu semua hanya dugaan gua sementara, dan untuk sampai saat ini, cuma ini yang kita punya,”
“Terus bagaimana dengan tetua yang Mr. Salim sebutkan?”
“Seperti yang lu bilang, mereka sangat misterius. Bahkan dengan kekuatan IT kita saat ini pun masih sulit untuk mencari ‘tetua’ yang Mr. Salim maksud. Nomor telepon yang lu kasih waktu itu terdaftar atas nama Mr. Albert, tapi itu hanyalah nama fiktif, dan nomornya sekarang ini tidak aktif,”
“Kalau begitu, selidiki dulu perusahaan cangkang yang mendukung Mrs. Jennie. Dan cari tahu informasi apa yang dibicarakan oleh Mr. Salim dan Mrs. Jennie,” ucap Ardi.
Setelah Ayu kembali pergi dan meninggalkannya sendirian lagi, dia kembali selonjoran di kursinya; memejamkan matanya; dan berusaha memikirkan apa yang harus dia lakukan selanjutnya agar bisa menangkap orang-orang di balik pembunuhan Ayahnya.
Ting..
Di tengah kesunyian itu, layar mejanya menyala di barengi dengan bunyi notifikasi. Awalnya dia malas untuk menanggapinya, namun ketika Smart Desknya—atau begitulah dia memanggil meja yang merupakan komputer dengan layar berukuran besar tersebut—kembali berbunyi, dia lalu bangkit dan memeriksa pesan tersebut,
“Don’t trust anyone”
Melihat judul pesan yang terpampang sama dengan apa yang di katakan Ayahnya malam itu, hal itu menggugah rasa penasarannya.
Walau tertarik, dia tidak langsung membuka pesan yang ternyata berisikan sebuah file yang di kompresi. Dia mengirim file tersebut ke emailnya terlebih dahulu, lalu membuka email tersebut di Virtual Machinenya—berjaga-jaga kalau itu mungkin adalah sebuah jebakan yang akan meretas data-data perusahaannya.Setelah merasa semuanya aman, baru dia membuka file tersebut secara langsung. Hasilnya sangat membuatnya terkejut ketika melihat sekumpulan video CCTV yang tidak bisa di dapatkan polisi, yang menutup kasus Ayahnya sebagai murni sebuah kecelakaan.Namun, ketika sampai di video terakhir, dia tidak kuasa untuk meneteskan air matanya.“ Tes.. 1, 2, 3.. Sudah merekam kan?” saat mendengar suara Ayahnya dan melihat wajahnya lagi, air matanya mengalir begitu saja, di tambah lagi saat melihat Ayahnya yang begitu gugup di depan kamera.“Ardi, kalau kamu melihat video ini, itu berarti perjuangan Ayah untuk melindungi apa yang akan Ayah sampaikan sudah gagal. Dan sudah waktunya bagi kamu untuk mel
“Berhenti,” dia memberi perintah untuk menghentikan cuplikan gambar di depannya sekarang, “Apa hubungannya dia dengan organisasi tadi?” dia langsung bertanya saat ada foto Mrs. Jennie dalam bagan orang-orang yang berkaitan erat dengan Mrs, Jennie.“Untuk sekarang kami mencurigai dia adalah salah satu dari 7 perwakilan The Collector’s di Indonesia sekarang ini,”Dia akhirnya paham maksud dari 7 gambar besar yang bertengger di paling atas. Melihat hanya wajah Mrs. Jennie saja yang di tampilkan dan 6 lainnya hanya gambar hitam dengan tanda tanya, dia bisa menebak kalau hanya Mrs. Jennie saja yang identitasnya sudah terbongkar.“Jadi, hanya Mrs. Jennie saya yang sudah ketahuan?” dia iseng bertanya untuk memastikan dugaannya,“Begitulah, saking misteriusnya mereka, 3 tahun dengan semua teknologi canggih ini hanya bisa membongkar satu orang saja. Itupun karena Mr. Salim yang ceroboh sehingga kami bisa yakin kalau orang ini adalah salah satu perwakilan,”“Lalu bagaimana dengan Mr. Salim, sej
“Bagaimana dengan penyelidikan lu soal Mrs, Jennie?” dia bertanya kepada Ayu saat mereka sedang menunggu Cynthia berganti pakaian dalam toilet.“Tidak terlalu banyak kemajuan,”“Selidiki semua orang yang terlibat dengan dia, jangan ada satupun yang terlewatkan. Kalau perlu bentuk tim lapangan untuk memantau langsung, dan juga...” dia berhenti sejenak, “Nevermind, pokoknya selidiki semua orang yang berhubungan dengan Mrs. Jennie, siapapun itu,” Walaupun memang Ayu sudah menjadi salah satu orang kepercayaannya selama ini. Tetap saja gambar hitam dengan tanda tanda tanya yang dia lihat lab Project X waktu itu mengganggu mentalnya soal menilai seseorang.“Oke, terserah lu saja kalau begitu,” walau begitu, Ayu tiba-tiba melirik ke arahnya, “Lu ngak menyembunyikan sesuatu dari gua kan?”“Apa? Ngak ada lah,” dia mencoba untuk menunjukkan untuk tidak terlihat gugup di depan Ayu yang anehnya selalu saja bisa menemukan celah ketika dirinya sedang ada masalah.“F
‘Luar biasa!’ itulah reaksi yang tepat untuk menggambarkan bagaimana terkejutnya dia saat melihat X-Files yang didapatkan oleh Ayu.Walau dirinya sudah menduga bagaimana permainan kucing-kucingan yang di lakukan oleh Mrs. Jennie, dia tidak menduga kalau orang-ornag yang berada dalam circle Mrs. Jennie ternyata banyak berasal dari pejabat kelas atas dan orang-orang penting di pemerintahan.“Kirimkan semua ini ke email dan private server kita, sebagai jaga-jaga saja,” dia langsung memerintahkan Ayu untuk mengantisipasi kehilangan data penting yang bisa menjadi kunci untuk membalikkan permainan Mrs. Jennie ke depannya.“Tidak mau langsung digunakan saja? Ini bisa jadi gamechanger loh,”“Resikonya tidak sepadan, lebih baik kita simpan saja dulu. Itu akan menjadi kartu terakhir kita kalau sedang terpojok. Dan lagipula, perusahaan kita masih bisa kok mengatasi kalo cuma masalah peluncuran produk kaya begini,” jelasnya. Walau perkataan Ayu memang ada benarnya. Dia tidak mau membuang ka
Perkataan Ayu membuat Ardi terdiam untuk sejenak.“Putar mobilnya, kita kembali ke perusahaan sekarang,” perintah Ardi. Dia memutar otaknya, apa yang harus dia lakukan di momen seperti ini? Begitu sampai di ENS Electronics, dia langsung menuju ruangan server untuk memeriksanya secara langsung. Tidak lupa, dia menghubungi Pak Dwi untuk membantunya secara diam-diam saat di perjalanan tadi.“Kami tidak tahu masalahnya Pak, tiba-tiba saja semua data backup maupun yang aslinya hilang dari server begitu saja,” keluh salah satu petugas di ruang control server.“Apa ada trafik mencurigakan yang masuk secara tiba-tiba?” Ardi bertanya, dia berusaha untuk tetap tenang dan tidak memarahi pegawai di depannya ini yang sudah keringat dingin.“Apa bisa sebuah semua file yang sudah di simpan hilang begitu saja tanpa ada yang menyentuhnya? Bahkan sampai file aslinya?!” Lain halnya dengan Ardi, Ayu malah langsung meninggikan suaranya saat berbicara ke semua orang yang ada di ruangan bersama merek
“TIDAK BISA!! Kau sudah gila apa?” Pak Dwi membentak Ardi. Dia tidak setuju dengan rencana Ardi yang ingin menggunakan rencana City Of Future sebagai rencana cadangan.“Selama Fasilitas ini tidak di ketahui semuanya akan aman-aman saja. Sekarang coba pikirkan, dari mana semua fasilitas ini di danai? Kalau peluncuran kali ini gagal, ENS akan kehilangan salah satu perusahaan pendulang keuntungan terbesarnya. Dan ujung-ujungnya? Fasilitas ini tidak akan bisa beroperasi lagi. Semua kerja keras ini akan sia-sia!” Ardi akhirnya meninggikan suaranya sedikit setelah menahan semua emosinya hari ini.Perdebatan ini sudah berlangsung sekitar sejam, dan dia mulai lelah memikirkan waktu yang terbuang sia-sia sementara musuhnya menari-nari kegirangan saat ini.Pak Dwi terdiam sejenak, dia memandang Ardi dengan tatapan penuh keraguan. Dia melepas kacamatanya lalu berjalan kembali ke meja kerjanya. “10 Tahun saya dan Ayahmu melakukan ini semua, kami melakukan semuanya dari 0,” Pak Dwi menggigi
ARC II : Pertarungan Yang Tak Akan Terhindarkan CHAPTER 11 2 Bulan berlalu semenjak pengumuman City Of Future, penjualan saham ENS Electronics merangkak naik menjadi perusahaan ke 3 terbesar di Indonesia. Dan tentunya, mengukuhkan ENS Group sebagai sebagai konglomerasi terbesar di Indonesia dari segi total Valuasi keseluruhan. “Ayu, kemari sebentar,” Ardi berbicara melalui telepon yang khusus untuk memanggil setiap orang penting di ENS Electronics. Semenjak kesuksesan ENS Electronics dua bulan lalu, dia memutuskan untuk memberikan perhatian lebih dan memindahkan keseluruhan basis operasi ENS Group ke ENS Electronics. “Lu tahu kan jabatan gua sekarang ini adalah Vice President? Bukan sekretaris lo lagi?” Ayu langsung mengomel begitu tiba di ruangan Ardi, “Makanya, proses penyaringan lamaran untuk sekretaris gua di percepat dong,” Ardi mengucapkannya dengan sedikit tersenyum nakal, “Bagaim
“Hah?” Ardi sedikit terkejut dengan pertanyaan Cynthia yang begitu tiba-tiba, “Kenapa tiba-tiba?”Dalam pikirannya memang sempat terbesit untuk meminta Cynthia rehat dari dunia hiburan, setidaknya sampai masalah The Collector’s ini selesai. Namun dia tidak tega harus merebut apa yang tunangannya ini perjuangkan selama ini dengan begitu susah payah.“Tidak sekarang juga sih, tapi dalam 1 atau 2 tahun ke depan lah. Aku hanya merasa sudah sampai di batas yang tidak bisa kulewati lagi, kecuali aku mujur bisa dapat piala Oscar yang rasanya sangat mustahil itu.Dari awal kan tujuanku menjadi artis memang untuk membuktikan diri ke keluargaku, terutama Ayahku dulu kalau aku bisa sukses dengan impianku sendiri. Dan sekarang, lemari penghargaanku sudah penuh dengan bukti perkataanku waktu itu.Jadi sekarang, aku mau mencari kesibukan lain,”“Bukannya malah bagus dong. Kamu bisa lebih memilih skrip mana yang bag