Share

Bab 13

Evano merupakan salah satu tokoh terpandang di negara ini. Beberapa tahun terakhir, Evano banyak mengurus kasus perceraian orang-orang kaya. Setiap kasus, dia dibayar dengan nilai yang fantastis.

Ditambah dengan statusnya sebagai salah satu pemegang saham Grup Charula, membeli rumah di Kota Haita semudah membalikkan telapak tangan.

"Kebetulan aku ada rumah kosong di Apartemen Pasadena," kata Evano.

Apartemen Pasadena adalah hunian mewah yang terletak di dekat Hotel Royal dan memiliki fasilitas lengkap.

"Boleh disewakan untukku?" Sofia sulit memercayainya.

"Tentu saja." Evano mengangguk dengan serius, dia tidak sedang bercanda. "Kalau kamu tertarik, kita bisa ke sana sekarang."

"Boleh." Sofia langsung menyetujuinya.

Sebuah mobil telah menunggu di depan pintu hotel. Begitu Evano dan Liam keluar, sopir bergegas turun dari mobil dan memindahkan koper mereka ke bagasi di belakang.

Selagi sopir merapikan koper mereka, Evano menyalip Sofia dan berkata, "Aku mau duduk di depan, aku lebih suka duduk di depan."

"Oh, silakan!" Sofia mengalah dan memberikan tempat duduk di depan kepada Evano.

Ketika Evano dan Sofia mengobrol, Liam sudah masuk ke dalam mobil, lalu berkata dengan ketus, "Cepat!"

Sofia tidak berani berlama-lama, dia membuka pintu mobil dan bergegas masuk.

Liam duduk agak di tengah, dia sendiri menempati hampir dua per tiga kursi. Agar tidak menyentuh Liam, Sofia sampai meringkuk di dekat pintu mobil.

Raut wajah Liam terlihat sangat masam. Sofia bahkan tidak berani bernapas terlalu kencang karena takut membuat Liam marah.

Untungnya jarak dari hotel ke Apartemen Pasadena hanya 5 menit. Tak lama, mobil pun berhenti di sebuah bangunan mewah.

"Di sini." Evano turun dari mobil, lalu menunjuk bangunan tersebut. "Unitku ada di lantai 18 dan 19. Kalau kamu tertarik, sewa saja yang ada di lantai 19."

Sesampainya di lantai 19, Sofia melihat tatanan rumah yang didekorasi dengan gaya elegan, tetapi sederhana. Namun Sofia bisa melihat, semua perabotan di sini jauh lebih bagus dan lebih mahal daripada yang biasanya.

"Sejak direnovasi, apartemen ini tidak ada yang menempati. Aku juga jarang ke sini, makanya semua perabotan terlihat masih baru. Apartemenku sudah lengkap, kamu hanya perlu membawa badan." Evano tersenyum ramah.

Dari segala aspek, Sofia sangat puas dan menyukai apartemen ini. Tak hanya dekorasi, tapi juga lingkungan dan aksesnya.

Hanya saja, satu hal yang mengganjal di hati Sofia adalah ....

"Biaya sewanya ...." Biaya sewanya pasti tidak murah.

"Enam juta?" Evano asal menyebutkan harga.

Melihat Sofia yang terkejut sambil membelalak, Evano pun bergegas merevisi harga yang diberikan. "Kalau terlalu mahal, 4 juta juga boleh. Aku tidak pernah menyewa properti, jadi aku kurang tahu harga pasaran. Terserah kamu saja mau bayar berapa."

Sofia baru sadar, ternyata Evano salah paham. "Tidak, tidak ...."

Sofia melambaikan tangannya dan berkata, "Enam juta terlalu murah."

Kalau apartemen ini diserahkan kepada agen properti, harga sewanya pasti di atas 60 juta perbulan. Namun Evano hanya memberikan harga 10% dari harga pasaran?

Sofia merasa tidak enak hati, Evano sudah terlalu baik. Di mata Sofia, Evano bagaikan malaikat penolong yang hidup di bumi.

Evano menghela napas lega, dia kira dirinya telah memberikan harga yang terlalu mahal.

"Ah, harga teman. Lagi pula, sayang juga rumahnya tidak ditinggali. Anggap saja kamu membantuku merawat rumah ini. Malah aku yang untung, aku masih bisa mendapatkan uang tambahan dari biaya sewamu," Evano menjawab dengan santai.

Sofia sama sekali tidak curiga, alasan yang diberikan Evano terdengar sangat masuk akal.

Meskipun Sofia terharu dengan harga murah yang diberikan, sebagai seorang teman yang baik, Sofia tidak mau memanfaatkan kebaikan Evano.

"Begini saja, untuk biaya sewanya 30 juta per bulan. Biaya listrik, air, dan lain-lain aku yang tanggung." Meskipun jauh dari anggaran yang direncanakan, Sofia masih sanggup membayarnya.

Masalahnya, Sofia tidak mau menyia-nyiakan kebaikan Evano. Lagi pula, Sofia juga sangat menyukai apartemen ini.

"Bu Sofia, kamu terlalu sungkan." Evano melambaikan tangan.

"Sudah, 6 juta saja. Kalau tidak suka, cari tempat lain," kata Liam yang sejak tadi diam. Liam bersikap seolah Sofia yang akan dirugikan.

"Enam juta terlalu murah ...." Sofia berusaha memberikan penjelasan, tetapi Liam langsung menunjuk ke arah pintu dan berkata, "Ayo, pergi."

Sofia panik dan langsung berteriak, "Enam juta, oke!"

Selama 2 hari ini, Sofia sudah lelah mencari tempat tinggal yang cocok. Jika tidak menerima tawaran Evano, entah berapa banyak waktu lagi yang perlu dihabiskan Sofia untuk mencari tempat tinggal.

Evano tersenyum puas. "Baguslah, nanti aku akan meminta seseorang untuk mengirim kontraknya. Besok kamu ada waktu? Kita tanda tangani langsung kontraknya."

"Oh iya ...." Evano merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah kunci. "Kalau kamu mau, kamu bisa pindah malam ini juga."

Sofia mengambil kunci yang diberikan. "Aku pindah setelah kontraknya ditandatangani saja."

"Terserah kamu." Kali ini Evano dan Liam tidak memaksa Sofia.

"Aku tinggal di lantai 18, Liam tinggal di lantai 20. Kalau ada apa-apa, kamu bisa menghubungi kami," kata Evano.

Sofia menganggap ucapan Evano hanyalah formalitas semata. Sofia tidak mungkin mau merepotkan mereka berdua.

....

Setelah melihat apartemen, Sofia berpamitan dan hendak kembali ke hotel. Namun, tiba-tiba Evano menepuk kepalanya sendiri sambil berteriak, "Gawat!"

"Ada apa?" Sofia ikut panik melihat Evano yang histeris.

"Aku lupa menyuruh sopir untuk menunggu." Evano berlari ke balkon, lalu melihat ke bawah sambil berkata, "Aduh, sopir sudah pergi."

"Kamu masih mau keluar? Aku bantu panggilkan taksi, ya?" Sofia menawarkan bantuan.

"Bukan." Evano bergegas menjelaskan, "Aku mau minta sopir mengantarmu pulang ke hotel."

"Hotel Royal dekat, kok. Aku bisa jalan kaki saja." Bagi Sofia, ini hanya masalah sepele.

"Jangan, hari sudah malam, lingkungan di sini juga sepi. Bagaimana kalau terjadi sesuatu kepadamu?" Evano terlihat cemas.

Sofia ingin menjawab, sistem keamanan di kawasan Pasadena sangat canggih. Lagi pula Sofia tidak sebodoh yang mereka pikirkan. Hanya saja, sebelum Sofia sempat menjawab, Liam langsung bangkit dari sofa dan berjalan keluar.

Sofia kebingungan, Liam mau ke mana?

Sesampainya di depan pintu, Liam berhenti dan menoleh ke belakang. Liam menatap Sofia dengan tatapan datar.

Sofia tidak tahu harus berbuat apa, dia tidak mengerti maksud Liam.

"Cepat, ikut dia." Evano gereget melihat Sofia yang lamban.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status