“Maafkan aku, Aleeta. Aku tidak bisa membantumu.”
Seketika bahu Aleeta merosot lesu saat mendengar jawaban dari Thomas—Bos di Cafe tempat ia bekerja. Di jam makan siangnya ini, Aleeta menyempatkan diri untuk menemui Thomas di ruangan kerja pria itu. Ia sudah mengatakan alasannya kepada Thomas untuk apa ia sampai harus meminjam uang, tapi ternyata Thomas tidak bisa membantu Aleeta. “Kamu pasti berpikir kalau aku ini pelit,” imbuh Thomas. “Nggak, Thom. Sungguh aku nggak berpikiran seperti itu,” sahut Aleeta sembari menggeleng. Thomas hanya bisa terkekeh kecil. “Berpikiran seperti itu juga tidak masalah, Aleeta. Orang-orang pasti berpikir kalau Cafeku ini ramai, dan untung yang aku dapatkan pasti juga lumayan. Tapi kenyataannya tidak seperti itu.” Aleeta hanya terdiam menatap pria yang selama beberapa tahun ini menjadi Bosnya. “Aku punya banyak sekali tanggungan yang harus aku bayar setiap bulannya. Termasuk tempat ini, tempat tinggalku. Gaji kalian. Dan percayalah, aku rela menghemat kebutuhan hidupku demi memberikan gaji yang layak kepada kalian. Bagiku yang terpenting itu adalah bagaimana Cafe ini bisa tetap berjalan, dan bagaimana cara aku bisa menggaji karyawanku dengan baik.” Aleeta menunduk. Ia paham sekali dengan apa yang dikatakan oleh Thomas. Ia tidak boleh egois dan memaksa Thomas untuk membantunya. Lagipula delapan ratus juta memang angka yang cukup besar. Meski Cafe milik Thomas ini selalu ramai pengunjung, tapi seharusnya Aleeta tidak perlu tahu seberapa persen keuntungan yang di dapatkan oleh Thomas. Yang pasti selama Aleeta bekerja di sini dan Thomas menggajinya dengan layak itu sudah lebih dari cukup. Thomas punya kebutuhannya sendiri, dan Aleeta paham akan hal itu. “Sekali lagi maafkan aku, Aleeta. Maaf karena aku tidak bisa membantumu,” imbuh Thomas. Aleeta menggeleng. “Seharusnya aku yang meminta maaf, Thom. Bukan kamu. Maaf karena aku sudah lancang dan mengganggumu.” “Hei, kamu tidak lancang, Aleeta. Aku tahu kamu sedang berusaha. Justru aku yang harus meminta maaf karena aku tidak bisa membantumu.” Tidak. Seharusnya Aleeta lah yang harus meminta maaf. Hari ini Aleeta sudah melibatkan dua orang sekaligus ke dalam urusan yang seharusnya menjadi tanggung jawab Aleeta sendiri, bukan orang lain. Lalu sekarang, kemana Aleeta harus mencari uang sebesar delapan ratus juta? Apa ia jujur saja ke wanita glamor itu kalau ia tidak bisa mencari uang sebanyak delapan ratus juta? Tapi bagaimana kalau wanita itu benar-benar memasukkan Aleeta ke dalam penjara? Apa Aleeta terima saja, toh di penjara nanti ia justru bisa bebas dari gangguan Sonya. Argh, Aleeta benar-benar merasa frustrasi. *** Jam sudah menunjuk di angka sepuluh malam, dan Aleeta belum juga berhasil mendapatkan sejumlah uang untuk mengganti rugi sebuah tas yang di rusak oleh Ibunya. Seharian ini Aleeta sudah berusaha mati-matian untuk memikirkan bagaimana cara ia mendapatkan uang? Ia benar-benar merasa begitu lelah dan ingin menyerah. “Aku duluan, ya,” pamit Aleeta kepada Mira dan Johan yang juga sudah bersiap untuk pulang. Hari ini Aleeta terpaksa tidak berangkat bekerja ke tempat Miko, demi pergi menyelesaikan masalah Ibunya. Masalah yang seharian ini berhasil membuat kepalanya terasa ingin pecah. Tidak ada cara lain, Aleeta harus menemui wanita glamor itu dan mengatakan kalau ia belum bisa mengganti rugi tasnya hari ini. Begitu sampai di klub pagi tadi. Aleeta segera bergegas masuk ke dalam, menatap sekeliling, berharap bisa menemukan wanita glamor pagi tadi. Tapi pencahayaan yang minim tersebut benar-benar berhasil membuat Aleeta merasa kesulitan. “Heh, mana uang ganti ruginya?!” Aleeta terkesiap saat merasakan sebuah tangan mencengkeram lengannya kuat. Ternyata wanita itu yang lebih dulu berhasil menemukan Aleeta. “S-sebelumnya aku ingin minta maaf,” jawab Aleeta mencoba memberanikan diri. Apalagi saat ini wanita glamor yang ada di hadapannya tengah di kawal dua orang pria yang tampak seperti bodyguard. “Apa maksudmu?!” Wanita itu bertanya dengan nada tinggi. Aleeta mengambil napas, lalu membuangnya. “Maksudku, aku benar-benar minta maaf karena aku belum bisa mengganti rugi tasmu hari ini.” “Jadi kamu belum membawa uang delapan ratus juta itu sekarang?” Wanita itu memicing ke arah Aleeta. Sementara Aleeta hanya bisa mengangguk. “Bawa anak ini.” Kedua mata Aleeta memelotot ketika wanita itu memerintahkan dua pria tadi untuk menyeretnya. “Hei, lepaskan aku!” “Diam!” Bentak wanita itu. “Kalian ingin membawaku kemana?!” Aleeta terus memberontak saat kedua pria itu terus saja menyeretnya menjauh dari kumpulan orang-orang yang ada di klub tersebut. “Lepaskan aku!” “Aku bilang diam!” Bentak wanita glamor itu sembari melayangkan satu tamparan yang berhasil mengenai pipi kanan Aleeta. Rasanya sungguh menyakitkan. Aleeta tidak tahu harus berbuat apa saat wanita, dan kedua pria ini terus menyeret tubuhnya. Aleeta benar-benar takut. Apa yang akan orang-orang ini lakukan padanya? Kepada siapa Aleeta harus meminta tolong? “Tolong, lepaskan aku. Aku berjanji akan segera mengganti rugi,” pinta Aleeta. Wanita itu berdecih, lalu berhenti tepat di depan Aleeta. “Dengar anak manis, aku punya penawaran khusus untukmu malam ini.” “P-penawaran apa?” Tanya Aleeta bingung. Wanita glamor itu tersenyum, lalu membuka sebuah ruangan dimana di dalamnya sudah ada seorang pria berperut buncit yang sedang menikmati segelas minuman. Ketakutan Aleeta semakin bertambah besar saat pria itu menoleh. Pria itu menatapnya dengan tatapan kurang ajar, menelisik dari ujung kaki hingga ke ujung kepala. “Begini saja, kamu boleh tidak mengganti rugi uang tas yang sudah di rusak oleh Ibumu itu dengan syarat ...” wanita itu mendekat, dan membuat Aleeta semakin merasa ketakutan. “Kamu harus melayani pria yang ada di dalam sana.” Aleeta menggeleng. Sialan! Ia mengumpat setengah mati di dalam hatinya. Kenapa hidupnya terasa begitu menyedihkan? Bukan hanya Ibunya saja, bahkan orang lain pun juga menyuruhnya untuk menjual diri kepada pria berhidung belang. “Nggak sudi! Kamu pikir aku ini wanita macam apa?!” Teriak Aleeta. “Dengarkan aku!” Wanita itu langsung menjambak rambut Aleeta. “Kamu jangan merasa sok suci, anak manis. Kamu tahu kan apa yang sering di lakukan Ibumu setiap malam. Dan harusnya kamu sebagai anak juga bisa melakukan apa yang di lakukan oleh Ibu sialanmu itu.” “Aku bukan wanita murahan!” Ketus Aleeta. Wanita itu terkekeh. “Kalau begitu berikan aku uang delapan ratus juta itu sekarang.” “Aku sudah bilang, aku belum punya uang itu sekarang. Akan aku usahakan besok,” jawab Aleeta dengan nada pasrah. “Kamu pikir kamu ini siapa? Sampai aku harus memberikan belas kasihanku padamu!” Bentak wanita glamor itu sembari menghempaskan kepala Aleeta. “Tapi bukan aku yang merusak tasmu! Harusnya kamu meminta ganti rugi itu pada Ibuku!” Aleeta balas berteriak. Lagi-lagi wanita itu tertawa. “Bukankah kamu anak yang baik. Apa kamu tidak ingin membayar ganti rugi itu demi Ibumu? Apa kamu tidak kasihan pada Ibumu yang sudah tua itu?” Sialan! Lagi-lagi Aleeta hanya bisa mengumpat dalam hati. Ia harus bisa kabur. Aleeta harus mencari cara agar bisa pergi dari tempat ini sekarang juga. Ia tidak sudi di jual oleh wanita glamor itu. “Bawa dia masuk!” Perintah wanita glamor itu kepada dua bodyguardnya. Saat kedua bodyguard itu hendak membawa Aleeta masuk, Aleeta dengan cepat mengayunkan kakinya dan menendang tepat di pusat tubuh dari kedua pria tersebut. Aleeta berhasil melepaskan tangannya saat kedua pria itu sedang merasakan sakit akibat tendangannya. Ia segera memanfaatkan kesempatan itu untuk berlari, pergi secepat mungkin dari tempat tersebut. “Heh, mau kemana kamu?! Kalian, cepat kejar anak itu!” Gawat. Aleeta harus berlari cepat sebelum kedua pria itu kembali menangkapnya. Tapi saat Aleeta hendak berbelok, tanpa sengaja ia menabrak seseorang yang sedang berjalan berlawanan arah dengan dirinya. Sial! Apa memang hidup Aleeta harus seperti ini? Aleeta mendongak, bersiap untuk kembali berlari saat tiba-tiba ia menyadari jika orang yang baru saja di tabraknya adalah .... “Nicholas.”“Noah, kamu akan memiliki adik. Apa kamu senang?” Nicholas menatap putranya yang masih berada di pelukannya. “Adik?” “Ya. Mama hamil, Noah. Dan keinginanmu untuk memiliki Adik sudah terwujud,” ujar Nicholas. Noah diam sejenak, tampak berpikir, lalu ia berteriak bahagia. “Aku ingin adik perempuan! Aku ingin adik perempuan!” “Kenapa adik perempuan? Nggak laki-laki saja, supaya bisa kamu ajak bermain, hm?” Noah menggeleng. “Aku ingin adik perempuan, Papa. Aku sudah punya banyak teman untuk bermain. Jadi, aku ingin adik perempuan saja. Supaya aku bisa menjaganya saat aku sudah besar nanti.” Nicholas tertawa. “Baiklah. Semoga saja adikmu perempuan. Kita berdoa, ya.” Noah mengangguk. “Apa adiknya sudah berada di perut Mama?” “Ya. Adikmu sudah ada di sana.” Noah segera melepaskan pel
Dada Aleeta semakin bergemuruh panas ketika tiga wanita genit itu tak kunjung juga berhenti membicarakan Nicholas. Bahkan tidak hanya membicarakannya saja. Mereka juga secara terang-terangan mengaku kalau mereka memiliki imajinasi liar terhadap pria yang berstatus sebagai suaminya tersebut. Tidak tahu malu. Mungkin hanya satu kata itu yang saat ini mampu menggambarkan kelakuan ketiga wanita genit yang haus akan belaian pria tersebut. Sial! Aleeta hanya bisa mengumpat dalam hati. Apa mereka tidak tahu kalau istri dari pria yang mereka bicarakan sedang berada di dekat mereka sekarang? Sedang mendengarkan setiap pembicaraan liar mereka terhadap tubuh suaminya. Ck! Lagi-lagi Aleeta hanya bisa mengumpat dalam hati. Aleeta sudah tidak tahan lagi. Jika mereka tidak juga berhenti membahas tubuh suaminya. Maka, Aleeta tidak akan tinggal diam saja. Ia sendiri yang akan memberi pelajaran kepada tiga wanita geni
Aleeta segera berlari dan masuk ke dalam toilet yang berada di dekat tangga. Ia memuntahkan semua isi perutnya di sana. Aleeta tidak tahu kenapa ia begitu mual hanya gara-gara melihat darah dari ayam yang sedang ia bersihkan di dapur tadi. Padahal biasanya ia tidak pernah merasa seperti ini.“Astaga, rasanya mual sekali.” Aleeta masih terus memuntahkan isi perutnya. Begitu selesai, ia langsung menekan tombol flush, dan memilih untuk duduk di atas toilet sejenak. Ia mendesah panjang. Kepalanya tertunduk dengan kedua tangan sebagai penyangga.“Apa sebaiknya aku pastikan semuanya hari ini saja, ya?” Gumamnya yang masih terus memilih duduk di dalam toilet.Sementara itu, Nicholas yang telah selesai mandi dan berganti baju langsung turun untuk mencari keberadaan Aleeta di dalam dapur. Namun, sesampainya di sana Nicholas justru tidak mendapati keberadaan istrinya. Yang ada hanya Mary yang tengah memasak, dan juga Noah ya
Lagi-lagi malam ini, ranjang yang biasanya hanya di tiduri oleh Aleeta dan Nicholas itu terasa sempit karena ada Noah yang turut ikut tidur di tengah-tengah mereka.Sebelum tidur, Noah tadi sibuk menceritakan tentang banyak hal kepada Aleeta maupun Nicholas. Hingga saat hari sudah bertambah semakin larut, kedua mata bocah laki-laki itu terpejam dengan sendirinya. Lalu tertidur pulas dengan kaki yang menumpang di atas perut Nicholas. Suasana kamar kini menjadi sangat hening saat tidak ada lagi suara Noah yang terdengar. Aleeta bahkan sudah berusaha memejamkan kedua matanya sejak beberapa menit yang lalu. Tapi hal itu tak kunjung juga membuatnya bisa terlelap.Aleeta menghembuskan napas. Menggerakkan tubuh, berusaha mencari posisi yang menurutnya nyaman agar bisa membuatnya segera tertidur. Tapi sama saja. Kedua matanya masih tetap terbuka tanpa rasa kantuk sedikitpun.“Kenapa belum tidur?”Aleeta te
Aleeta dan Nicholas sama-sama sadar betul kalau Noah termasuk dalam anak yang hyperaktif. Noah seakan tidak memiliki rasa lelah meski sudah bermain seharian sekalipun. Dulu, pernah sekali Aleeta kelelahan sewaktu Noah baru saja bisa belajar berjalan, mungkin karena senang jadinya Noah terus-terusan berjalan kesana-kemari. Sementara Aleeta hanya bisa mengikuti kemanapun langkah putranya pergi.Namun, hari ini ketika Aleeta lengah. Ia justru malah kehilangan sang anak.“Nicho, Noah dimana?” Tanya Aleeta panik.Nicholas yang biasanya tampak tenang kini pun ikut menjadi panik. Mata mereka mencari sekeliling. Bergerak kesana-kemari memasuki toko satu persatu. Lalu, saat mereka sibuk mencari Noah, Aleeta teringat sesuatu. Kalau tidak salah, di lantai ini ada Play Land yang dulu pernah di datangi Noah dan Lukas. Entah kenapa pikiran Aleeta langsung terarah ke sana.“Nicho, sepertinya kita harus mencari Noah ke Play Land. A
Hari libur pun tiba. Dan seperti yang di ingat oleh Noah, Aleeta telah menjanjikan kepada putranya tersebut bahwa jika hari libur tiba, ia akan mengajak Noah berjalan-jalan ke kebun binatang bersama Nicholas dan juga seluruh keluarganya. Maka dari itu, pagi ini Noah yang biasanya bangun pukul tujuh mendadak bangun lebih awal hanya karena takut jika ia akan terlambat pergi ke kebun binatang.“Papa!”Nicholas yang masih tertidur seketika terbangun saat mendengar suara putranya. Kebetulan malam tadi Noah tidur di kamarnya sendiri. Bukan di kamarnya dan juga Aleeta.“Noah, kamu sudah bangun, Nak? Jam berapa ini?” Tanya Nicholas dengan suara serak.Bukanya menjawab. Noah justru sibuk mencari keberadaan Aleeta yang pagi ini sudah tidak ada di kamar tidurnya.“Mama kemana, Pa?”Nicholas mengernyit. Menoleh ke samping tempat tidurnya yang ternyata sudah kosong.