Share

Bab 3

Author: Liora
Seketika, raut wajah Penny langsung pucat.

Dia langsung reflek berlutut di lantai, memelas dengan suara lirih,

“Maaf Kak Lisa, aku benar-benar lupa! Jangan marah, aku bisa ganti rasa lain.”

Tingkahnya yang begitu menyedihkan itu terlihat sangat lihai, sampai-sampai aku malah merasa sangat konyol.

Waktu pertama kali membuat kue krim kacang, aku benar-benar tidak tahu kalau dia alergi.

Saat itu dia hanya bilang, “Aku mau rasa krim kacang.” Demi menyenangkan hatinya, aku terus mencoba berkali-kali, bahkan sampai terkena luka bakar, baru berhasil membuat hasil yang lumayan.

Namun, dia malah alergi sampai nyaris masuk UGD.

Begitu sadar, dia langsung lari ke pelukan Billy, sambil menangis dan membelaku,

“Kakak, Kak Lisa itu berniat baik. Dia bilang nggak masalah kalau hanya coba sedikit. Semua ini salahku, aku yang nggak bisa menahan diriku, bukan salahnya….”

Sementara itu, aku hanya bisa berdiri di samping ranjang rumah sakit, menatap tatapan penuh tuduhan dari Billy dan kakakku, mencoba membela diri dengan pelan,

“Aku benaran nggak tahu dia alergi, dia nggak pernah bilang padaku….”

Balasannya adalah tendangan dari Billy yang mengarah ke perutku.

“Jangan cari alasan! Aku rasa kamu hanya nggak terima aku dan Reza lebih sayang dia!”

Tendangan itu membuatku terbentur sudut tembok. Rasanya sakit luar biasa sampai diriku jatuh ke lantai dan tak bisa bergerak.

Sejak hari itu, aku pun dikunci di kamar selama tiga hari penuh.

Tidak ada makanan, tidak ada air, bahkan pintu pun tak bisa kubuka.

Pada saat akhirnya aku dilepas, tubuhku sudah lemas nyaris tak kuat berdiri.

Mengingat masa itu, aku pun membuka mulut dengan dingin,

“Aku nggak bisa membuat rasa yang kamu mau. Kamu bisa beli sendiri saja.”

Namun, Penny masih belum menyerah. Dia tetap saja berkata, “Iya, aku nggak mau makan lagi. Kak Lisa jangan marah, ya.”

Namun, terlihat jelas kilatan kebencian di matanya. Tangannya semakin erat mencengkeram lenganku, sampai aku kesakitan dan spontan menepis. Dia pun langsung terjatuh ke lantai.

Suasana langsung membeku.

Kakak buru-buru menghampiri, membantu memapahnya dan memeriksa sikunya dengan cemas.

Sambil menangis pelan, Penny meringis, “Kak Reza, sakit sekali….”

Billy menarik lengan bajunya untuk memeriksa luka lecet kecil itu, lalu membentakku marah,

“Lisa! Kamu sudah gila?!”

Setelah itu, sebuah tamparan keras mendarat di pipiku.

“Kamu semakin kurang ajar saja! Jangan harap bisa makan malam ini! Cepat masuk kamar dan renungkan perbuatanmu!”

Tamparan itu sangat keras, sampai-sampai gigi geraham belakangku terasa bergoyang.

Melihat darah di sudut bibirku, wajah kakak sempat ragu.

Namun, saat Penny menangis lebih keras lagi, dia langsung berbalik untuk menenangkannya.

Aku diam-diam menyeka darah dari bibirku dan kembali ke kamar.

Bukan untuk merenung, tapi untuk mengambil koper yang sudah lama kusiapkan.

Waktu aku keluar dari kamar sambil menyeret koper, ruang tamu pun langsung hening.

Setelah itu, terdengarlah suara ejekan mereka,

“Wah, sudah bisa kabur dari rumah? Lisa, kamu itu sudah dewasa, masih mau mengambek seperti itu? Kalau kamu berani pergi hari ini, jangan harap bisa balik lagi.”

Aku sudah mati rasa dengan ancaman seperti ini.

Rumah ini memang tidak pernah benar-benar menjadi milikku.

Aku tidak menoleh dan hanya terus melangkah keluar.

Billy yang tampak sangat marah, melempar vas dari meja ke arahku.

Vas itu pecah tepat di dekat kakiku, serpihan kaca menancap di pergelangan kaki.

“Bagus! Pergi saja! Kalaupun kamu memohon untuk balik nantinya, jangan harap bisa masuk lagi ke rumah ini!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penyesalan Setelah Diriku Tiada   Bab 9

    Belum selesai Penny bicara, Billy benar-benar sudah kehilangan kesabaran dan melepas ikat pinggangnya.Lalu, mengayunkannya dengan keras ke arah Penny.Wajah Penny langsung memerah, jejak sabetan ikat pinggang tampak jelas di kulitnya.Tubuhnya gemetar hebat, bibirnya pucat dan tatapan matanya dipenuhi amarah dan ketidakpuasan. Tapi kini, dia mulai sadar, semua ini sudah di luar kendalinya. Trik berpura-pura lemah lembut tak lagi bisa menyelamatkannya.Penny berhenti melawan. Kini, dia hanya bersandar dengan takut di dekat mereka, berharap mendapat simpati, tapi tak ada satu pun yang peduli padanya.Billy tak memberi kesempatan sedikit pun, dia kembali mengayunkan ikat pinggang itu.Malam itu, seluruh vila dipenuhi suara jeritan Penny. Tak ada yang tahu berapa kali dirinya dipukul.Mereka menghukumnya dengan cara yang dulu pernah mereka pakai padaku.Penny dikurung di ruangan gelap, tanpa makan dan minum, ponselnya juga disita. Bahkan hukuman yang dulu diberikan padaku kini dilipatgand

  • Penyesalan Setelah Diriku Tiada   Bab 8

    Awalnya, Billy tak berniat mengangkat telepon itu, tapi entah kenapa, jarinya malah menekan tombol terima dan langsung mengaktifkan pengeras suara.“Halo, Bu Lisa. Apa kamu masih mempertimbangkan untuk membeli lahan makam yang kamu lihat sebelumnya? Kalau kamu bersedia membayar uang muka sebesar 5%, kami bisa bantu simpan tempat itu untukmu.”“Halo? Bu Lisa?”Begitu mendengar kata ‘makam’, ekspresi Billy langsung berubah, seolah habis ditinju.Dengan suara bergetar, dia berkata, “Ternyata… waktu itu aku nggak salah dengar….”“Hari itu waktu dia minta layanan kremasi, dia juga sedang melihat makam.”Suara Reza ikut tercekat, bibirnya pucat dan dia bergumam, “Jadi, dia benar-benar sedang mempersiapkan akhir hidupnya. Dia nggak jadi beli lahan itu, karena nggak punya uang….”Usai bicara, dia pun terisak.Lalu, Reza merebut ponsel itu dan berteriak pada si penelepon,“Aku beli makamnya! Simpan untukku!”“Kami berutang terlalu banyak padanya. Ini satu-satunya yang bisa kami lakukan untukny

  • Penyesalan Setelah Diriku Tiada   Bab 7

    Saat melihat mereka muncul di depan pintu, Bibi Siti sama sekali tidak tampak terkejut, bahkan nyaris tidak mengangkat kelopak matanya.Emosi Reza sudah berada di ambang batas. Dia langsung maju dan mencengkeram kerah baju Bibi Siti.“Di mana adikku?! Kembalikan adikku padaku!”Billy dengan sigap menariknya menjauh, suaranya terdengar penuh kegelisahan,“Maaf… boleh saya tahu, apakah istriku, Lisa ada di sini? Aku suaminya dan ada beberapa hal yang perlu kami bicarakan langsung.”Bibi Siti tidak menjawab. Dia hanya menatap mereka dengan wajah dingin selama beberapa detik, lalu berbalik dan membawa mereka pergi.Mereka mengikuti Bibi Siti melewati sejumlah lorong sunyi. Dibalik pintu-pintu pendingin yang mereka lewati, udara terasa semakin dingin dan suasana semakin menekan.Sampai akhirnya, sebuah pintu ruang pendingin terbuka perlahan.Satu jenazah yang ditutupi kain putih terbaring diam di sana.Langkah mereka pun terhenti.Di detik itu juga, udara seperti membeku.“Ini… candaan maca

  • Penyesalan Setelah Diriku Tiada   Bab 6

    Billy tampaknya sangat kekeh soal ‘makan kue’, nada suaranya lembut dan juga membujuk, “Penny, coba sedikit saja, nggak apa-apa kok. Kalau benar-benar nggak enak badan, aku dan Reza ada di sini, kami bisa mengantarmu ke rumah sakit.”Senyuman Penny tampak agak kaku.Namun, demi menutupi kegugupannya, dia tetap berusaha menampilkan wajah ‘anak baik’ seperti biasa.Dia mengambil sendok kecil dan mulai mencicipi satu per satu kue di depannya, seperti sedang menyelesaikan sebuah tugas.Setelah selesai, dia memegangi perut dan berkata pelan, “Aku agak nggak enak badan, mau istirahat ke lantai atas dulu.”Dia pun berbalik menuju lantai atas.Aku diam-diam melayang mengikuti di belakangnya.Begitu masuk kamar, dia langsung menutup pintu dan dengan gerakan gugup membongkar laci dan koper, nyaris mengacak-acak seluruh ruangan.Lalu, terdengar suara pintu dibuka perlahan dari belakang.“Penny, kamu lagi cari apa?”Penny reflek menoleh. Begitu melihat Billy dan Reza berdiri di ambang pintu, waja

  • Penyesalan Setelah Diriku Tiada   Bab 5

    Saat kuliah dulu, karena percaya pada fitnah Penny yang menuduhku membeli narkoba, Billy dan kakak menghentikan uang sakuku. Akibatnya, aku sering makan tidak teratur, kadang kenyang, kadang kelaparan.Agar tidak pingsan di kelas, aku bekerja paruh waktu di kantin kampus demi bisa makan beberapa suap nasi hangat.Bibi Siti, salah satu staf kantin sangat perhatian padaku. Dia sering diam-diam menambahkan beberapa potong daging ke piringku.Dia punya seorang putri yang usianya satu tahun lebih muda dariku. Sayangnya, putrinya bunuh diri karena lama menjadi korban perundungan.Akhirnya, Bibi Siti pun menerima sejumlah uang kompensasi dan kemudian meninggalkan kampus.Aku mencari rumah kecilnya di pinggiran kota berdasarkan alamat yang pernah dia berikan padaku.Saat pintu terbuka, aku bertanya dengan suara lirih,“Bibi, setelah aku meninggal nanti, bolehkan bibi membantuku menelepon krematorium?”Mata Bibi Siti langsung berkaca-kaca.Dia mengambil sebotol foundation, sedikit lipstik dan s

  • Penyesalan Setelah Diriku Tiada   Bab 4

    Baru saja melangkah keluar dari halaman rumah, Reza menyusul dan mengeluarkan beberapa lembar uang yang sudah lecek dari saku celananya.“300 dolar, cukup untuk makan dan tempat tinggalmu selama beberapa hari. Nanti kalau kamu sudah tenang, pulang saja dan minta maaf. Semuanya akan baik-baik saja.”300 dolar.Di mata Penny, itu mungkin bahkan tak cukup untuk sekali nongki sore.Tak lama kemudian, Penny juga ikut menyusul. Dengan lembut, dia mengambil uang dari tangan kakakku dan tersenyum padaku, “Kak Lisa, kita ini keluarga. Mereka hanya terlalu emosi, mana mungkin benar-benar mengusirmu? Kalau nggak ada uang, kamu bakal kelaparan dan pasti juga akan pulang sendiri, ‘kan?”Mendengar itu, kakak langsung menyimpan kembali uangnya.Akhirnya, dengan tubuh yang lemah, aku menyeret langkahku meninggalkan komplek perumahan elit itu. Dengan sisa uang hasil kerja paruh waktu, aku menyewa kamar di penginapan murah pinggiran kota.Malam itu, aku meringkuk sendirian di ranjang sempit sebuah peng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status