Share

4. Kisah Akram

*AKRAM*

Aku sudah menikah lagi tanpa ijin keluarga, sudah tiga bulan aku menjalankan Sunnah Rasul dengan seorang janda beranak satu kenalan dari teman kantorku.

"Akhir pekan temani aku untuk melamar, Bos," ucapku semangat.

"Sip Bro, aku sudah kirim fotomu sama dia. Aku juga mengatakan kalau kamu sudah punya istri dan 3 anak. Dia setuju, karena kamu temanku, jadi dia percaya kamu orang baik. Tapi bagaimana dengan keluargamu Bro?" tanya Ihsan.

"Itu menjadi urusanku," jawabku singkat.

Pertemuan pertama dengan calon istri keduaku sangat mengesankan, wanita penuh kelembutan tampilan sederhana. Aku membayangkan Fitri akan setuju jika aku membawa dia berkenalan nantinya. Satu minggu setelah lamaran langsung melakukan prosesi pernikahan. Namun setelah menikah sungguh diluar dugaan, tiap ketemu dia mengajak jalan-jalan, mengajak belanja. Aku bisa menyayangi anaknya dengan sepenuh hati, Lulu nama anaknya, Indah nama istri keduaku. Tiap ketemu dia begitu agresif sampai-sampai kegiatan kami lebih banyak dihabiskan di ranjang, sehingga sering aku jadi melupakan anak-anak dari istri pertamaku. Aku merasa bersalah, sudah menyembunyikan kenyataan ini. Sampai kapan aku kucing-kucingan, apalagi aku harus berbohong dengan Fitri. Aku sudah berdosa selalu berbohong. Sangat lelah dengan kegiatan baruku, namun aku menikmatinya.

Aku kaget mendapati telpon dari istri pertamaku, biasanya dia selalu menurut, ketika aku mengirimkan pesan kalau harus lembur akan dibalas dengan kata-kata cinta dan doa tulus darinya. Dia menyatakan kalau dia lelah dengan Hilda yang selalu nangis ketika aku lembur tidak dirumah. Apa ini hanya alasan dia, setelah telpon aku memutuskan begitu saja karena keburu istri keduaku mendekat. Dia sangat tidak suka jika aku menyinggung nama istri pertamaku. Indah selalu berpesan jika sedang berdua pantang bagiku untuk balas pesan, terima telepon dari Fitri istriku. Benar kata Fitri, aku akan lalai ketika menikah lagi. Padahal untuk kenikmatan di ranjang aku lebih menikmati jika bersama Fitri, ketika bersama Fitri aku diperlakukan seperti Raja, tak pernah ada keluhan kalau aku tidak bisa memuaskan, dia selalu melayani dengan istimewa. Berbeda ketika dengan istri keduaku, aku selalu kurang dimatanya, sampai-sampai aku harus meminum obat kuat jika bersama istri keduaku. Namun apa daya, semua sudah terjadi.

Jam menujukan pukul 22.00 telpon terus berdering ke hpku, aku lihat layar. Ternyata dari Fitri istri pertamaku.

"Ada apa, Dek? Sudah tau aku lembur kenapa telpon," sebelum istriku berbicara aku menjawab dengan marah, dia telah mengganggu aktivitas setengah bermain kami. "Siapa, Beb?" suara manja istri keduaku memanggil. Aku tak mendengar istri pertamaku menjawab, hanya mendengar suara Hilda anakku yang terus memanggil Ayah sambil menangis. Apa mungkin dia mendengar Indah memanggilku. Mungkin sudah saatnya keluargaku mengetahui semuanya. Tak tega dengan suara tangis anakku aku akhiri panggilan dengan cemas, semalaman aku tidak bisa tidur dan tak punya nafsu untuk melanjutkan kegiatan panas kami, istriku Indah terus merengek meminta lagi. Namun aku tinggal tidur, lebih tepatnya pura-pura tidur. Ingin rasanya pagi ini pulang menemui anak-anakku, aku sadar selama tiga bulan ini sudah mengabaikan keberadaannya. Aku ijin dengan istri keduaku.

"Mas, bukannya sudah janji akan mengajak jalan Lulu, aku nggak suka Mas lebih mementingkan istri pertama, baru sehari disini kan?" ucap Indah ketus.

"Ini lain dari biasanya, Hilda nangis semalaman. Bukan tentang Fitri, Indah. Tolong mengertilah!" ucapku.

"Kenapa kok jadi marah ke aku si Mas, salahku apa!" suara ikut meninggi.

"Indah, sama suami kamu berani membentak hah!" aku tak terima.

"Aku marah Mas, bukannya sangat tidak adil seharusnya Mas tidak egois!" jawab Indah.

Akhirnya aku mengurungkan diri untuk pulang, tak terdengar Fitri menghubungi lagi mungkin Hilda baik-baik saja. Sesuai janji aku mengajak indah dan Lulu jalan-jalan di taman kota. Aku nggak boleh membandingkan tapi jalan-jalan kali ini sungguh menyebalkan, seperti biasa istriku Indah selalu meminta ini dan itu. Sekarang masih pertengahan bulan saja uang sudah menipis.

Hari menjelang sore, kami memutuskan untuk pulang meski Lulu masih merengek tidak mau pulang, aku bujuk dia dengan membelikan mainan baru agar mau pulang. Biasanya dirumah dulu saat weekend digunakan untuk becanda ria dirumah dan menikmati kebersamaan dengan mereka. Sedang apa mereka ya?

Awal datang dirumah ini aku merenovasi kamar, rumah yang terbilang sangat sederhana dan hanya ada 2 kamar, aku menambah 1 kamar untuk Lulu.

"Mas, aku pengin beli baju seperti ini," rengek Indah sambil menujukan foto di hp.

"InsyaAllah setelah gajian ya," ucapku. Aku belum pernah mengucap sayang seperti yang kulakukan pada Fitri, belum tumbuh ras cinta yang ada baru syahwat dan merasa memiliki dan tanggungjawab karena sudah ku nikahi.

"Kok nunggu gajian si Mas?" dengan suara manjanya.

"Indah, Mas itu harus mengatur keuangan buat 2 istri, jadi kita harus memprioritaskan kebutuhan bukan sekedar keinginan. Bukannya kamu habis beli gamis Minggu lalu?," aku mencoba meredam agar istri keduaku tidak boros.

"Pasti Mbak Fitri bajunya bagus-bagus tidak seperti aku, buktinya Mas baru sehari disini sudah pengin pulang," ucap Indah ketus.

Aku hanya diam tanpa menjawab, malu dengan mertua jika harus bertengkar lagi.

Kring kring kring

Aku lihat layar ternyata Fitri menelpon, kenapa nelepon lagi. Aku biarkan tanpa ku angkat, saat ini Indah sedang bersama dan sedang merajuk, tidak mungkin kuangkat.

"Siapa si Mas, berisik banget. Angkat saja, siapa tau penting," meski dengan sewot tapi tak apa, yang penting ada ijin. Sengaja aku kerasan suaranya supaya Indah tau apa yang dibicarakan.

"Pulang Akram, anakmu mencari!" suara kencang Bapak, aku sangat yakin kalau Bapak lagi marah.

"Bapak nggak mau tau, ini baru pukul 20.00 masih bisa pulang, kalau masih dengan alasan lembur maka Bapak akan datang ke kantormu saat ini juga menyeret kamu!" ucap Bapak sangat tegas disertai suara tangis anakku Hilda. Belum sempat aku menjawab sudah dimatikan sepihak oleh Bapak.

"Indah, aku harus pulang. Bapak memerintah, itu artinya harus!" kataku.

"Mas, aku ikut," rengek Indah.

"Belum saatnya Indah, mereka belum tau. Mas akan jujur hari ini," ucapku pelan.

"Sampai kapan Mas akan menyembunyikan keberadaanku?"

"Tunggu beberapa saat lagi, mohon pengertiannya. Mas sudah jujur sewaktu melamar, kamu dan keluargamu tetap ngotot ingin aku nikahi," ucapku lembut.

"Mas, aku nggak mau tau, harus ikut pulang kerumah. Aku ingin mengenal Bapak dan Ibu, kelihatannya mertuaku itu orang yang sangat baik, buktinya sangat peduli dengan anak-anak Mbak Fitri," pinta Indah terus merengek.

***

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Manis
Tak tau malu Indah
goodnovel comment avatar
Tika lia
Kok bisa ya, mau nikah sama orang yg nggak mengenalkan ke keluarganya.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status