Pov UmaGedung yang terdiri dari dua lantai ini nampak gagah berdiri di hadapanku, dulu aku sering ke sini, mengantar makan siang atau menunggu Mas Afnan kerja, karena kami ada janji kencan. Ya, aku berada di parkiran dealer mobil, di mana Mas Afnan bekerja. Aku nekat datang ke sini, untuk menyelesaikan urusanku dengan mantan suamiku itu. Sebenarnya Mas Prabu menawarkan diri untuk menemaniku, tapi ku tolak. Bukan apa-apa, aku hanya merasa nggak enak kalau nanti, dia melihatku marah-marah. Bisa ill feel dia. "Mau aku temenin?" tawar Mas Prabu. "Nggak usah, aku berani sendiri kok, Mas. Nggak usah khawatir, deh. Dia nggak bakal berani macem-macem," sanggahku. "Bukan apa-apa, aku hanya nggak mau kamu CLBK sama, dia.""Apaan sih? Lebay!""Aku cemburu, Buuu." Sehangat itu hubunganku dengan Mas Prabu, pria itu paling bisa, membuat hatiku berbunga-bunga. Beda jauh dengan Mas Afnan, yang kaku. Dan kini saatnya aku melabrak Mas Afnan, aksinya sudah sangat meresahkan, menghasut orang-ora
Pov Uma"Aku tidak akan berhenti mengejarmu!" seru Mas Afnan, tapi tidak ku perdulikan. Kutinggalkan ruang kerja Mas Afnan, dengan terburu-buru, kupikir dia akan minta maaf, karena telah membawa Alfa tanpa ijinku, tapi malah merayuku dengan rayuan gombal murahan. Dia bilang mencintaiku? Halo... Lima tahun terakhir kemana, Paaak? Dia ingin rujuk denganku? Itu karena pernikahan kedua dan ketiganya gagal. Coba kalau rumah tangganya baik-baik saja? Apa masih ingat aku, dia?Dasar songong! Memangnya dia pikir aku gadis bau kencur, yang bisa dibodohi? Sebagai lelaki dengan ego tinggi, Mas Afnan butuh wanita yang manut, nurut, dan tak banyak menuntut, dan itu dia dapat dari aku, ketika masih menjadi istrinya, dulu. Apa dia lupa? Aku ditempa oleh luka yang dia ciptakan, untuk menjadi sosok petarung yang tangguh dan pantang menyerah, tidak hanya bisa bersembunyi dibalik ketek laki-laki. Aku bukan lagi Uma, yang akan rela mengorbankan segalanya, meski berakhir sia-sia. Kalau aku rujuk kemba
Sudah berhari-hari, sejak Uma datang melabrak ke kantorku, tapi kulihat belum ada perubahan yang berarti, harusnya Prabu menjauhi Uma, tapi justru mereka terlihat semakin dekat. Hampir setiap hari, Prabu mengantar jemput Uma dan anak-anak, membuatku makin cemburu saja. Mereka sudah seperti keluarga sungguhan. Apa Prabu tidak kecewa, dengan sikap Uma yang memisahkan aku dengan anak-anak kami? Padahal dalam ceritaku, seolah aku lah korban. Oke, kalau menghasut Prabu tidak berhasil, aku harus berhasil membuat Alfa membenci calon ayah sambungnya itu. Ya, Alfa adalah jalan satu-satunya untuk menghalangi pernikahan, Uma. Karena Via, susah didekati, dia terlalu pendiam. "Selamat pagi jagoan," sapaku pada putra sulung ku itu. "Pagi, Yah. Assalamu'alaikum," balas Alfa seraya meraih tanganku dan menciumnya. "Ayah punya hadiah buat kamu, nih," ucapku seraya menunjukkan paper bag pada Alfa. "Hadiah, buat Alfa?" Mata Alfa berbinar melihat ke arah tanganku yang memegang tas.
"Selamat menempuh hidup baru.""Semoga berbahagia, sampai kakek nenek.""Semoga cepat dapat momongan."Begitulah untaian doa yang mengalun dari bibir para tetamu. Ada juga ucapan berupa candaan. "Cie ... cie ... akhirnya laku juga.""Wuih, yang bakal belah duren, mukanya cerah banget.""Semoga belum karatan, Bro."Kalimat-kalimat nyleneh itu, terlontar dari mulut usil teman-teman Mas Prabu, mereka sama gesreknya dengan suamiku.Tak pernah kubayangkan sebelumnya, aku bersanding dengan dr. Prabu Wijaya Spa. Di pelaminan, lelaki tampan yang menjadi pujaan para perawat dan dokter wanita itu, akhirnya menikahi ku. Sebenarnya aku merasa minder, Mas Prabu terlalu sempurna untukku, dia tampan dan mapan tetapi kenapa dia justru memilihku, seorang janda beranak dua. "Mas, kenapa memilih aku. Di luar sana banyak gadis cantik yang rela ngantri jadi istrimu, kamu tinggal tunjuk, pasti banyak yang mau. Aku janda lho, sudah punya anak dua. Aku takutnya kamu kecewa," tolakku kala Mas Prabu terus m
Pov dr. PrabuKulirik sekilas wajah pengantin wanitaku, nampak mendung sedang bergelayut. Rasanya ingin kuhabisi orang yang sudah membuat, wanita terkasihku ini bermuram durja.Aku tak tega melihat wajah cemas berbalut sedih itu, padahal seharusnya ini menjadi malam pertamaku, hal yang sudah lama aku nanti-nantikan, memiliki Uma sepenuhnya. Padahal sejak ijab kabul terucap dan saksi berkata sah, aku sudah membayangkan malam pertama yang syahdu. Ini gara-gara Bulguso Afnan, membawa kabur anak-anak, malam pertamaku jadi gagal. Apa sih maunya si Afnan itu? Dia dan Uma kan sudah lama cerai, kenapa tiba-tiba bikin huru hara dihari bahagia kami?. Dia masih mencintai Uma? Gak terima Uma menikah dengan laki-laki lain? Kenapa gak ngomong langsung aja sama aku, mau ngajak duel juga aku layani, lelaki kok pengecut banget. "Pagarnya terkunci dari luar, Mas. Mana gelap lagi, itu berarti Mas Afnan tidak berada di rumah, lalu kemana dia membawa anak-anak?" ucap Uma kalut."Iya ya, mana ini sudah
Pov dr. PrabuKulirik sekilas wajah pengantin wanitaku, nampak mendung sedang bergelayut. Rasanya ingin kuhabisi orang yang sudah membuat wanita terkasihku ini bermuram durja.Aku tak tega melihat wajah cemas berbalut sedih itu, padahal seharusnya ini menjadi malam pertamaku, hal yang sudah lama aku nanti-nantikan, memiliki Uma sepenuhnya. Padahal sejak ijab kabul terucap dan saksi berkata sah, aku sudah membayangkan malam pertama yang syahdu. Ini gara-gara Bulguso Afnan membawa kabur anak-anak, malam pertamaku jadi gagal. Apa sih maunya si Afnan itu? Dia dan Uma kan sudah lama cerai, kenapa tiba-tiba bikin huru hara dihari bahagia kami?Dia masih mencintai Uma? Gak terima Uma menikah dengan laki-laki lain? Kenapa gak ngomong langsung aja sama aku, mau ngajak duel juga aku layani, lelaki kok pengecut banget. "Pagarnya terkunci dari luar, Mas. Mana gelap lagi, itu berarti Mas Afnan tidak berada di rumah, lalu kemana dia membawa anak-anak?" ucap Uma kalut."Iya ya, mana ini sudah mal
Waktu menunjukkan pukul tiga malam, saat aku sampai di kampung halaman orang tuaku, Alfa dan Via tertidur pulas di jok tengah dan belakang. Kupandang wajah-wajah polos itu penuh haru. "Maafkan Ayah, karena menyeret kalian dalam permasalahan orang dewasa, yang tak bisa kalian pahami," ucapku dalam hati. "Den Afnan sudah sampai to? Berangkat dari rumah jam berapa tadi?" tanya Pak Warto, orang yang dipercaya oleh keluargaku, untuk menjaga dan merawat rumah ini. "Jam delapan tadi, Pak. Tapi mampir-mampir dulu, jadi agak lama sampai," jelasku. Sebelum berangkat kesini, aku mampir ke super market dulu, beli aneka cemilan, dan makanan kering, untuk persediaan selama di sini. Beli beberapa potong baju juga, untuk Alfa dan Via. Karena tidak mungkin aku mengambil baju mereka di rumah Uma, kan?. Kalau bajuku sudah ku persiapan dalam koper, sejak tahu Uma akan menikah. Aku sudah mempersiapkan rencana ini. Uma boleh bahagia dengan suami barunya, tapi aku berhak hidup bersama anak-anakku. "De
Pov dr. Prabu"Sudah! Sudah! Dokter! Berhenti Dokter! Afnan bisa mati!" teriak Mbak Yeni. Aku yang sudah kalap, menghentikan aksiku menghajar si Bulguso sialan itu. Gara-gara dia malam pertamaku gagal, eh dia malah berani menyerangku, dia pikir aku nggak bisa berantem? Meskipun setiap hari aku berkutat dengan stetoskop, dan obat-obatan, aku ini penyandang sabuk hitam Dan tiga karate. Waktu SMA aku pernah menjuarai kejurda. Sempat terhenti karena aku sibuk mengejar mimpiku, menjadi dokter anak. Tapi aku masih aktif di organisasi dan melatih, para yuniorku. Saat ini bahkan aku menjabat ketua KONI kabupaten. Kalau kalau dia meremehkan aku, sama dengan cari mati. Apalagi energiku untuk belah duren masih tersimpan, jadi lumayan bisa tersalurkan, dengan menghajar Afnan. "Kalian pulang saja, bawa anak-anak! Biar Afnan, aku yang urus. Aku minta maaf atas nama dia, aku berjanji, dia tidak akan mengulangi kesalahan lagi," ucap Mbak Yeni, dengan berderai air mata. Rupanya cecunguk itu pings