Siapa sebenarnya gadis berwarna Lily itu?
Pernyataan itu lama-lama muncul juga di dalam pikiran Amanda. Ia menelengkan kepala, tidak lagi berkonsentrasi pada kartu-kartu undangan yang ada di tangan.
“Apa yang kamu lihat sampai segitunya?” tanya William.
Begitu Amanda menoleh, pria tersebut masuk fokus pada berkas di tangan. “Apa kamu punya mata tambahan? Kenapa sejak tadi selalu saja tahu apa yang sedang kulakukan?” tanya Amanda setengah merungut. Setengah lagi karena lelah.
Ia diculik dengan paksa dari tempat bekerjanya oleh Azzar. Walau tempat tersebut telah dibeli William tanpa pesetujuan, Amanda masih bersikeras mengenakan seragam kerjanya sebagai pramuniaga. Ia berpendapat hanya itu saja yang bisa dilakukan. Sebab ia tidak tahu apa-apa soal bisnis dan apapun yang berjalan dengan itu. Ia tidak mau membuat tempat tersebut bangkrut dan William meminta ganti rugi yang tidak bisa diberikan.
William mengangkat kepal
“Amanda! Amanda!” teriak Alex sambil mengedor pintu kos Amanda.Tidak ada sahutan, apalagi tindakan. Pintu di depannya masih kokoh, tak bergeming, masih terkunci. Karena tidak ada reaksi seperti yang diinginkan, Alex kembali mengedor-gedor pintu tersebut, lebih keras dari sebelumnya. Bahkan teriakannya memanggil nama Amanda semakin keras.“AMANDA! AMANDA!”Lalu pekikan Alex berhenti sebab air dingin menguyur tubuhnya sampai basah. Rahangnya mengeras dan siapapun yang melakukan hal buruk ini padanya akan mendapatkan balasa. Alex berbalik, ingin memberi pelajaran si penyiram, tetapi dihentikan oleh fakta tentang siapa yang sudah menyiramnya.“Aku sudah tidak senang melihatmu saat pertama kali anak itu membawamu kemari. Tukang buat onar!” sembur wanita yang ada pemilik kos-kosan tempat Amanda tinggal. “Amanda tidak ada di sini lagi! Sana keluar!” Ia mengusir Alex dengan kejam.Tidak ada di sini lagi?
“Besok luangkan waktu untukku.”Sebelum tidur kemarin William datang ke kamarnya dan membuat Amanda terpekik histeris. Pria tersebut sama sekali tidak minta maaf atau pun menyesal. Hanya menyampaikan pesan tersebut dan kemudian pergi lagi. Sejak William mengambil alih tempat bekerja Amanda, ia hanya mendapatkan shift pagi. Ia menyebutnya keberuntungan, tapi buat yang lain jelas hal tersebut kemalangan.Sehari setelah tempat bekerja Amanda diambil alih, ia sempat menyinggung soal waktu pembagian kerja pada lelaki tersebut. William memberikannya jawaban yang kurang menyenangkan.“Sebagai pemilik kamu punya kesempatan memiliki jam kerja terbaik, jadi jangan tanyakan lagi kenapa kamu tidak mendapat shift malam.”Artinya William tidak akan memberi Amanda kesempatan untuk bergabung dengan kelompok masyarakat. Ibarat makhluk hidup, Amanda adalah jenis yang sudah bermutasi menjadi jenis lainnya yang lebih baik.“Kamu menyebalk
“Jadi kamu ingin makan siang di sini?” tanya William setelah mereka berdua selesai pengukuran. Ia merapikan kembali pakaiannya. Dari cermin besar tempat ia mematut diri, William memperhatikan Amanda.Gadis itu tidak menjawab pertanyaan William. Malahan ia berdiri dan pergi begitu saja. Jelas William merasa sangat heran. Ia bahkan tidak melakukan sesuatu yang buruk hingga harus diperlakukan seperti itu.“Amanda!” William langsung berpaling untuk bisa melihat dengan lebih jelas apa yang terjadi.Dipandanginya sekitar, dinilai segera orang-orang yang satu ruangan dengan mereka. Apakah ada salah seorang yang melakukan sesuatu yang buruk pada gadis yang akan menjadi istrinya tak lama lagi itu. Namun, semuanya tampak normal di mata William.“Apa ada sesuatu yang salah?” tanya William pada Stefani yang paling dikenalnya di ruangan ini.Sebagai teman sejak kecil, mereka memang tidak bisa disebut akrab. Hany
Gadis bernama Amanda itu tidak muncul untuk sarapan keesokan paginya. William tentu saja bertanya pada pelayan yang ditugaskan untuk mengawasi Amanda di rumah, di mana Amanda.“Nona bangun pagi sekali dan makan di dapur, Tuan, setelah itu dia kembali ke kamar.” Inel menjawab dengan lekas.William menumpukan siku pada meja makan dan bertumpang dagu segera. Bukan hanya mendiamkannya saja seperti kemarin, sekarang Amanda juga tidak mau melihat wajahnya. “Memangnya apa salahku sebenarnya?” gumamnya pelan.Ia jadi tidak berselera lagi menyantap apapun yang terhidang. Ia menghabiskan isi cangkir kopinya. “Azzar belum datang, kan?” tanyanya pada Inel.“Belum, Tuan. Pak Azzar biasanya datang tepat jam tujuh pagi.”William melirik jam tangan dipergelangan tangannya. Di sana waktu menunjukkan pukul 6:45. Masih ada sekitar lima belas menit lagi. Biasanya ia berangkat pukul tujuh karena ingin membiasakan diri den
Untuk sesaat Amanda sempat lupa pada Alex yang menjadi biang keladi pelaku berubahnya kehidupan yang dijalani 180 derajat. Ia yang hidup dengan sekuat tenaga untuk bahagia, kini juga harus menjadi alat orang lain selain menjadi alat. Untuk fungsi terakhir Amanda benar-benar tidak tahu apa yang bisa terjadi padanya sebagai alat. Ia tidak tahu rencana William atau bagaimana pria tersebut akan mengunakannya. Yang jelas kehidupan William sebagai pewaris tunggal dengan banyak paman dan bibi bahkan ayah tiri di dekatnya lumayan teramcam.“Jangan memandangku dengan tatapan seperti itu, menyebalkan!”“Ah?” Amanda heran. “Aku tidak boleh memandangmu seperti ini setelah kamu menghancurkan hidupku?” tanyanya benar-benar tidak percaya.“Aku tidak menghancurkan hidupmu. Aku membuat hidupmu lebih baik!” tegas Alex dengan sangat yakin.Bahkan Amanda membayangkan semua hal buruk yang bisa dilakukannya saat ini seperti melem
Amanda bisa mendengar banyak suara di sekelilingnya. Saat ia mencoba membuka mata pandangannya sedikit buram. Gemetar di tubuhnya masih belum hilang. Malahan sekarang ia merasa kedinginan.“Bisakah AC di ruangan ini dimatikan?” tanya Amanda pelan.Orang-orang yang sedang bicara di dekatnya diam. Lalu Amanda merasakan tangan yang besar menyentuh kepalanya. “Nona, sepertinya Anda demam,” ujar seorang lelaki.Amanda tersenyum dan menjawab pelan. “Saya baik-baik saja, Pak. Hanya sedikit lelah.”Amanda bertanya-tanya apakah boleh ia tidur sebentar lagi sebelum pergi. Ia bermaksud menanyakan hal tersebut ketika dirasakan tubuhnya melambung ke naik dengan cepat. Ia melihat wajah Azzar yang diliputi kecemasan begitu dekat.“Kita akan pergi ke rumah sakit, Nona. Saya akan membuhubungi Tuan.”Amanda tidak punya keinginan atau tenaga sedikit pun untuk menolak. Ia merebahkan kepala di dada Azzar, mendengar
“Panasnya masih saja tinggi!”William tidak berkomentar. Ini sudah tiga hari sejak Amanda tumbang. Sejak saat itu nyaris seluruh pusat kegiatannya dilakukan di rumah sakit. Untuk alasan yang sama sekali tidak diketahuinya sendiri, William khawatir meninggalkan Amanda sendiri.“Ah ….” William mengosok wajahnya dengan kedua tangan. Ia merasa sangat buruk sekarang.Dengan semua hal yang dimiliki, seharusnya gampang untuk melindungi banyak orang di bawahnya. Namun, setiap kali merasa demikian, William juga merasa masalahnya bertambah berat dan pelik.“Kenapa kamu ada di sini?”William langsung menoleh. Di ranjang rumah sakit, Amanda telah bangun dan kini sedang mencoba duduk. Ia lantas berdiri dari sofa yang sedang diduduki dan kemudian menarik kursi untuk duduk di samping ranjang. Tombol untuk memanggil perawat dan duduk di kursi yang dibawanya.“Jangan bergerak. Sebentar lagi perawat akan
Sudah beberapa hari Alex mengamati. Selama itu tidak sekali pun ia melihat Amanda datang. Gadis itu seolah lenyap ditelan bumi sejak hari ia mengatakan kata-kata yang kejam.“Apa dia kabur, ya?” gumam Alex pelan.Ia mengosok dahinya frustrasi. Ada sedikit penyesalan di dalam dadanya karena terlalu keras pada Amanda. Ia hanya kesal melihat perubahan drastis dalam kehidupan gadis itu. Ia benci melihat orang lain mencapai tempat yang dituju tanpa usaha sedikit pun. Seharusnya dirinya yang mendapatkan semua itu, mengingat semua usaha yang sudah dilakukan sampai sejauh ini.“Apa sebaiknya kuhubungi saja dia, ya?” Alex bergumam lagi.Ponselnya dikeluarkan dari saku celana. Namun, ia tak lekas menyalakan ponsel yang menghubungi nomor Amanda. Maka di putar-putar ponsel tersebut di atas telapak tangannya. Ia memutuskan lima belas menit kemudian.Ponsel Amanda menyala seperti dugaannya. Bahkan setelah semua kejahatan yang dilaku