Segalanya perlahan-lahan berakhir. Ketika Candra pulang ke rumah, dia tidak menyalakan lampu. Dia meneguk alkohol tanpa henti dalam hening.Setelah minum sampai mabuk, Candra kembali ke kamar dengan tatapan kosong, memeluk erat guci abuku. Setetes demi setetes air mata jatuh di guci itu.Entah kenapa, aku seolah bisa merasakan rasa panas yang datang secara bergelombang. Aku tidak tahan dengan rasa panas itu.Setelah selesai menangis, Candra merogoh sakunya, dan menyalakan sebatang rokok. Asap putih melingkar di udara. Wajah tampannya saat dini penuh dengan luka yang mendalam.Candra menghisap dan terdiam. Dia menatap guci abuku dan berkata, "Maaf. Aku lupa kamu nggak suka aku merokok … "Usai mengatakan itu, Candra tersenyum getir. Senyuman itu bahkan lebih menyakitkan daripada tangisan. Lalu, dia mematikan rokok itu.Aku menatapnya tanpa ekspresi saat Candra melakukan semua itu. Andai ini dulu, dia tak akan pernah memikirkan perasaanku.Lalu, di tengah kesunyian, Candra kembali terisa
Pada hari ketiga Candra mengurung diri di kamar, Yuli datang.Ketika melihat jambangnya yang tumbuh dan aroma tubuh Candra yang tidak sedap. Yuli tiba-tiba merasa takut dan terkejut."Candra, aku tahu kamu adalah orang yang punya perasaan dan setia. Kamu pasti bersedih ketika Susan meninggal. Tapi, kamu juga harus menjaga tubuhmu sendiri!" Susan meraih bahu Candra dengan cemas.Candra menundukkan kepala dan melihat tangan yang Yuli genggam, tatapan berubah menjadi dingin. "Apa kamu tidak sedih setelah dia meninggal?""Apa?" Yuli tertegun."Waktu itu, kamu jatuh sendiri dari lantai atas, 'kan? Kenapa kamu menuduh Susan?" Candra mengatakan kata demi kata dengan nada dingin sambil menatap tubuh Yuli. Ekspresi wajahnya makin suram."Kamu … Kenapa tiba-tiba membicarakan hal itu? Apa Susan mengatakan sesuatu padamu? Kenapa kamu percaya sama dia dan nggak mempercayaiku?" Yuli tampak tegang, tetapi dia tetap berusaha membela diri.Candra tidak bertanya lebih jauh lagi. Dia melepaskan tangan Yu
Candra adalah orang yang cinta kebersihan. Namun, kini dia tidak risih menyentuhku yang kotor."Candra!" Seseorang tiba-tiba menerobos masuk dan mencengkeram jaket Candra. "Sialan! Dasar bajingan! Jangan sentuh Susan."Sosok itu adalah Kirana. Dia berlari sambil menangis. Kirana menarik Candra ke samping dan menampar wajahnya dengan keras.Candra hanya berdiri di sana dan membiarkan tamparan Kirana mengenai pipinya."Susan sudah menemanimu berapa tahun? Dia mencintaimu dengan sepenuh hatinya. Tapi, bagaimana denganmu? Waktu kamu butuh dia, kamu memperlakukannya dengan baik. Waktu kamu nggak butuh dia, kamu menendangnya sejauh mungkin. Memangnya dia itu apa? Apa dia itu kucing yang bisa kamu panggil dan buang sesuka hati?""Candra, kalau kamu nggak mencintai Susan, seharusnya kamu menjauhinya sejak awal. Kenapa kamu malah bersekongkol dengan Yuli untuk menghancurkan Susan? Kamu bahkan membuat dua nyawa melayang.""Aku … Aku waktu itu melihat sendiri bahwa Susan mendorong Yuli hingga jat
"Apa maksud perkataanmu?" Candra terpaku di tempat. Dengan kecerdasannya, bagaimana mungkin tidak mengerti maksud kalimat ini.Kemudian, si asisten mengulangi kata demi kata sekali lagi.Aku melihat Candra mengerucutkan matanya. Dia seolah kehilangan arah dan terpaku di tempat.Suasana hati Yuli yang ada di sampingnya tampak cukup baik. Yuli maju sambil menahan perasaannya. Dia memegang tangan Candra dengan lembut dan berkata, "Candra, ini memang sudah takdirnya. Terima dan ikhlaskan.""Harus terima takdir apa? Susan sedang menipuku. Mana mungkin dia rela mati?" Candra tiba-tiba menyela dengan nada garang.Ini mungkin pertama kalinya Candra marah terhadap Yuli. Melihat Candra seperti itu, Yuli pun ketakutan hingga tidak berani mengatakan sepatah kata pun lagi."Candra … Kamu masih punya perasaan padanya, ya?" Yuli bertanya dengan berlinang air mata. "Candra, katakan yang sebenarnya!"Ketika melihat Candra hendak pergi, Yuli menangis dan mengejarnya. "Kamu bilang kamu nggak cinta dia, a
Prang! Candra menutup telepon dengan marah. Mungkin karena emosi yang meledak-ledak, dia melempar ponsel ke lantai.Suara benda yang retak membuat lamunanku buyar.Setelah Candra tenang, dia berbalik, dan mengambil ponsel yang sudah retak itu. Dia menelpon asistennya, menyuruh orang itu untuk mencari jejakku.Candra mengirim pesan dengan ekspresi datar. Aku mendekat dan melihat. Di layar tertulis nomor ponselku.[Susan, aku kasih kamu waktu satu hari. Cepat kembali ke hadapanku. Kalau nggak, tanggung sendiri akibatnya.]Aku tersenyum getir. Sekarang aku berada di hadapanmu. Hanya saja, kamu tidak bisa melihatku lagi.Ponselku sudah lama tersimpan di ruang penyimpanan. Mungkin sekarang sudah kehabisan baterai.Setelah beberapa saat berlalu, tidak ada pesan yang masuk ke ponselnya. Kegelisahan dan kecemasan terlihat jelas dalam ekspresi Candra.Tidak lama kemudian, Candra mengambil jaket yang tergeletak di sofa dan bergegas keluar. Aku segera mengikutinya. Apa dia mau mencariku?Aku bert
Lagi pula, di dalam hati Candra, aku selamanya adalah perempuan keji, hina, dan tak tahu malu.Karena aku pernah mendorong Yuli hingga jatuh dari atas.Aku teringat tiga tahun yang lalu, waktu Yuli kembali ke negara ini. Waktu itu, perusahaan sedang mengadakan pesta besar. Candra membawa Yuli ke hadapanku, istri sahnya tanpa rasa bersalah. Mereka berjalan berdampingan dan berbaur di antara tokoh ternama di dunia bisnis. Aku pun menjadi bahan tertawaan semua orang di ruangan itu.Rasa pedih di dadaku sangat menusuk. Aku hanya bisa menahan air mata dan melangkah menjauh untuk menenangkan diri.Namun, Yuli menghampiriku dan berpura-pura bersifat ramah padaku. Aku tidak ingin menjalin hubungan dengannya, jadi aku berbalik, dan pergi. Namun, Yuli tiba-tiba terjatuh dari tangga.Aku pun terpaku di tempat. Aku melihat dengan jelas bahwa Yuli tersenyum dingin padaku waktu dia terjauh.Semua orang terkejut. Aku menatap Yuli yang terbaring di lantai dan bersimbah darah dengan takut. Yuli menatap