PERCERAIAN YANG TERINDAH
Part 2PoV AuthorDi dalam mobil Laniara menangis sejadi-jadinya, berulang kali dia menjambak rambut lurusnya yang berwarna hitam pekat itu, lalu tertawa sembari menangis, "Hahaha, Mas ... Mas ... Salahku apa, Mas? Apa? Hah!" pekiknya sembari memukul stir mobil. Ini sungguh menyakitkan bagi Laniara, wajahnya sekarang kusut, mata sembab, dan ... rambutnya rontok berserakan di bagian pahanya. Kecantikannya semakin pudar bahkan tak sama sekali terlihat."Rasanya aku sudah cukup sabar menghadapi mama dan adikmu, bahkan banyak yang kukorbankan demi kamu dan keluargamu. Tapi nyatanya ini balasan kamu, Mas! Hah!" pekiknya histeris sembari memukul-mukul jok yang dia duduki.Lelaki yang sudah membersamainya selama ini tak setia seperti yang dia bayangkan. Walaupun beberapa bulan lalu Laniara sudah merasakan kejanggalan, akan tetapi dia berusaha untuk menepisnya karena tidak mau bersuudzon dengan suaminya sendiri.Apa yang sudah dikorbankan Laniara selama ini? Bagaimana perlakuan mama dan adik iparnya itu selepas Arfan pergi bekerja?"Kamu memang suami bren*s*k, Mas! Aaaarrrrggghhhhhh ..." pekiknya lagi sambil memukul stir mobil berulang kali. Laniara frustasi. Dia kembali menjambak rambutnya sendiri. Berteriak sekuat tenaga di dalam mobil yang kedap suara. Laniara meronta dan memukul kepala dengan kedua tangannya. Wanita yang mempunyai rambut lurus sepinggang mulai labil.Sepersekian detik Laniara menyeka setiap air matanya yang tumpah ruah dan membersihkan ingusnya yang mulai meler dengan menyentak tissu yang ada di dashboard. Lalu dia mengacak-acak tas berwarna hitam berbahan kulit seperti mencari sesuatu. Kini sebuah ponsel pintar merk apel sudah berada dalam genggamannya, sepertinya ingin menelepon seseorang."Kim, kamu praktik nggak hari ini?" tanya Laniara lewat sambungan telepon."Oke, aku ke sana sekarang." Dia melempar ponsel pintarnya itu ke jok samping.Laniara melaju mobilnya dengan kecepatan tidak stabil, air matanya masih tumpah, berulang kali dia menyekanya, hanya terdengar isakan tangis yang masih tersisa. Dia menghidupkan musik dan memutar volume sampai abis. Laniara tampak menikmati musik rock yang diputarnya. Sesekali dia tersenyum melihat ke arah spion bagian atas."Sekalipun kamu menyesal, aku tidak akan tersentuh, Mas! Aaarrrrggghhh ..." teriaknya lagi.Hampir saja Laniara menabrak pengendara motor karena menerobos perempatan lampu merah. Untung saja tidak ada para aparat yang berjaga di posko perempatan itu. Kali ini dia lolos, entah bagaimana nasib pengendara tadi. Laniara semakin menekan pedal gas mobilnya, jalanan terbilang memang sepi.💔💔💔Laniara memarkir mobilnya di halaman praktik dr. Kimmi Yosepha, Sp. K.J begitu namanya yang tertulis di plang dekat pagar sebelum memasuki area praktik yang luasnya tidak seberapa. Tempat praktik berbentuk ruko bertingkat satu.Sebelum turun wanita berusia dua tujuh tahun ini merapikan rambutnya yang kusut dengan sisir kesayangan yang selalu standby di dalam tasnya. Mengelap wajahnya dengan tissu basah dan memoles sedikit dengan bedak. Sekarang dia terlihat seperti seseorang yang tidak dalam masalah."Selamat siang, Mbak Laniara? Apa kabar?" sapa perempuan berkacama dan berkulit bening yang bertugas di meja resepsionis. "Baik, Mbak. Mbak, dr. Kimminya ada di dalam?" tanya Laniara pada Lili. Laniara berusaha mengukir senyum di bibir tipisnya yang dipoles lipstik merah bata."Ada, Mbak. Tapi masih ada pasien, ditunggu sebentar ya, Mbak. Palingan bentar lagi selesai." Laniara mengangguk dan mendudukkan bobot tubuhnya di kursi tunggu yang disediakan. Sembari menunggu Laniara memainkan gadgetnya.Sapaan Lili sang petugas memberi isyarat bahwa Laniara tidak kali pertama datang ke sini. Ada dengan Laniara sebenarnya?Dari kejauhan Lili menatap penuh iba pada Laniara yang sedang duduk di kursi tunggu. Mungkin Lili melihat mata Laniara yang terlihat bengkak, atau Lili mengetahui juga apa yang sebenarnya pada diri Laniara?"Lani ..." panggil seorang perempuan yang tengah berdiri di ambang pintu ruangan praktiknya, memakai gamis berwarna peach berkerudung lebar hingga bawah dada. Dia seorang psikiater bernama dr. Kimmi Yosepha, Sp.K.J.Laniara berdiri dan memeluk dr. Kimmi terlihat akrab mereka berdua. Siapa dr. Kimmi sebenarnya? Mengapa mereka terlihat begitu akrab?Laniara dan dr. Kimmi masuk ke dalam ruangan tak lupa pintu ditutup rapat."Ada apa, Lan? Kamu ada masalah lagi?" sapa dr. Kimmi setelah mereka duduk."Pupus sudah, Kim. Semua pupus sudah," ucap Laniara sembari menyeka air matanya yang sudah jatuh seiring dia berucap."Apa yang pupus, Lan? Mertua dan ipar kamu mendesak kamu untuk hamil?" tanya dr. Kimmi penuh selidik. Dia menggenggam tangan kanan Laniara di atas meja kerjanya. Seperti memberi kekuatan pada wanita yang bertubuh langsing dan tinggi semampai itu."Mas Arfan berselingkuh dengan Angel, Kim," jawab Laniara lirih. Dia menunduk dalam hanya bulir air mata yang berlomba jatuh membasahi celana berbahan katun yang dipakainya."Aku turut prihatin ya, Lani. Sekarang kamu sudah tahu, siapa Arfan sebenarnya. Aku yakin kamu akan mengambil keputusan yang tepat. Namun, yang jelas Arfan bukan lelaki yang patut kamu perjuangkan lagi. Terlebih perlakuan yang sudah diberikan mertua dan ipar kamu selama ini," ujar dr. Kimmi, wanita yang bertubuh sedikit berisi ini beranjak dari duduknya dan memeluk Laniara, tangis Laniara pecah dan menjadi-jadi."Aku yakin kamu kuat, Lan. Kamu terlahir sebagai wanita yang kuat, Lan. Aku percaya itu, bukankah selama ini kamu sudah berjuang?" bisik dr. Kimmi disela mereka berpelukan."Entahlah, Kim. Aku hanya butuh obat saat ini, kebetulan obat di rumah sudah habis. Bisa kamu resepkan lagi?" tanya Laniara sendu sambil melepaskan pelukan dari dr. Kimmi perlahan diiringi isakan tangis yang masih tersisa."Iya, akan kuresepkan. Tapi, ingat ... jangan diminum melebihi dosis ya!" ucap dr. Kimmi sembari kembali duduk di kursi semula, mengambil buku resep yang terletak di samping tangan kanannya, lalu menulis beberapa nama obat yang dibutuhkan oleh Laniara. "Iya, aku tahu kok, Kim," jawabnya lirih."Aku saranin kamu harus keluar dari lingkungan toxic itu, Lan. Lingkungan buruk semakin membuat mental kamu rapuh. Sampai kapan kamu akan ketergantungan obat seperti ini?""Sebentar lagi, Kim. Mereka tidak akan bisa menyakitiku lagi," jawab Laniara lirih dan mengelap wajahnya yang masih basah karena air mata yang tersisa. Dr. Kimmi memberikan tissu pada Laniara."Aku pamit, Kim," ucap Laniara sembari mengambil kertas resep yang diserahkan dr. Kimmi."Kamu hati-hati nyetirnya, Lan. Atau perlu sopirku mengantarmu pulang?" tawar dr. Kimmi. Laniara menggeleng dan memasukkan kertas resep tadi ke dalam tasnya."In syaa Allah, aku akan baik-baik saja, Kim," sahut Laniara berusaha meyakinkan dr. Kimmi. Dr. Kimmi pun mengangguk yakin.Setelah berpelukan Laniara pamit pada dr. Kimmi, mereka kembali berpelukan."Aku kasihan sama kamu, Lan. Sungguh berat ujian yang sedang kamu jalani, semoga Allah selalu menguatkan kamu, Lan. Aku juga rindu dengan sosok kamu sebelum menikah. Kamu wanita pekerja keras, baik hati, dan selalu berprasangka baik pada siapapun," gumam dr. Kimmi setelah Laniara meninggalkan ruang praktiknya.PERCERAIAN YANG TERINDAHPart 3PoV Arfan"Mas, gimana nih, Lani sudah tahu semuanya," ucap Angel panik sembari mengambil potongan bajunya yang berserakan di lantai."Entahlah," jawabku pasrah dengan mengendikan bahu. Otakku masih belum stabil setelah dipergoki oleh Laniara tadi. Aku hanya kaget bukan cemas.Selepas Laniara pergi dengan kecepatan turbo aku langsung memakai atribut di tubuh yang penuh dengan keringat dingin dan mengambil kunci serep yang dibuang Laniara sebelum pergi serta tak lupa menutup pintu lalu menguncinya. Aku tidak ingin ada orang lain yang melihat tubuh Angel yang begitu memesona di mataku."Mas, kamu jangan diam aja. Gimana kalau semua rencana kita gagal," ujar wanita berambut pirang dengan body bak gitar spanyol yang masih sibuk memakaikan atribut ke tubuhnya.Aku menghela napas pelan lalu meminum seteguk kopi, "sudah, santai
Part 4Kembali ke Laptop Dan ... Angel, wanita yang sudah aku anggap layaknya saudara sendiri rupanya bagaikan ular berkepala dua. Jika tahu akan seperti ini, mungkin aku tidak akan merekomendasikannya.Rasa empatiku pada Angel ternyata disalahgunakan. Aku terpaksa merekomendasikan Angel sebagai pengisi lowongan kerja di kantor Mas Arfan. Terlebih Mas Arfan memang membutuhkan sekretaris, dikarenakan sekretaris sebelumnya sudah resign pasca lahiran.Mahkota yang seharusnya disuguhkan di malam pertama pasca ijab kabul, akan tetapi Angel menyerahkannya sebelum ada ikatan suci. Wanita yang mempunyai dua lesung pipi itu hampit depresi, sempat kehilangan semangat dalam menjalani hidup, mengurung diri berbulan-bulan karena ditinggalkan calon suaminya.Atas dasar itulah aku merekomendasikan Angel, agar wanita yang bertalenta itu punya semangat hidup. Namun ... nyatanya sekarang dia salah satu pisau belati yang menusukku dari belakang.P
PERCERAIAN YANG TERINDAHPart 5Aku mengatur napas setelah memarkir mobil di dalam garasi rumah yang kubeli sebelum menikah dengan Mas Arfan. Sederhana dan tidak begitu luas, akan tetapi ada rasa kebanggaan padaku di usia masih muda sudah diberikan kemampuan oleh Allah untuk berteduh.Alhamdulillah, aku sudah sedikit lebih tenang setelah mengonsumsi obat selepas makan tadi. Dadaku sudah tidak terasa sesak lagi, detak jantungku sudah terasa normal lagi. Selain obat, sepanjang jalan pulang tadi aku selalu beristighfar, agar semakin damai."Assalamu'alaikum.""Heh! Dari mana saja kamu, jam segini baru pulang? Tuh, rapikan meja makan! Gara-gara kamu terlambat pulang kami harus memesan makan online," sergah mama dengan mata yang menyalang sempurna ketika pintu utama terbuka lebar. Bukannya menjawab salamku terlebih dahulu. Namun, ini memang kebiasaan mama yang sudah bertahun-tahun.
PoV Arfan"Mas, gimana di rumah? Laniara marah nggak?" tiba-tiba Angel menghampiriku yang tengah berjalan di lobi. Mengiringi jalanku di sisi sebelah kanan, jaraknya pun sangat dekat."Sssttttt ... nanti saja bahasnya. Kamu nggak liat karyawan pada liatin. Aku nggak mau memancing kecurigaan mereka. Jaga sikap, Ngel!" ujarku berbisik sembari terus berjalan tanpa menoleh ke Angel. Kondisi lobi kantor memang agak ramai, ya, wajar saja karena sudah menunjukkan pukul setengah delapan lewat ketika mataku tertuju pada sebuah jam besar yang menempel di dinding lobi."Ih ... kamu nyebelin deh, Mas," gerutu Angel lalu terdengar hentakan kakinya. Namun, tak kuhiraukan daripada mengundang segudang tanda tanya para pasang mata. Dia tertinggal di belakang karena aku berjalan dengan cepat.Aku pun sedikit heran mengapa para karyawan di lobi menatap aneh padaku. Hmm ... atau mungkin mereka terkesima melihat ketampananku, tapi aku tak mengacuhkan makanya mereka sakit hati. Ah ... bisa jadi. Ya iyalah,
PoV Angel"Halo, Vita. Gimana, tawaran perihal kemarin? Lumayan lho, buat nambah uang saku kamu." tawarku saat telepon tersambung pada Vita. Aku memang tidak suka basa-basi untuk urusan kerjasama. Kalau tidak sesuai yang nggak masalah. Dan, aku bukan tipe pengemis bantuan.Beda di saat aku meminta direkomendasikan sama Laniara, sebenernya posisi Sekretaris bukan pekerjaannya yang kusukai, akan tetapi demi memiliki seseorang, aku akan melakukan apapun."Iya, aku mau. Tapi kalau nanti aku berhasil jangan lupa kasih lebih!" pinta Vita dari seberang sana."Beres mah kalau urusan itu. Jadi, gimana? Mau 'kan?" tanyaku memastikan."Nanti kalau Laniara curiga gimana? 'Kan semenjak dia resign aku nggak ada lagi komunikasi sama dia, Ngel.""Nggak bakalan curiga mah dia, walaupun secara otak dia pintar. Namun, Laniara itu secara bathin dia bodoh karena terlalu positif thingking pada semua orang. Percaya deh, sama aku. Nggak bakalan ketahuan kok.""Ya sudah, aku coba dulu. Nanti jam berapaan kamu
PoV Arfan"Pak, tolong beri saya kesempatan. Bukan saya yang menggodanya, Pak. Angel sendiri yang menyerahkan diri pada saya, Pak!" sahutku penuh mengiba, kuatur sedemikian rupa dengan bersuara lirih. Tak peduli dianggap lelaki seperti apa, yang jelas, aku tidak ingin kehilangan jabatan sebagai Manager. Aku bertekuk lutut, berharap diberi kepercayaan lagi. Dan Pak Sanjaya menarik semua ucapannya."Mas! Kamu apa-apaan, sih. Kita ngelakuin atas dasar suka sama suka. Kamu saja yang lemah iman!" bentak Angel. Kutatap dia dengan tatapan nanar, lalu menyunggingkan ujung bibir ini padanya."Diam! 'Kan memang begitu adanya, kamu yang duluan menggoda saya, Angel!" telunjukku mengudara pada perempuan yang sudah menangis penuh isakan itu. Air matanya begitu deras membasahi pipi. Baru kali ini aku melihatnya menangis, akan tetapi sedikit pun aku tak luluh. Lebih baik kehilangan Angel, ketimbang kehilangan popuritasku.'Pak, saya mohon beribu mohon, Pak. Tolong beri lagi kesempatan pada saya. Kura
PoV Nina"Abis nelfonan sama siapa, Ma? Kok, senyum-senyum gitu?" tiba-tiba Ayudia masuk ke kamarku. Ya, lagian mana mungkin menantuku itu yang berani masuk ke dalam kamar ini."Ssssssttt ... jangan keras-keras nanyanya. Nanti kedengaran sama Laniara. Tutup pintunya! Ini nih, abis nelfonan sama si Angel-lah. Siapa lagi," sahutku sembari senyum-senyum menatap layar ponselku.Setelah menutup pintu Ayu pun berjalan mendekatiku, kini suaranya pun tidak sekeras tadi, "Angel? Bahas apaan kok sampai senyum-senyum gitu, Ma?" tanya Ayudia penasaran. Aku beranjak, lalu berdiri di depan meja riasku. Kini kami berhadapan."Ya ... seperti biasa lah, Yu. Mama basa-basi kapan diajakin shopping sama si Angel," jawabku semringah. Tentunya, diotakku sudah ada rentetan barang yang akan kubeli jika nanti."Yakin cuma itu aja, Ma. Mana mungkin Kak Angel mau ngasih cuma-cuma, Ma. Sebelumnya dia royal ke kita 'kan ada tujuan juga.""Ya ... apalagi kalau bukan masalah Lani. Mama cum
PoV ArfanBeberapa pasang mata mulai melihat aku dan Angel diseret oleh Pak Terno sepanjang korikor hingga kami sekarang berada di lift. Entah berapa pasang mata yang bersorak, memaki, serta mencaciku dan juga Angel.Aku malu, sungguh malu. Hanya bisa menutup kedua netra ini dengan kedua tanganku. Aku ingin bersuara untuk memohon, tapi takut Pak Terno akan melakukan hal lebih kejam dari ini. Begitu pun Angel, dia hanya terdiam, hanya isakan tangisnya yang terdengar. Lagian percuma juga dia meratapi, semua tidak akan kembali seperti semula."Seret keliling kantor Pak Terno, kapan perlu live streaming biar pada kapok pelaku penzina kayak mereka" sorak salah satu karyawan, aku tidak tahu siapa, yang jelas dia perempuan."Nanggung, sekalian aja adegan biar kami tonton rame-rame," ujar seorang pria."Hu ....""Bikin malu saja kalian.""Hoi ... ngaca dong ngaca.""Heran ya, zaman udah susah masih selingkuh-selingkuh, kayak udah banyak duit aja."Mereka