Share

Perempuan Gila
Perempuan Gila
Author: La Violetta

1. Telepon berdering

Bau ceri menyeruak dalam ruangan. Sekali lagi, wanita itu menyemprotkan parfum di tengkuknya. Lipstik merah hati begitu cocok di bibirnya yang lebar menunjukkan deretan gigi putih mempesona. 

"Ini pernikahan sempurna, dengan malam sempurna, dengan pasangan sempurna." Kalimat itu sudah disiapkan Emily untuk memulai malam pertamanya bersama Mike, pria yang baru saja resmi menjadi suaminya. 

Setelah memastikan semuanya sempurna, Emi menyalakan lilin aroma mawar dan mematikan daya ponselnya, saat bersamaan, dari seberang ranjang, ponsel suaminya berbunyi untuk ketiga kalinya.

"Astaga! yang benar saja!" gerutu Emi kesal sambil melangkah besar menuju kamar mandi. 

"Mike!" Emi menggedor di balik pintu. 

"Mike!!" teriak Emi lebih keras.

Semuanya seperti dejavu. Jawaban yang didapat hanya suara gemercik air yang bercampur dengan senandung lirik The Beatles yang sumbang. 

"Idiot!" decak Emi. 

Emi mengecek ponsel yang masih bergetar di atas nakas. Masih pemanggil yang sama. 

Wanita usia 26 tahun itu berjanji pada dirinya sendiri, akan menjadi istri yang menghargai privasi. Tapi kali ini, bagaimana jika panggilan penting?

Emily menggigiti kukunya gelisah, dan, perlahan jari jempolnya dengan ragu menekan tombol hijau di layar. 

Panggilan itu tersambung; Emi menunggu tanpa suara. 

"Mike!" Suara wanita muncul dari ujung ponsel. 

"Bayinya sudah lahir! Bayi kita sudah lahir!"

Hening.

Dan... Blip. Emi mematikan sambungan.

Tubuh Emi seketika ambruk ke atas ranjang, otaknya berusaha mencerna apa yang baru saja didengar. 

"Bayi kita?!" jerit Emi dalam hatinya.

Bagaimana mungkin ini bisa terjadi di malam pertamanya? berapa lama Mike berselingkuh? jika Emi memilih bercerai maka reputasi dan karirnya akan hancur!

Pikiran Emi berkecamuk malam itu.

Pernikahan Mike dan Emi dilakukan untuk mempererat kerja sama antar perusahaan orangtua mereka, itulah mengapa wanita itu menjadi dilema. Hari ini harusnya menjadi hari bersejarah, karena semua orang merayakannya.

'Emi si Peri Donasi dari PT.Echo resmi menikah dengan putra bungsu Techno! ' Judul salah satu majalah daring wanita yang Emi baca sore ini.

"Aku harus tenang, aku harus berhati-hati mengambil tindakan..." ucap Emi pada dirinya berulang-ulang.

Suara gemercik air berhenti, menandakan Mike sudah selesai mandi. Emi mengambil napas panjang dan menaruh kembali ponsel ke atas nakas, seolah tidak terjadi apapun. 

"Akhirnya, selesai juga," ucap pria dengan seutas handuk terlilit di pinggang, tersenyum lega, "Maaf aku membuatmu menunggu, Emily."

Emi yang tadinya duduk bersila di atas ranjang, segera menarik selimut, dan berpura pura hendak tidur.

Mike melirik ke arah jam dinding. Jam 12.45. 

"Seharusnya kau tidak menungguku lama-lama." 

Mike merayap ke atas ranjang, memeluk istrinya dari belakang, Emi bisa mencium aroma sabun dari tubuh Mike. 

"Emi, kau tahu apa yang harus kau lakukan, bukan?" bisiknya menelusup ke sela leher Emi.  

Emi berbalik menghadap Mike, menangkap dada bidang yang menaungi kepalanya. Segar dan basah. 

"Lebih baik keringkan dulu tubuhmu, Mike," ucap Emi lembut. 

Seolah tak mengindahkan perkataan istrinya, Mike menangkap pipi Emi dan mencium bibirnya dengan bibir miliknya yang menggigil. 

"Dasar pria bajingan!" batin Emi mengutuk, "Selingkuhanmu melahirkan dan hidup istrimu hancur, dengan santainya dia menggoda dan bersenandung saat mandi."

Mike menyingkap selimut yang menutupi tubuh istrinya, menampilkan lingerie merah dengan model kimono. Tersenyum tipis, lalu menarik tali yang akan membuat tubuh Emi telanjang bulat. 

Emi mendorong tubuh Mike secepat kilat, dan melipatkan lengannya di dada. 

"Musim hujan Desember mengguyur pohon cendana," ucap Emi tiba-tiba. 

Mike terkekeh menangkup wajahnya frustasi dan berkata, "Oh, tidak, jangan kuis lagi!" sergahnya diselingi tawa.

Emi menatap Mike layaknya dosen penguji dengan ekspresi  "Ayo, jawab!"

Oke. Ini pertanyaan mudah. Mike menyipitkan matanya seolah berfikir, lalu sedetik kemudian, dengan tenang pria itu menjawab, "Tentu saja, saat ciuman pertama kita."

Emi mengangguk setuju namun memberi kesan meremehkan. Dan, sebelum Emi hendak membuka mulutnya—hap—Mike dengan cekikikan membekamnya dengan kuat. 

"Berhenti-berhenti-" protes Mike sementara tangannya bergulat melawan Emi yang berontak, "Aku tahu kamu akan memberi yang sulit selanjutnya!"

"Tidak!" bantah Emi kala mulutnya terbebas. 

"Ya! kamu selalu seperti itu. Jika aku menjawab pertanyaanmu dengan mudah, maka selanjutnya pasti dibuat susah!" Mike memberenggut seperti anak kecil, membuat Emi dan Mike sendiri tertawa malu. 

Drrrt. Bunyi ponsel Mike membuat aktivitas mereka terhenti. 

"Hampir saja, terbawa suasana," gumam Emi. 

Mike meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas, bergeming memandangi layar persegi panjang di tangannya. 

"Siapa?" tanya Emi, walau sudah tahu pasti jawabannya. 

"Sekretarisku," sahut suaminya gelisah, "Aku harus pergi sebentar."

Emi memasang wajah datar. Mike melangkah menuju almari mengambil setelan kaus dan celana katun. 

"Memangnya sangat genting?" Emi bertanya sembari membaringkan tubuhnya miring, menonjolkan paha dan pinggulnya yang indah. 

Tidak ada jawaban. 

"Mike! Sayang, ayolah, dia hanya sekretaris tapi kamu seorang bos!" cecar Emi membuat kedua alisnya berkerut.

"Kamu punya kuasa untuk bilang 'tidak!', 'jangan sekarang!', atau, mungkin seharusnya kamu mulai memberi batasan dan beritahu dia bahwa tidak sopan menelepon di luar jam kerja!"

"Terlebih, jika dia sekretarismu, pasti tahu, ini malam pertama kau dan aku." Kalimat terakhir Emi diucapkan dengan nada dingin. 

Mike menghela nafas menanggapi celotehan istrinya. "Terkadang, ada beberapa pekerjaan yang tidak mengenal waktu dan harus segera diselesaikan, Emi," jelas Mike menusuk. 

"Sialan!" decak Emi dalam hati. 

Emi berdeham dan beranjak turun dari ranjang. "Serius, Mike?" cetus Emi menarik tali lingerie yang membalutnya dan melemparkannya ke lantai, berdiri dengan tubuh seksinya tanpa sehelai kain pun. 

Mike mematung memandangi istrinya yang tampak seperti Aphrodite—tangannya masih menenteng sepatu yang hendak dipakainya—Pria itu seolah terhipnotis dan langsung berjalan menuju wanitanya.

"Tipikal!" batin Emi mencemooh saat berhasil meluluhkan Mike.

 

Malam itu berlangsung sesuai keinginannya, meski Emi tidak menikmatinya samasekali. Pikirannya hanya terfokus pada satu nama dalam kontak Mike.

"Laura, aku akan menemukanmu!"

Comments (2)
goodnovel comment avatar
ratih 174
ceritanya bikin penasaran
goodnovel comment avatar
ratih 174
awalan yang bagus!!!!
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status