Beranda / Rumah Tangga / Perempuan Rahasia Suamiku / 3. Boneka barbie & nota pembelian cincin

Share

3. Boneka barbie & nota pembelian cincin

Penulis: TrianaR
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-02 10:00:21

Part 3

"Dek, kamu sedang apa?"

Aku terperanjat kaget saat Mas Damar bertanya. Ia keluar dari kamar mandi dan langsung menghampiriku, seraya mengeringkan rambutnya dengan handuk.

"Eh Mas, aku sedang merapikan baju-bajumu. Tapi ini apa?" Aku menunjukkan nota pembelian cincin serta boneka barbie itu padanya.

Sesaat matanya terbelalak kaget. Tapi secepat kilat ia sembunyikan wajah terkejutnya dibalik senyuman.

"Nota cincin dan boneka barbie ini punya siapa, Mas?" Aku mengulangi pertanyaan.

Mas Damar menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Emmh ... anu, ini punya Farah," sahut Mas Damar gugup. Jelas sekali ia tengah beralibi.

"Farah? Farah gak mungkin masih mainan barbie yang penuh coretan gini kan, Mas?" tanyaku lagi.

"Ehem, maksud mas, ini mainan anak tetangga sebelah yang sering main dengan Farah," jawabnya salah tingkah.

"Kok bisa ada di koper kamu?"

"Ya, aku gak tahu. Mungkin ketinggalan. Masalahnya anaknya jahil."

Aku mengangguk, meski hati seperti diremas-remas.

"Terus nota cincin ini? Dua buah cincin semahal ini untuk siapa, Mas?" tanyaku lagi mencecarnya.

Sekilas pandanganku terpaku pada benda yang berkilauan di jari manis Mas Damar. Sebuah cincin. Apakah ini cincin pertunangannya? Aku meraih tangannya, melihat sebuah cincin baru melekat di jarinya.

"Mas, ini cincin baru? Terus mana cincin pernikahan kita? Kamu lepas?" tanyaku lagi.

Dia menarik tangannya dari genggamanku, seolah tak nyaman dengan pertanyaan yang kuajukan.

"Sayang, maaf ... sebenarnya aku membelikan dua buah cincin untuk aku dan kamu, untuk mengganti cincin pernikahan kita yang sudah lama. Tapi Farah justru memintanya. Jadi terpaksa yang satu kuberikan pada Farah. Nanti kamu aku belikan cincin baru yang sama seperti ini ya, Sayang. Tolong jangan marah," kilahnya beralasan.

Aku terdiam sambil terus memandangnya. Tapi Mas Damar seakan menghindari tatapanku. Dia justru menyibukkan diri dengan hal lain.

"Wulan, katanya kamu mau masak? Kebetulan mas dah laper banget nih," tegurnya mengalihkan pembicaraan.

"Ah iya, Mas. Aku masak dulu. Tolong jagain Amanda dulu y."

Mas Damar mengangguk. Lalu menciumi bayi mungil kami yang tengah tertidur usai kumandikan tadi. "Anak ayah cantik banget nih. Hmmm wangi ... Dedek Manda cantik seperti Bunda."

Gegas aku ke dapur, meracik bahan makanan yang tersedia di kulkas. Kuambil telur untuk didadar, lalu sayuran caisim untuk ditumis dengan campuran bakso. Tak lupa yang tidak boleh dilewatkan, sambal tomat kesukaan Mas Damar.

Selesai masak segera kuhidangkan di meja makan. Aku pun membuatkan teh manis untuk Mas Damar. Kebetulan Raffa pulang selesai main.

"Bun, Ayah sudah pulang? Tadi mobil ayah ada di depan," tanyanya penasaran.

"Iya sayang, ayah sudah pulang. Ada di kamar sama dedek Manda."

"Asyiiikk ... Ayah pulang! Ayah pulang!" celotehnya sembari berlari ke kamar. Aku tersenyum melihat tingkah polosnya. Namun, sebelah hatiku merasa perih, memikirkan hal pahit yang terjadi. Bila aku berpisah dengan Mas Damar, apa Raffa dan Amanda akan baik-baik saja tanpa seorang ayah? Apakah mereka akan jadi anak yang broken home?

Sepintas aku menggeleng pelan. Haruskah aku mengorbankan perasaan ini demi anak-anak?

Tak lama Raffa kembali bersama dengan Mas Damar yang tengah menggendong Amanda.

"Alhamdulillah, masakan Bunda sudah matang, ayo kita makan!" ajak Mas Damar, Raffa menimpali dengan anggukan antusias.

"Ayah, aku mau disuapin sama ayah!" celetuk Raffa, yang makin membuat hatiku merasa terkoyak. Ya, Mas Damar memanglah penyayang terhadap anak-anak.

"Iya, sini ayah suapin. Tapi janji sayurnya harus dimakan juga ya!"

"Baik, Ayah!" ujar putra sulungku.

"Mas, sini biar Manda sama aku. Mas bisa makan dulu."

"Gak perlu, Manda biar kugendong sambil nyuapin Raffa makan. Kamu juga makan ya sayang, kamu pasti sudah sangat lelah seharian mengurus anak kita."

Kata-kata yang sederhana nan perhatian itu seolah menghipnotisku, mengaburkan kenyataan yang ada. Rasanya tak mungkin Mas Damar mengkhianatiku, dia begitu sayang pada kami. Apakah ini caranya menutupi kebohongannya?

Aku menyendokkan nasi beserta lauknya untuk Mas Damar dan juga Raffa.

Mas Damar menyuapi Raffa lebih dulu, sambil bercengkrama riang.

"Ayah, aku juga mau dibelikan mainan!"

"Iya, Raffa mau mainan apa?"

"Kereta Thomas, Yah!"

"Haha, iya, iya, nanti ayah belikan ya!"

"Makasih, Ayah."

***

Mungkin karena kelelahan, Mas Damar tidur lebih cepat di samping bayi kami.

Mendadak terdengar notif chat masuk ke ponselnya. Karena penasaran, akupun meraih ponselnya. Di layar ponsel tertera nama Mel yang mengiriminya pesan. Dadaku bergemuruh kencang. Apa dia yang dimaksud mantan pacar suamiku. Melinda?

Deg! Dadaku berdebar lebih kencang. Saat aku ingin membuka ponsel itu, tapi ternyata layarnya terkunci. Tumben Mas Damar mengunci ponselnya, padahal biasanya dia tak pernah privacy seperti ini.

Karena pesan itu tak kunjung dibalas, Mel menghubungi suamiku. Terlihat jelas foto profil di panggilannya. Ini wanita kemarin yang ada di status WA Farah, wanita yang katanya bertunangan dengan tetangganya. Kini aku semakin yakin kalau mereka memang punya hubungan spesial.

Sebab tak kunjung diangkat, panggilan itupun terputus begitu saja. Seseorang dengan nama Mel kembali mengirimi pesan. Aku sempat membacanya dari notif meski tak perlu membuka aplikasi WA.

[Mas, boneka barbie Lola apa terbawa sama kamu? Aku cari di sini gak ada. Tolong besok anterin boneka barbienya kesini ya. Lola nangis terus, boneka kesayangannya gak ada, dia gak bisa tidur. Maaf repotin kamu, Mas. Aku tunggu]

Keningku kembali mengernyit. Rasa penasaran menguasai hati pada perempuan yang bernama Melinda ini. Aku menoleh menatap Mas Damar yang tengah tertidur lelap. Sudah kucoba beberapa kali pola kunci layar HP tapi tak ada yang bisa membuatnya terbuka.

Segera aku mendekat ke arah Mas Damar, pelan-pelan meraih jemarinya agar bisa membuka ponselnya lewat sidik jari. Dan ... usaha pertamaku berhasil. Dengan rasa gemuruh dalam dada, aku menjauh darinya.

Tanganku cukup gemetar dan berkeringat dingin saat membuka aplikasi berlogo hijau itu. Chat dari Mel yang kubuka pertama kali.

[Sayang, apa kamu sudah sampai?]

[Kalau sudah sampai kabari aku ya, Mas]

Dua panggilan tak terjawab.

[Mas, teleponku diangkat dong. Aku kangen, pengen dengar suara kamu]

[Mas, sedang sibuk ya?]

Dan terakhir, pesan tentang boneka barbie tadi.

Seketika embun tebal menggenang di pelupuk mataku. Rasanya panas dan hampir saja menetes. Segera kuseka butiran bening ini. Tidak, aku tidak boleh menangis.

Aku mencoba mencari tahu percakapannya yang lain rupanya Mas Damar main cukup rapi. Ia sudah menghapusnya. Tak ada balasan apapun dari Mas Damar. Beralih ke akun f******k dan messengernya, tapi tak ada yang aneh-aneh. Merenung sejenak, apa yang harus kulakukan? Tapi kalau langsung melabrak pelakor itu, rasanya tidak etis. Aku harus kumpulkan buktinya lebih dulu.

Kuembuskan nafas dalam-dalam. Mas, setega itukah kau mengkhianatiku di saat aku baru saja melahirkan anak keduamu? Sakit sekali rasanya. Nyeri usai melahirkan saja belum sepenuhnya sembuh, kini kamu menambahkan luka pengkhianatan yang begitu perih pada diri ini.

Tubuh yang begitu lelah seharian mengurus anak dan pekerjaan rumah tangga serta keperluan suami ternyata tak ada artinya lagi karena kehadiran wanita asing yang kini mengguncang ikatan suci pernikahan.

Aku tak boleh diam, harus kucari tahu walau rasanya sakit seperti tertusuk duri. Kuletakkan kembali ponsel Mas Damar di tempat semula. Sepertinya aku harus menyadap whattsappnya. Agar aku tahu percakapan Melinda dengan suamiku.

Mas Damar terbangun saat baru saja aku ingin merebahkan diri di samping Amanda.

"Lho, Dek, belum tidur? Harusnya kamu istirahat lebih cepat, kamu kan capek seharian ngurus anak-anak."

"Iya, Mas. Mataku belum ngantuk."

"Memang kenapa? Ada yang kamu pikirkan?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sartini Cilacap
Dasar suami gak tau diri istrinya baru melahirkan dia selingkuhan
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
Fir'aun bernama Damar kena KARMA lo
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Perempuan Rahasia Suamiku   73. Satu nama tetap di hati (END)

    Aku menatap layar ponsel di aplikasi marketplace. Bersyukur tiada terkira melihat banyak sekali pesanan masuk hingga ribuan paket. Ya, sangat banyak, aku sampai kewalahan, padahal waktu itu hanya mengikuti promo diskon yang diselenggarakan aplikasi merketplace online tersebut. Tiada mengira akan sebanyak ini, bahkan sampai kehabisan stock dan harus ambil ke supplier itupun berkat bantuan Mas Ranu yang mengambil ke gudangnya langsung.Tetiba sebuah tangan meraih ponselku. Aku mendongak, melihat Mas Ranu tersenyum. Mengecup keningku dengan lembut.“Pesanan sebanyak ini, sudah waktunya kamu menambah karyawan lagi, Sayang. Biar kamu gak kecapekan gini.”Aku memandangnya sambil senyum, meregangkan tubuh sejenak karena sejak ba’da isya tadi berkutat dengan membungkus paket yang tiada habisnya. Bahkan Raffa dan Amanda, Mas Ranu lah yang menidurkannya. Biar pun dia hanya ayah sambungnya, tapi ia begitu baik dan menyayangi anak-anakku dengan tulus.“Coba lihat sudah jam berapa sekarang,” ujar

  • Perempuan Rahasia Suamiku   72. Perpisahan

    Pagi buta seusai salat subuh, aku segera pulang. Pintu dibuka setelah kuketuk berkali-kali. Rupanya Melinda yang membukakan pintu. "Oh ternyata kau sudah bangun, Mel," sapaku. Wanita itu tersenyum. "Ya, Mas."Dia tampak kaku saat memandang ke arahku. Gegas aku ke kamar mandi dan bebersih diri. Tiap pagi aku harus cari tambahan uang, jadi tukang ojek dadakan untuk memenuhi semua kebutuhan hidup keluarga, meski dapat satu sampai tiga penumpang sudah alhamdulillah, bisa buat beli bensin dan kuota data.Keluar dari kamar mandi kulihat ada ibu dan Melinda yang ada di dapur. Sepertinya hendak memasak."Damar, sebelum berangkat, kau sarapan dulu. Ini sama mie telor.""Iya, Bu."Ibu menghidangkan semangkuk mie plus telor di meja. Segera kusantap dengan lahap. Sedangkan Farah, belum bangun, pintu kamarnya masih tertutup rapat."Kamu kerja lagi, Mas?" tanyanya saat aku memakai jaket hitam dan hijau itu."Ya, seperti yang kau lihat. Paling sampai jam 9 pagi. Lumayan buat tambahan. Pagi-pagi b

  • Perempuan Rahasia Suamiku   71. Derita Melinda

    Part 70“Melindaaa ...! Tunggu, Mel!” teriakku.Aku berlari mengejarnya dan berhasil menarik tangan wanita yang berambut acak-acakan itu. Tetiba ia menangis sesenggukkan. Aku tak mampu mendengar ia bicara apa. Melihatnya seperti ini hatiku teriris begitu perih. Benarkah ini Melinda yang dulu begitu cantik dan selalu ingin tampil sempurna? Kenapa kondisinya jadi makin memprihatinkan seperti ini?“Mel, kenapa kamu jadi seperti ini?”Mendadak tubuhnya merosot ke tanah, bahunya berguncang. Ia menangis begitu pilu tapi tak mau menjawab pertanyaanku.“Mel, tinggal dimana kamu sekarang?”Dia menggeleng lagi. Dan hanya menangis. Aku menatapnya nanar. Baju yang begitu kumal, tanpa mengenakan alas kaki. Rambut yang berantakan karena jarang disisir lalu, kulit yang dulu putih mulus sudah berganti coklat dan penuh kotoran, pun aroma tubuh yang tidak sedap. Dia tak berani menatapku, mungkin karena malu. Aku menoleh ke kanan dan kiri, kendaraan bermmotor hanya sesekali lewat. Banyak sekali perta

  • Perempuan Rahasia Suamiku   70. Roda berputar

    Saat ini, aku hanya seorang pengangguran, uang kompensasi yang kuterima sebagian kuberikan pada ibu, dan sebagian lagi untuk peganganku, untuk bensin dan makan di luar serta kebutuhan mendadak yang lain. Alhamdulillah, setidaknya aku merasa lega saat Farah perlahan membaik. Ia tak lagi menjerit atau berteriak histeris seperti di kampung. Ia pun mulai mau diajak mengobrol.Surat lamaran pekerjaan sudah kulayangkan ke beberapa perusahaan, tapi belum ada kejelasan. Jadi aku melamar ke tempat pekerjaan lain. “Bu, hari ini aku mau lamar kerja.”“Melamar kerja dimana?”“Di Mall Bu, kata orang sedang butuh cleaning service.”“Kamu gak apa-apa kerja begituan?”“Iya, Bu. Aku tidak apa-apa. Akan kubuang gengsi ini jauh-jauh. Dari pada nganggur, yang penting dapat penghasilan untuk memenuhi hidup kita.”“Terima kasih ya, Nak. Kamu sudah berubah sekarang, semoga Allah meridhoimu.”“Aamiin, Bu. Keadaan yang membentuk kita jadi seperti ini ya, Bu.”Ibu mengangguk seraya tersenyum simpul. Kita dide

  • Perempuan Rahasia Suamiku   69. Karma tak semanis kurma

    Sudah lebih dari satu minggu aku di rumah. Panggilan kantor tak kugubris lagi. Ini dikarenakan Farah yang sering kumat, berteriak histeris bahkan tak segan menyakiti dirinya sendiri. Ibu sudah kewalahan, selalu menangis tanpa bisa berbuat apa-apa. Apalagi akhir-akhir ini Syifana pun sering sakit-sakitan, panas dan tak berhenti menangis. Mungkin dia pun merasa terganggu dengan teriakan Farah.“Farah! Jangan seperti ini, Dek! Jangan sakiti dirimu seperti ini, Dek!” pekikku seraya mengambil cutter di tangannya. Lalu kupeluk tubuhnya yang terguncang. Kubiarkan dia memukul-mukul tubuhku. Rasanya benar-benar perih. Sangat perih melihat adikku hancur. Aku benar-benar tak tega. Wajah cantiknya sudah tak karuan. Mata merah yang sembab, bahkan rambutnya yang berantakan sungguh membuatnya sangat miris. Sudah hilang keceriaan dan semangatnya untuk hidup gara-gara lelaki biadab. Andai kutahu siapa pria yang begitu tega membuat adikku sampai seperti ini, pasti sudah kuhabisi dia.“Dek, ini adalah

  • Perempuan Rahasia Suamiku   68. Bertemu Damar

    Tetiba sebuah sentuhan lembut di pundak membuyarkan pikiranku. "Ada apa, Sayang? Kamu kenapa? Kok di sini?" tanya suara seorang laki-laki yang kini mengisi hari-hari sepiku.Aku menoleh dan menatapnya yang tengah keheranan."Mas, tadi aku lihat Melinda.""Melinda istri mantan suamimu itu? Dimana? Apa dia menyakitimu lagi?""Ah tidak-tidak. Tapi aku sungguh tak percaya dengan keadaannya sekarang.""Maksudmu?""Dia kok kayak jadi gembel ya, Mas," jawabku heran."Gembel?""Iya, tadi dia ngorek-ngorek tong sampah, Mas, sepertinya cari makanan. Jadi aku beri saja kotak nasi. Eh setelah kulihat termyata dia Melinda, dia langsung lari."Mas Ranu masih diam memperhatikanku bicara. "Penampilannya juga lusuh, kumal banget, Mas. Kasihan kalau memang benar itu Melinda.""Kenapa kasihan?""Bukannya dia masih punya bayi.""Sayang, apa kau tidak ingat dulu pernah disakiti olehnya?" pertanyaan Mas Ranu seketika membungkam mulutku."Mungkin itu bentuk teguran dari Allah agar dia sadar dan bisa berta

  • Perempuan Rahasia Suamiku   67. Pelakor kena karma

    "Ada apa, Mas?""Ada yang mengacau di toko," sahutnya. "Mereka sepertinya komplotan, security dibuat babak belur, kaca toko dihancurkan, mungkin mereka juga mengambil isinya serta uang yang masih ada di brankas kasir."Dia menghela nafas dalam-dalam. "Rampok?"Mas Ranu mengangguk. "Tapi kau tenang saja ya, nanti akan kubereskan. Aku harus berangkat sekarang, mau cek ke lokasi dulu.""Mas mau langsung pergi?""Iya."Wajah lelaki itu tampak begitu tegang. Ia meraih kunci mobil yang tergeletak di atas meja serta jaket agar tubuhnya sedikit hangat. Aku mengantarnya sampai teras depan. "Sayang ...""Ya, Mas?""Tolong jangan beri tahu ibu m3ngenai hal ini, aku takut beliau drop lagi. Bilang saja aku ada urusan di Butik yang gak bisa ditinggal," ujar Mas Ranu kemudian."Iya, Mas.""Maaf ya.""Tidak apa-apa, Mas, semoga masalahnya cepat selesai ya, Mas.""Terima kasih, Wulan." Aku meraih punggung tangannya lalu menciumnya dengan takdzim. "Mas, hati-hati.""Iya, Sayang. Makasih ya. Kau tena

  • Perempuan Rahasia Suamiku   66. Hadiah istimewa

    “Aku mencintaimu, Wulan. Mari kita raih bahagia bersama,” ujarnya lembut.Aku mengangguk lagi, entah mulai dari mana bunga-bunga cinta ini hadir dalam hatiku. Saat bersamanya terasa begitu damai juga nyaman.Ting ting ting, denting suara notifikasi pesan WA membuyarkan kami. Aku menatap ponselku yang menyala dan berkedip-kedip sebagai tanda banyak pesan yang masuk.“Handphonemu bunyi, Wulan, coba dilihat dulu, mungkin ada yang penting,” ujar Mas Ranu. “Iya, Mas. Emmh aku sekalian mau ganti baju dulu,” jawabku kikuk. Mas Ranu mengangguk sambil tersenyum melihat salah tingkahku. Dia duduk di bibir ranjang sembari terus memperhatikanku.Aku membuka pesan yang dikirim oleh Naima. [Wulan, jangan lupa kado dariku dibuka dulu. Kadonya sudah kutaruh di dekat lampu tidur][Kau harus tampil cantik dan mempesona di hadapan suamimu][Semangat ya Wulan, semoga malam pertamamu dilalui dengan indah][Aku yakin, Mas Ranu takkan mungkin mengecewakanmu. Dia kalau sudah jatuh cinta, pasti bakalan cin

  • Perempuan Rahasia Suamiku   65. Malam Spesial

    Satu hari yang begitu istimewa, acara demi acara terlewati dengan baik. Aku tak menyangka, banyak tamu undangan yang pada hadir. Rasanya seperti mimpi, aku menikah lagi bahkan dibuatkan pesta semeriah ini. "Terima kasih ya sudah mau jadi istriku," ujarnya sambil tersenyum. Aku mengangguk. Tak lama Mas Ranu mengecup keningku dengan lembut. "Hari ini kita pulang ke rumah ya, ya menginaplah selama beberapa hari setelah itu terserah kamu mau tinggal dimana," ucapnya lagi."Iya, Mas."Malam harinya, setelah pernikahan selesai, kami langsung dibawa pulang ke rumah Mas Ranu. Selama jalannya acara, anak-anak juga tak menangis, mereka bersama Naima juga ibu."Ranu, Wulan, kalian istirahatlah. Raffa dan Amanda biar Bik Waroh yang mengurusnya," ujar ibu. Di sampingnya sudah berdiri wanita yang berumur 45 tahunan, tersenyum ke arah kami.Aku menghampiri Amanda yang masih digendong oleh Naima. Dia tengah tertidur pulas. Kuciumi sebentar gadis mungilku ini. Sementara Raffa tengah duduk di sofa,

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status