Share

4. Sadap WA suami

Part 4

"Memang kenapa? Ada yang kamu pikirkan?"

Aku terdiam sejenak, menatap matanya. Tak ada perasaan bersalah sedikitpun dari pancaran matanya. Mas Damar pintar sekali menyembunyikan rahasia.

"Enggak. Cuma tadi aku habis nonton drama. Ceritanya itu bikin nyesek di hati. Sampai sekarang gak ilang-ilang," sahutku kemudian.

"Cerita apaan emang sampai membuatmu seperti ini?"

"Cerita layangan putus. Suami yang ditemani dari nol ternyata berkhianat dengan perempuan lain."

Mendengar jawabanku, Mas Damar terdiam. Apa jawabanku cukup menyindirnya?

Dia beranjak duduk. "Sayang, lebih baik jangan nonton drama seperti itu lagi, tak baik efeknya. Kamu jadi curiga kan sama suami sendiri?"

"Ya soalnya seru banget, Mas. Suami yang begitu sayang dan setia tapi nyatanya bermain di belakangnya."

"Sudahlah, tak perlu membahas sinetron. Tidur yuk, tubuhmu butuh istirahat lho."

Aku mengangguk lemah. Rapi sekali kamu bersandiwara, Mas.

***

"Iya, nanti kuusahakan ya. Kamu tahu sendiri kan aku sudah cuti tiga hari, tidak mungkin bisa lebih dari itu, kerjaanku terbengkalai," ucap Mas Damar di seberang telepon.

Aku masih mencuri dengar, pagi-pagi sekali Mas Damar menerima telepon, entah dari siapa, pasti dari Melinda.

Pura-pura aku tak mendengar, sembari bermain dengan bayiku.

"Telepon dari siapa, Mas?" tanyaku.

"Dari teman kantor, Dek," sahut Mas Damar. "Aku langsung berangkat ya!"

"Gak sarapan dulu, Mas?"

"Gak sempat, Dek. Nanti aku makan di kantin saja. Dan kemungkinan aku lembur, pulang malam. Kamu tidak perlu nungguin aku ya."

Aku mengangguk.

"Oh ya Dek, apa tadi kau buka-buka handphoneku?"

"Iya, Mas, tadi aku mau nebeng wifi tapi gak jadi soalnya gak bisa buka, gak tau kodenya. Kok sekarang hp mas dikunci sih? Kenapa? Ada privacy ya?" kilahku.

Mas Damar tampak gugup. "Eh, enggak Dek. Kemarin tuh Farah jail buka-buka HP mas terus jadi terpaksa aku kunci layarnya."

"Oh."

"Kamu kehabisan kuota ya? Nanti aku belikan paket datanya ya."

"Uang mentahannya saja sini, Mas, biar aku beli sendiri di counter. Sekalian uang belanja ya, Mas, aku pengen beli ayam buat masak ayam goreng kesukaan Raffa."

Lelaki itu tersenyum. "Iya, sayang." Mas Damar menyerahkan 3 lembar uang seratus ribuan.

"Segini cukup kan?"

Aku mengangguk. Tanpa banyak bicara lagi, Mas Damar bergegas pergi dengan mobilnya menuju ke kantor tempatnya bekerja. Untung saja, aplikasi WA-nya sudah kusadap pagi tadi sebelum Mas Damar terbangun.

Setelah kepergian suamiku, aku menyiapkan Raffa yang akan berangkat sekolah TK. Biasanya aku mengantarnya jalan kaki, lalu kutitipkan dia di sekolah pada gurunya, aku pulang lagi karena masih harus berkutat dengan segudang pekerjaan dan bayi kami. Untunglah, Raffa tak rewel, sekolah TK-nya pun tak terlalu jauh.

"Eh Bu Wulan, gimana kabarnya? Kayaknya tambah sibuk aja sekarang?" sapa salah seorang ibu-ibu yang juga tengah mengantar anaknya sekolah.

"Alhamdulillah, Bu. Iya, sibuk ada baby."

"Bu Wulan, meskipun habis melahirkan dan sibuk ngurus anak, tapi kita perlu juga merawat diri lho, biar tetap tampil cantik di depan suami. Ih amit-amit ya jangan sampai suami malah diambil pelakor karena kita cuek sama penampilan."

Aku tersenyum, ucapan ibu itu lagi ada benarnya juga. Di sampingnya ada Mbak Rasti yang menyikutnya. Entah mungkin mereka tengah bergosip membicarakanku. Selama ini memang aku terlalu berpakaian sederhana dan seadanya saja toh Mas Damar tak pernah komplen dengan penampilanku. Ia tetap memperlakukanku dengan istimewa. Tapi semua itu berubah sejak ada perempuan bernama Melinda itu. Wanita masa lalu Mas Damar.

"Maaf ya Bu Wulan, saya bilang seperti ini karena Bu Wulan ini kan masih muda, cantik apalagi kalau ke salon, pasti jadi makin cantik, jadi Pak Damar makin betah deh di rumah. Suami kerja itu buat kita, jadi manfaatin aja!" selorohnya sambil tertawa.

Aku mengangguk lagi sembari mengulum senyum. Memang harusnya aku menjaga penampilan agar tetap cantik. Aku yang terlalu sibuk dengan pekerjaan rumah, hingga cuek pada diri sendiri.

Selama ini aku tak pernah menghambur-hamburkan uang suami. Karena merasa kasihan pada Mas Damar yang sudah bekerja keras, jadi lebih baik aku menyisihkan uang sisa belanja untuk ditabung, biar bisa digunakan bila ada keperluan mendesak. Itu yang dipikiranku selama ini, tapi sepertinya pola pikirku harus diubah karena hal ini.

Kubuka aplikasi WA ku dan tertegun melihat story WA adik ipar.

[Senangnya dibelanjain banyak barang sama kakak ipar]

Statusnya disertai foto aneka barang, baju, celana, tas juga sandal. Aku tersenyum masam, jadi ini cara Melinda mengambil hati keluarga suami?

[Kapan-kapan kita jalan-jalan lagi ya, Mbak. Terima kasih banyak udah manjain adikmu satu ini]

Aku tersenyum masam. Bahkan adik suamiku tak menganggapku ada justru menganggap orang lain sebagai kakak iparnya.

[Kakak ipar? Maksudnya siapa ya, Farah? Mbak kan ada di sini?]

Balasku pada statusnya. Farah tampak mengetik balasan.

[Ini tetangga yang kemarin tunangan mbak, kami dekat, jadi aku manggilnya kakak ipar]

Farah mengirimkan balasan lagi. Entah benar atau tidak, tapi hal itu makin membuatku curiga.

[Namanya siapa, Farah?]

[Mbak Meli] jawabnya singkat.

Aku beralih akun WA. Kuperiksa whattsap yang sudah kusadap. Dengan dada berdebar lebih kencang, lagi-lagi perempuan bernama Mel yang instens sekali menghubungi Mas Damar.

[Mas, nanti sore jadi kesini kan? Aku tunggu lho]

[Iya. Kamu mau dibelikan apa?] Balas Mas Damar singkat.

[Kalau gitu aku mau pizza ukuran jumbo itu ya, Mas. Buat makan malam kita nanti. Jangan lupa baju dan tas yang aku pengen kemarin, sama mainan baru buat Lola]

[Oke. Nanti aku mampir ke toko dulu]

Dada makin berdebar dengan kencang melihat percakapan mereka. Sakit, tentu saja. Air mata ini hampir saja menetes. Tapi anak-anak masih butuh kekuatanku.

Baiklah, Mas, diam-diam kau mengkhianatiku. Diam-diam juga aku akan membuatmu menyesal. Akan kubuat kamu bangkrut, Mas! Bolehlah kau pergi bersama wanita lain. Tapi, mulailah lagi dari nol. Mungkin aku matrealistis, tapi aku juga harus realistis. Anak-anak masih membutuhkan biaya yang besar. Dan aku harus berjuang sendirian itu pasti rasanya sangat sulit.

***

[Sayang, maaf ... Mas gak jadi pulang cepat. Hari ini Mas lembur banyak pekerjaan, harus selesai malam ini juga, paling cepat mas pulang jam 12 malam]

Mas Damar mengirimiku pesan. Aku menatap jam bundar yang bertengger di dinding waktu masih menunjukkan pukul 9 malam.

[Bilang juga ke Raffa, belum bisa beliin mainan kereta Thomas. Nanti kalau weekend, kita jalan-jalan ya, biar kamu dan Raffa pilih sendiri apa yang kalian suka]

[Iya mas, tidak apa-apa. Kalau pulang hati-hati di jalan] balasku meski tangan gemetaran.

[Iya sayang, I Love You. Jangan tunggu mas, kau tidur duluan saja. Jaga anak baik-baik ya]

Aku tersenyum masam. Dulu, aku pasti sangat senang membaca kata i love you darinya, tapi sekarang rasanya begitu muak. Kata itu juga mungkin diucapkannya pada Melinda. Dasar lelaki buaya. Entah sejak kapan Mas Damar berubah seperti ini, bahkan aku tak menyadarinya.

Tak ada pesan WA darinya lagi. Pesan itupun dikirim 1 jam lalu. Memang tidak biasanya seperti ini. Walaupun ada lembur, paling telat dia akan pulang jam 8 malam lalu membawa sebagian pekerjaannya yang belum selesai itu ke rumah. Aku yang selalu menemaninya lembur di rumah, dan membuatkannya segelas kopi. Tapi sekarang ... ada perempuan lain yang juga tengah menunggu kedatangannya.

Aku terhenyak membaca chat yang masuk di nomor suami yang kusadap.

[Mas, sudah sampai mana?] Pesan dari Mel.

[Bentar lagi sampai] balas Mas Damar. Seketika membuat hati ini sakit.

Kamu jahat, Mas!

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
bereskan apa yang pantas menjadi hakmu Mbak Wulan juga milik hak anak anak Gila itu laki-laki menjandakan istri sah demi JANDA gatel
goodnovel comment avatar
Ida Nurjanah
Sakit hati ini ,turut merasakan .....gemes pingin kusunat aja lgi burung laki nya pke golok but motong badak cula .
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status