Home / Rumah Tangga / Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah / Bab 6 Kembali ke Rumah Mertua

Share

Bab 6 Kembali ke Rumah Mertua

Author: yukitahepi
last update Last Updated: 2022-09-30 12:35:28

“Ya ampun Lala … kamu kemana aja sih? Rumah ini sepi tanpa kamu?” Teriakan kegirangan Yuni menyambut begitu kakiku menyentuh lantai teras. 

“Iya ih kamu liburannya lama-lama amat sih. Uangku nyaris habis karena tiap hari harus makan di luar.”

“Kamarku udah nggak nyaman seminggu nggak dipel.”

“Ih kok sama sih, bajuku sampe habis lho seminggu nggak nyuci.”

“Itu belum seberapa, kamar Mama udah kayak kapal Titanic pecah plus ketumpahan air got. Ah untunglah kamu sekarang udah datang, La. Langsung aja ya, kami mau istirahat dulu. Dadah, Lalaa!”

Meriah sekali sambutan ipar kembarku itu. Mereka kegirangan karena pembantu gratisnya sudah kembali ke rumah ini. Aku hanya menarik napas panjang, sudah kebayang seberapa kacaunya rumah ini tanpa kehadiranku.

Mas Agi hanya menatapku dengan pandangan yang susah ditebak. Dia mengambil Yusril agar aku leluasa bekerja. Apa dia baru menyadari arti istrinya di mata saudari kembarnya? hanya seorang pembantu. Apa dia keberatan atau tak berdaya atau apa, aku tak bisa menebaknya.

Mas Doni keluar kamar karena kegaduhan istri dan saudarinya. Sudut bibirnya terangkat sedikit dengan sorot mata menyipit. Dalam hati aku beristighfar banyak-banyak. Nampaknya serigala itu masih penasaran karena mangsanya berhasil kabur. Tanpa sadar aku bergidik.

‘Sabar, Lala. Kamu tak boleh gentar. Kamu sudah dibekali ilmu beladiri sama Wak Haji. Lagi pula kamu di rumah ini hanya sebentar saja.’ Aku bicara pada diri sendiri. Tekadku sudah bulat untuk bicara sama Mas Agi secepatnya.

“Ngapain sih ngelamun, cepetan kerja sana. Pasti bingung kan mau mulai dari mana dulu? Haha ….”

“Makanya lain kali kalau mau liburan jangan kelamaan dong.”

Tak kuhiraukan ocehan ipar kembar. Aku segera menemui Mama di kamarnya. 

Hampir saja aku muntah karena bau yang sangat menyengat, tapi kutahan saat melihat Mama tersenyum ke arahku sambil meneteskan air mata.

“Maafin Lala lama ninggalin Mama ya.” Air mataku mengalir melihat kondisi kamar dan badan Mama. 

Tanpa banyak bicara aku segera membereskan kamar, memandikan Mama, lalu menyuapinya bubur sumsum yang kubikin secara kilat. Kata dokter seharusnya Mama mendapat perawatan khusus untuk memperbesar peluang sembuhnya. Tapi anak-anak Mama selalu beralasan tak ada uang.

“Uang dari mana buat nyewa perawat? Lagian kan Mama memang sudah tua, ya wajar aja kalau sakit.” Yani berargumentasi saat aku menyampaikan perkataan dokter.

“Dirawat sama kamu juga udah cukup kali, La. Nggak ada bedanya kan dengan dirawat sama perawat. Gitu-gitu juga.” Yuni menimpali. Aku hanya menghela napas berat. Andai aku memiliki uang, tak kan kubiarkan Mama tanpa perawatan memadai seperti ini.

Setelah Mama terlihat kenyang aku kembali ke dapur. Bingung harus mulai dari mana, wastapel penuh dengan wadah kotor yang sudah mengering. Lantai lengket campuran debu dan tumpahan makanan. Baju kotor menggunung di semua penjuru dapur. Tempat sampah mengeluarkan belatung. Parah.

Pukul Sembilan malam semua pekerjaan akhirnya selesai, saatnya istirahat. Besok pagi aku harus ke pasar dan masak spesial karena suami Yani akan pulang. Sepenuh hati aku berharap semoga suami Yani orangnya baik. Nggak kebayang kalau dia punya perangai buruk makin terancamlah diriku.

***

Selesai masak aku leyeh-leyeh di tengah rumah sambil ngajak main Yusril. Mas Agi juga ikutan ngajak main anaknya. Nampaknya ini waktuku untuk berbicara. Lebih cepat lebih baik.

“Ehem, Mas, aku mau bicara.”

“Apa?”

“Ada tawaran jadi TKW, gajinya bagus.”

“Terus?”

“Kalau kamu ngasih izin aku mau berangkat. Kerjanya jadi perawat orang sakit.”

“Jauh-jauh ngerawat orang tapi mertua sendiri ditinggalin. Aku nggak ngizinin. Lagi pula Yusril siapa yang jaga nanti? aku nggak sanggup.” Mas Agi berkata ketus.

“Ibu sudah menyanggupi buat jaga Yusril, Mas. Aku bisa ikut nyumbang untuk nyewa perawat buat Mama. Gajiku nanti kamu tabung biar kita bisa punya tempat tinggal sendiri, Mas. Masa Mas tega sih kita selamanya tak punya kamar. Biar semuanya aku yang urus, aku hanya meminta izin dan restu darimu.” Aku mencoba membujuk suamiku. 

“Yah, kalau seperti itu bolehlah aku kasih izin. Tapi kamu harus penuhi janjimu ya untuk menyewakan perawat untuk Mama.” 

Di antara anak-anak Mama sepertinya Mas Agi yang paling perhatian pada kondisi Mama. Sayang sekali dia laki-laki  jadi tak bisa telaten seperti perempuan.

“Makasih ya, Mas. Kalau gitu aku akan bicara sama Mama terus mempersiapkan semuanya secepatnya. Menjadi TKW dua tahun untuk kebahagiaan yang lebih lama aku rasa sanggup.”

“Apa? Siapa yang mau jadi TKW?” entah kapan masuk rumahnya tiba-tiba Yani dan Yuni kompak berteriak.

Mas Agi menjelaskan semuanya termasuk janjiku untuk menyewa perawat untuk Mama.

“Aku tetep tak setuju, perawat hanya akan merawat Mama. Dia tak mungkin masak dan beres-beres rumah juga kan?”

“Kan bisa sama-sama dikerjakannya, Yun. Kalau dikerjakan tiap hari nggak akan berat, kok.” Aku berusaha menyabar-nyabarkan diri. Enak aja nganggap aku pembantu.

“Aku nggak mau, bisa kasar tanganku kalau mengerjakan pekerjaan kasar macam babu.”

“Aku juga nggak mau. Aku sibuk sama bisnis online. Apalagi kalau Mas Adil pulang besok, aku pasti sibuk nemenin dia jalan-jalan.” Yani sama saja. 

“Pokoknya kami nggak ngasih izin Lala buat jadi TKW, titik.”

 Memangnya siapa yang minta izin sama kalian, batinku gemas.  Lebih gemas lagi saat melihat mulut Mas Agi yang baru bicara beberapa kata langsung mingkem lagi karena disindir adik kembarnya sebagai benalu di rumah Mama.

“Kami cuma mau ngsih izin kalau Lala mau nyewakan perawat sama pembantu, titik lagi!” 

Enak aja, habis dong gajiku kalau begitu. 

Saat istikharah aku diberi kemantapan hati oleh Allah untuk mengambil keputusan ini. Jika Dia meridloi jalanku ini pasti Dia sendiri yang akan membukakan jalan keluarnya. Dengan pemikiran seperti ini hatiku menjadi lebih tenang. Aku akan bicara sama Mama pelan-pelan. 

Saat aku menyuapi sarapan untuk Mama, aku sempat berbicara mengenai rencanaku untuk menjadi TKW. Mama tersenyum dan beliau mendukung rencanaku. 

“Pergilah, Sayang. Doa Mama selalu menyertaimu. Kamu sungguh orang yang sangat baik, insya Allah akan dipertemukan dengan orang baik pula.” Kami berpelukan sambil bertangisan. 

Mataku berkaca-kaca. Tak mengira akan semudah itu Mama mengizinkan. 

“Lala janji akan mencarikan perawat yang baik dan telaten untuk merawat Mama. Lala punya teman sekolah yang sekarang sudah jadi perawat. Dia orangnya lembut dan baik hati.”

“Alhamdulillah. Dia pasti selembut dan sebaik temannya yang merawat Mama sekarang.” Kata Mama sambil mengerling padaku. 

Aku tersenyum menanggapi godaan Mama. Ah, sebenarnya berat hatiku untuk meninggalkan mertua baik hati seperti ini. Tapi aku tak punya pilihan kan?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 138 Pesantren Gratis dari Suami Sultanku (TAMAT)

    “Aku enggak butuh tanah seluas ini, ya Habibi. Aku tahu uangmu tak berseri. Tapi jangan hamburkan untuk sesuatu yang sia-sia.” Suamiku mengusap-usap tanganku yang memegang lengannya.“Kalau aku tetap mau membelinya, gimana?” senyumnya dengan alis dinaik-turunkan untuk menggodaku.Ah, kadang-kadang sultan Arab ini nyebelin juga. Eh, tapi masa mau dibeliin tanah sepuluh hektar dibilang nyebelin. Tapi buat apa tanah seluas itu coba? Siapa yang mau ngurus?Aku menyimpan nomor ponsel yang tertera atas perintah suamiku tercinta sambil cemberut. Dia malah tertawa sambil mengecup bibirku dan membuat mataku melotot. Kan malu kalau ada orang yang melihat.“Bagaimana menurutmu bila di tempat ini kita bangun sebuah pesantren? Anak-anak akan belajar di sini dengan fasilitas yang baik tanpa dipungut bayaran sepeser pun?”Aku menatap matanya lekat. Itu adalah impian selintasku dulu sekali yang bahkan tak pernah berani kukatakan pada siapa pun. Impian yang muncul saat membaca tentang pesantren tahfidz

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 137 Ratu Sehari, Istri Sultan Selamanya

    Setelah walimah kami memutuskan tinggal di rumah baru kami dengan status visa suami sebagai wisatawan. Setelah masa berlaku bisa hampir habis baru akan kami pikirkan rencana selanjutnya, apakah memperpanjang visa suami atau kami kembali ke kota Madinah. Beliau tak perlu khawatir dengan bisnisnya karena punya beberapa orang kepercayaan. Ada orang yang khusus mengelola hotel, juga ada yang khusus mengelola kebun kurma. Istilahnya mungkin bisnis jalan tapi ownernya jalan-jalan. Ibu, Lina dan Yusril senang sekali bisa berkumpul setiap hari setelah berpisah sekian lama. Rumah kami sekarang selalu hangat dengan kasih sayang dan gelak tawa.“Ucil senang sekali sekarang Ucil bisa main sama Bubu tiap hari. Sama Baba juga Ucil suka main kuda-kudaan.”Anakku selalu riang gembira. Berpindah-pindah dari pangkuanku, ke pangkuan ayah sambungnya, lalu ke pangkuan Ibu, juga ke pangkuan Lina. Dia seolah sedang memuaskan dirinya bermain bersama semua orang yang menyayanginya. Setiap waktu salat dia aka

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 138 Bertemu Mantan Suami di Pelaminan

    Menjelang Ashar tamu masih berdatangan satu-satu. Tapi kami sudah terlalu lelah dan pamit masuk ke rumah untuk beristirahat. Di tenda luar dan ruang tamu masih ada Ibu dan Uwa yang bisa mewakili kami menerima tamu. Kecuali tamu spesial maka kami akan menemuinya sebentar.Saat masuk kamar mataku membola melihat ke arah tempat tidur kami. Besar sekali ukuran kasur ini. Lalu tiba-tiba aku menyadari sesuatu, suamiku yang berbadan lebih tinggi dari orang Indonesia pasti merasa tak nyaman saat tidur di kasurku. aku merasa bersalah tetapi dia tak protes. Subhanallah, manisnya suamiku."Ekhem, sudah tak sabar menunggu malam, ya Habibati? Lihat kasur terus." Sebuah suara dengan nada menggoda berbisik di telingaku membuat wajahku memerah. "Apaan sih, enggak kok. Aku hanya baru sadar kasur di kamarku kecil banget buatmu. Maaf ya, Habibi, aku kurang peka." Suamiku hanya tersenyum. Dia memang selalu tidur lebih akhir dan bangun lebih awal sehingga aku tak menyadarinya."Mari kubantu melepas baju

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 137 Para Gadis yang Antre

    Akhirnya tiba juga hari ini. Menjadi ratu sehari dalam pernikahan kedua. Kami duduk di pelaminan yang didekorasi indah di halaman rumah kami yang luas. Aku mengenakan gaun pengantin putih cantik yang dikirim memakai cargo dari Arab sana. Suamiku yang gagah terlihat makin memesona dalam balutan baju pengantin warna putih senada dengan gaunku. Aku di-make up minimalis saja. Ibu dan Wak Endo duduk mendampingi kami. Yusril bergabung bersama kami sebentar tapi kemudian bosan dan memilih main bersama sepupunya."Istriku cantik sekali, Masya Allah. Inginnya kusembunyikan saja di kamar," komentar suamiku saat melihatku selesai didandani."Aku juga malu sekali buat duduk di pelaminan. Betul katamu, sebaiknya aku ngumpet di kamar.""Haha aku bercanda, ya Habibati. Kita harus tetap duduk untuk menyalami tamu. Seperti adat di sini. Lagi pula kelihatannya tamu-tamu di sini sopan-sopan pakaian dan perilakunya."Panggung hiburan berdiri kokoh di sebelah kanan gerbang. Siapa pun boleh ikut berpartisi

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 136 Kehebohan di Dapur Ibu

    Hari ini merupakan salah satu hari paling bahagia dalam hidup Ibuku, dan melihat kebahagiaan beliau adalah salah satu kebahagiaan terbesarku. Sebenarnya aku malu bila harus dipajang lagi di pelaminan sebagai mempelai. Tetapi Ibu ingin berbagi kebahagiaan kami dengan seluruh warga kampung dan kerabat kami, maka aku pun memenuhi keinginannya dengan mengadakan walimah yang meriah untuk ukuran kami.Dua hari sebelum hari-H Alhamdulillah rumah baru kami sudah selesai dibangun dan siap digunakan untuk resepsi. Masjid kampung kami pun meski belum selesai dibangun tapi sudah nampak bangunan utuhnya yang megah. Sehingga kami tidak terlalu merasa bersalah bila memiliki rumah megah tapi masjid diabaikan.Kami memilih tidak memakai jasa catering, dan memberikan kesempatan pada para tetangga untuk berpartisifasi. Para tetangga pun dengan senang hati berkumpul di dapur Ibu untuk membantu memasak. Kue-kue tradisional yang lezat-lezat memenuhi ruang keluarga rumah kontrakan Ibu sejak malam. Sementara

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 135 Bertemu Mantan Ipar Kembar

    Entah berapa lama aku terjebak di sini hingga tiba-tiba semua orang terdiam dan melihat ke arah yang sama. Aku yang tengah menunduk jadi bingung dan ikut melihat arah tatapan mereka.“Masya Allah Nabi Yusuf lewat.”“Masya Allah ada malaikat di kampung kita.”"Lihat punggungnya, jangan-jangan dia punya sayap."Pria macho dengan wajah ganteng itu kaget sebentar saat melihat gerombolan ibu-ibu, tapi kemudian dengan tenang melewati mereka. Tanpa memandang dan tanpa senyum hanya mengucapkan assalamualaikum dengan suara tegas penuh kharisma. Di Arab sana pasti tak pernah ditemuinya gerombolan ibu-ibu nangkring sore-sore. Aku geleng-geleng kepala saat para ABG putri diam-diam mengambil foto Mister Halim.Menjelang Jum'atan aku sudah siap berangkat bersama Lina menuju rumah mantan mertua. Mengantarkan kartu undangan sebagai alasanku untuk bersilaturahim dengan beliau. Sebenarnya aku kangen sekali dengan mantan mertua yang baik hati itu. Tapi hati selalu bimbang setiap mengingat kemungkinan aka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status