Kenzi yang merasa bosan di rumah memilih keluar untuk berjalan-jalan. Karena sering datang ke sini ia jadi tahu tempat-tempat makan maupun keramaian yang hendak di tuju.
Ia mengeluarkan mobil aston martin milik Darren, dengan atap terbuka ia ingin menghirup udara segar perancis.Celana jeans hitam di padu dengan kaos tanpa lengan bertopi membuat otot pria itu menyembul sempurna. Membuat wanita yang melihatnya seolah terhipnotis. Kenzi memang sedikit narsis dan paling tahu caranya di puja oleh wanita."Dasar wanita! Tidak bisa melihat yang berotot, mata mereka akan teralihkan." Dia mengoceh sendiri sampai tidak terlalu fokus pada jalan di depannya hingga."Kenra, jangan lari...!"BrakTubuh gadis berambut kepang dua itu terpental karena tertabrak oleh sisi depan mobil yang dikendarai oleh Kenzi.Saat ini jadwal pulang anak sekolah, mereka sedang menunggu bus menjemput sampai akhirnya Kenra yang tidak sadar ada mobil yang sudah dekat hingga ia berlari menghampiri Petra."Kenra, Kenra! Bangun!" Petra tampak panik, ia langsung memangku tubuh mungil yang sudah tidak sadarkan diri. Tak ayal dirinya pun menangis.Sedangkan Kenzi yang sudah keluar dari mobilnya tampak syock, tak percaya ia baru saja menabrak anak kecil yang hendak menyeberang jalan.Dari kerumunan anak-anak muncullah sesosok guru dan langsung berteriak."Cepat bawa ke rumah sakit!"Petra pun tersadar dan mengangkat tubuh Kenra secepat mungkin."Naik mobil ini!" teriak guru itu karena melihat Petra tampak bingung.Kenzi yang melihat sang guru menunjuk mobilnya segera membukakan pintu mobil. Petra duduk di belakang dan guru wanita tersebut duduk di samping kemudi.Kenzi pun segera naik dan menjalankan mobil menuju rumah sakit terdekat. Tak dipungkiri ia merasa buruk saat ini.Sampai di rumah sakit, Kenra segera ditangani oleh dokter."Tuan Petra tolong hubungi mommynya, saya lupa membawa ponsel," ucap sang guru saat menyadari tidak ada benda itu di dalam tasnya.Petra mengangguk lalu merogoh ponselnya dan segera melakukan panggilan pada Ralin."Nona Ralin!" Victoria tersenyum menghampiri mejanya tak lupa dua acungan jempol ia hadiahkan pada Ralin, "Aku sempat takut kalau Tuan Darren akan menolak rancanganmu.""Aku juga sempat berpikir seperti itu," balas Ralin seraya tersenyum.Keduanya memang cepat akrab meski baru seminggu Ralin bekerja di perusahaan ini.Sesaat kemudian wajah Ralin berubah sendu."Hei, harusnya Kau bahagia, bukannya ini impianmu, bisa bekerja di perusahaan ternama?" tegur Victoria."Aku hanya tidak menyangka, mungkin ini bagian dari doa putriku. Ah, aku jadi merindukannya." Ingatan Ralin terlempar pada Kenra. Pasti saat ini putrinya itu sudah pulang ke rumah Nenek Rose. Pikirnya."Dia pasti cantik sepertimu, aku jadi tidak sabar bertemu dengannya, bagaimana kalau wekeend ini kita hangout?""Ide bagus." Ralin setuju, "aku juga ingin dia mengenal teman-temanku," lanjutnya kemudian sampai dering panggilan mengalihkan perhatiannya."Petra""Ralin, aku pergi dulu, sampai jumpa saat makan siang!" Victoria meninggalkannya saat Ralin belum lagi menjawab panggilan dari temannya itu."Halo, Pet! Jangan bilang Kenra membuat ulah lagi?" Ralin langsung menebak untuk apa Petra menghubunginya. Kenra memang kadang suka jahil."Ralin, Kenra kecelakaan dan sekarang ada di rumah sakit," ucap Petra mencoba setenang mungkin.Nafas Ralin seakan terhenti di tenggorokan sampai kemudian air matanya lolos begitu saja."Cepatlah datang, dia, masih diperiksa oleh dokter!" pinta Petra.Ralin segera mengantongi ponselnya, ia menyambar tas lalu keluar dari ruangan, naik ke lantai lima di mana ruangan CEO dan Victoria berada beserta para petinggi perusahaan.Hah hah hahIa terlihat ngos-ngosan saat sampai di ruangan Victoria, gadis itu menatapnya heran."To-long katakan pada Tuan Darren, aku permisi!" kata Ralin cepat."Tuan Darren sedang keluar, aku akan menghubunginya sebentar." Alih-alih bertanya ada apa, Victoria segera menghubungi nomor Darren."Tidak di jawab," katanya dengan raut wajah tidak tega, "apa yang terjadi, Ralin?""Putriku masuk rumah sakit," katanya seraya menangis kembali.Victoria menutup mulutnya tak percaya, baru saja mereka membicarakan tentang anak itu."Aku akan pergi, tolong sampaikan pada Tuan Darren!" kata Ralin lagi. Victoria mengangguk mengiyakan.Ralin segera pergi, beruntung ada taksi yang kebetulan sedang membawa seseorang ke perusahaan itu. Ralin segera menaikinya ke rumah sakit.Rupanya hal itu terlihat oleh Darren yang baru saja kembali dari luar, ia menatap kepergian Ralin yang terkesan buru-buru.Di Rumah sakitKenzi baru saja mendapat telpon dari Bibinya, ibu dari Darren. Wanita itu minta di antar ke pertemuan karena sopirnya sedang cuti.Kenzi menghampiri guru wanita itu."Permisi, saya yang menabrak korban tadi," kata Kenzi mengakui kesalahannya, "saya harus segera pergi, tapi saya akan bertanggung jawab. Untuk biaya pengobatan anda bisa menghubungi saya ke nomor ini." Baru saja guru tersebut ingin mengambil kartu nama Kenzi tiba-tiba Petra muncul dan...Bugh bugh"Brengsek! Kau tidak menggunakan matamu saat mengendarai mobil," umpatnya.Bugh bugh"Hei, hentikan! Ini rumah sakit," pekik dokter yang menangani Kenra tadi.Petra melepaskan cengkeraman tangannya di kerah baju Kenzi, sedangkan pria itu tertunduk meringis sambil menyentuh ujung bibirnya yang berdarah. Empat kali Petra meninju wajahnya."Dokter, bagaimana keadaannya?" tanya sang guru setelah kedua pria itu diam.Sang dokter menghela napas, "Tangan kanannya mengalami patah tulang, selebihnya hanya lecet di luar, ia belum sadar." Dokter memberitahukan kondisi Kenra.Petra meninju dinding rumah sakit, kesal karena tidak bisa menahan Kenra saat menyeberang jalan.Sepeninggal Petra dan guru tersebut, Kenzi berbicara dengan dokter, mengenai biaya pengobatan anak itu, ia akan bertanggung jawab sepenuhnya. Kenzi memberikan lagi satu kartu namanya.Dokter tersebut mengangguk, "Saya akan bicarakan dengan keluarga korban," katanya."Terimakasih, Dok! Saya permisi!" Kenzi tidak bisa berlama-lama lagi, dia janji pada dirinya akan menjenguk anak itu besok.Baru saja mobil Kenzi keluar dari pelataran rumah sakit, taksi yang ditumpangi oleh Ralin pun sampai. Wanita itu lantas membayar ongkos taksi dan segera berlari ke dalam."Pasien, anak kecil," ucap Ralin pada resepsionis. Saking paniknya sampai-sampai pertanyaannya tidak lengkap."Anak TK Flowers?" Untung resepsionis tersebut mengerti."Ya, ya benar," katanya cepat."Silahkan, Nona berjalan lurus lalu belok kiri, Ruang Apel nomor lima."Ralin berterimakasih dan langsung mengikuti petunjuk resepsionis itu, tidak sulit mencari ruangannya.Ceklek"Kenra sayang!" Ralin berhambur menghampiri sang putri yang masih terpejam, dia mengabaikan Petra dan gurunya. Memeluk sebentar tubuh mungil itu lalu mengecup pipinya."Kenapa Kenra bisa kecelakaan, Miss?" Ralin membalik tubuhnya menghadap teman dan guru putrinya tersebut."Kenra berlari saat ingin menyeberang tanpa melihat ada mobil yang akan lewat," jelas Bu Guru tersebut."Ini salahku, tak bisa menahan Kenra saat itu." Petra ikut menyahut."Tuan Petra, tidak baik menyalahkan diri. Ini sudah terjadi, lebih baik pikirkan kesembuhan Kenra." Guru tersebut tidak setuju dengan Petra yang merasa bersalah.Ralin setuju dengan pendapat sang guru.Keduanya pun pamit pergi meninggalkan Ralin dan Kenra di dalam. Sudah dua puluh menit berlalu, namun Kenra belum membuka matanya sehingga membuat Ralin semakin cemas.Pintu dibuka dari luar, dokter yang menangani Kenra masuk ke dalam bersama dokter lain."Dokter, saya ibunya, bagaimana kondisi putri saya?" Ralin langsung bertanya."Oh, kebetulan sekali," kata sang dokter, "Begini Nyonya, tangan kanan pasien mengalami patah tulang," ucap sang dokter.Ralin menutup mulutnya tak percaya matanya kembali teralih pada Kenranya."Dokter ini yang akan membantu putri anda untuk sembuh," lanjut dokter wanita itu lagi."Mom!"Panggilan dari Kenra menyadarkan Ralin yang sempat melamun setelah mengetahui kondisi putrinya."Iya sayang!" Ralin lalu menghampiri putrinya sambil menangis.Balita itu menangis lantas memeluk tangan Ralin sehingga membuat dokter mengurungkan niatnya, namun Kenra menjerit tangannya terasa sangat sakit."Mommy, Ken takut di suntik," katanya kemudian."Eh, dokter tidak menyuntik kok, cuma mau periksa luka Kenra saja sayang," bujuk Ralin dan di angguki oleh sang dokter."Benar, Bibi Dokter?" Kenra bertanya untuk meyakinkan, menatap dokter dengan mata basahnya.Dokter itu jadi gemas dibuatnya, ia mengangguk seraya tersenyum. Barulah Kenra melepaskan tautan tangannya dari sang mommy. Dokter pun kembali memeriksanya dengan leluasa.Setelah memastikan tidak ada lagi luka lain, dokter ortopedi pun mulai memeriksa tangan Kenra."Mommy sakiit!" ucapnya lirih, membuat Ralin memeluknya kembali, "tangan Kenra kenapa, Mom?" tanyanya."tangan Kenra sakit sayang, Paman dokter ini yang bisa menyembuhkannya," jawab Ralin dengan sabar."Jadi Ken tidak bisa menulis dan makan? Aww sakiiit!" jeritnya saat sang dokter mulai menyentuh tangannya lagi."Bisa, setelah di obati oleh Paman dokter," kata Ralin, "tahan sedikit ya!" Ralin meminta pengertian anaknya, meskipun ia sendiri sangat tidak tega melihatnya.Selesai dengan tangan, dokter laki-laki itu segera permisi, kini tinggal dokter yang menangani Kenra. Dia mengajak Kenra berbicara."Dokter, berapa kira-kira biaya pengobatan putri saya sampai sembuh?" Ralin menanyakan hal itu untuk mempersiapkan kemungkinannya.Dokter tersebut menyipit, sudah seharusnya Ralin menanyakan tentang siapa yang menabrak putrinya dan meminta pertanggung jawaban. Ia pun menyerahkan kartu nama Kenzi pada Ralin, "Tuan itu berpesan, dia yang akan menanggung pengobatan Nona Kenra sampai sembuh," kata dokter. Ia merogoh saku jasnya mengambil kartu nama yang diberikan oleh Kenzi, "Ini kartu namanya, mungkin Nyonya Ralin ingin menghubunginya," lanjutnya seraya menyodorkan kertas segi empat berwarna hitam itu.Ralin menerima kartu nama itu. Dokter pun segera pergi meninggalkannya.Ralin segera membalik kartu itu dan sangat terkejut melihat nama yang tertera di dalamnya."Kenzi Allen!"EndingLivi tersenyum menatap kepergian Ralin. Ia yang sudah meyakini bahwa Aice sudah berhasil tidur dengan Kenzi. Livi rasanya ingin kembali mengejar cinta Darren yang ingin menceraikannya.Hari, minggu dan bulan telah berlalu, namun Aice tetap berpura-pura lumpuh. Padahal Ralin dengan pantang menyerah membawanya terapi.Seperti hari ini, Ralin mendorong kursi roda Aice di sebuah mall, di sisinya ada Kenra berjalan. Mereka baru pulang dari rumah sakit dan Ralin mengajak Aice jalan-jalan, mulai dari makan hingga belanja kebutuhan.Sepulang dari pusat perbelanjaan itu, Ralin menepikan mobil di depan sebuah apotik. Dia ingin membeli vitamin untuk Kenra.Mobil melaju kembali ke rumah, bibi menunggu di depan pintu."Paket dari mana?" tanya Ralin begitu turun sari mobil."Ini untuk Aice, Nyonya," jawab Bibi.Ralin mengamati paket berukuran kecil itu sebentar kemudian masuk ke dalam rumah.Setelah nenerima paketnya, Aice masuk ke dalam kamar, karena sudah tidak sabar untuk mencoba, dia sam
Luke bangun dalam keadaan tak berbusana dan di kursi roda ia melihat Aice dengan diam seperti menahan sesuatu. Nafas Luke memburu, ingatannya terlempar pada kejadian tadi malam saat ia akan kembali ke rumah, ban mobilnya bocor dan sialnya tidak ada ban serap di mobil.Luke berdiri di luar mobil sambil berkacak pinggang. Dia tahu lokasi ini lebih dekat ke rumah kakaknya.Luke pun memutuskan meninggalkan mobilnya dan mulai berjalan kembali ke rumah Kenzi.Dia memencet bel dan Kenzi membukakan pintu."Ban mobilku bocor, pulang ke rumah terlalu jauh, jadi aku menginap di sini malam ini," katanya seraya berdiri.Kenzi bergeser agar adiknya itu bisa masuk, "Masuklah!" katanya lalu mengunci pintu, "tidak ada kamar kosong.""Aku tidur di sofa," kata Luke ringan."Kalau haus kau ambil sendiri di dapur, aku mau melihat Kenra dulu!" Kenzi belum sempat merapikan selimut saat bel pintu berbunyi.Luke pun berjalan ke dapur, dia melihat teh di atas meja dan sepertinya masih hangat. Pasti punya Kenzi
"Hai Kakak Aic!"Ralin menyapa gadis yang duduk di bangku belakang itu dengan ramah.Aice diam saja, bahkan mengalihkan tatapannya. Ralin yang menyadari itu menghela nafasnya, tangannya terulur mengusap rambut Kenra.Aice sangat sombong bahkan pada anak kecil sekalipun. Entah apa motif di balik kecelakaan itu. Ralin mengantar keduanya kembali ke rumah, sebelumnya ia memberikan pengertian pada Kenra untuk pergi sebentar.Ralin duduk di cafe dan salah seorang pria berpakaian hitam datang menghampiri mejanya."Namanya memang Aice, tinggal di panti asuhan, namun satu tahun terakhir dia keluar dan bekerja di sebuah club."Ralin menyimak dengan baik."Bagaimana dengan informasi dari polisi?" tanya pria itu."Belum ada informasi, mereka terkesan lambat dan aku tidak tahan untuk mengetahuinya.""Aku akan mencaritahu tentang kecelakaan itu, murni atau rencana, karena club itu belum berhasil ku tembus." Pria itu adalah kenalan Kenzi dan Ralin yang memintanya agar berurusan padanya."Aku ingin
Di rumah Aice tidak mau bicara, di beri makan pun dia enggan menyentuhnya. Entah apa yang ada di fikirannya. Kalau di lihat usianya masih sangat muda, tapi terlalu keras kepala."Kau butuh obat agar segera bisa pulih, apa kau tidak ingin bisa berjalan?" Bibi tentu saja kesal menghadapinya."Jangan pedulikan aku," bentaknya hingga membuat Bibi berjengkit, "aku hanya mau Kenzi yang menyuapiku."Bibi sengaja menunduk untuk menatap wajah Aice agar jelas terlihat, "Aku curiga, jangan-jangan kecelakaan ini adalah rencanamu."Aice gelagapan, "Ap-apa yang, Bibi katakan? Memangnya siapa yang mau seperti ini, tidak bisa berjalan dan bebas.""Nah, itu kau tahu, makanya makan makananmu dan jangan lupa minum obatmu. Untuk merebut Tuan Kenzi, kau harus lebih cantik dari Nyonya Ralin."Bibi pergi ke dapur setelah mengatakan kalimat itu, sebenarnya dia hanya ingin melihat rencana Aice."Aku memang harus cantik untuk memikat Kenzi, aku akan makan," kata Aice pelan. Kalimat bibi barusan menjadi motivas
"Nona apa yang anda lakukan?" Terdengar teriakan dari ruang tamu.Bibi terkejut melihat foto keluarga majikannya jatuh, pecah di lantai."Aku tidak sengaja, hanya lewat dan ...,""Sudah-sudah, menyingkirlah!" Bibi mendorong sedikit kursi roda Aice. Sebaliknya ia beranjak ke dapu mengambil sapu untuk membersihkannya.Sebenarnya dia sedikit aneh menatap gadis yang berada di kursi roda itu, bagaimana mungkin tersenggol, foto itu jelas lebih tinggi kalau di lewati tentu tidak akan mengenainya.Aice diam menyaksikan Bibi membersihkan serpihan kaca yang berserak, dari jatuhnya saja tidak mungkin sehancur ini. Pikirnya.Bibi curiga kalau itu disengaja, ia pun melempar tatap pada Aice."Bibi kenapa menatapku begitu? Bibi mencurigaiku?" Aice menantang mata itu."Entahlah, Aice. Kalau kau merasa di curigai, apa kau akan marah?""Tentu saja, aku kan sudah bilang tidak sengaja." Aice membela diri."Bibi, ada apa ini?" Ralin dan Kenzi datang dengan memakai kimono. Membuat tatapan Aice berubah. Tan
Akhirnya gadis itu bicara, dokter yang hendak pergi kembali memeriksanya, "Kau bisa bicara?"Gadis itu diam lagi."Katakan siapa namamu dan di mana keluargamu?" Kenzi ikut bertanya.Gadis itu menggeleng."Kalau kau tidak mengatakannya bagaimana kami akan mengabari keluargamu? Mereka pasti sangat cemas memikirkanmu." Ralin ikut menimpali, namun gadis itu tetap menutup mulutnya.Dokterpun pergi meninggalkan mereka bertiga di dalam.Ralin mengeluarkan ponselnya, mengabari pada Anne agar menghandle perusahaan."Terimakasih, Ann!" ungkap Ralin lalu menutup panggilan."Anda tidak perlu ada di sini!" Wanita itu bicara lagi, ia menatap Ralin benci.Ralin menyimpan ponselnya lalu mendekat pada gadis itu, "Aku istri dari pria yang menabrakmu, aku juga bertanggung jawab atas kesembuhanmu," sahut Ralin, sementara Kenzi kini tertidur di sofa, dia mengantuk karena tidak tidur semalaman."Aku tidak butuh, kamu."Ralin mengeryit, ia memperhatikan wanita itu, sakit atau hanya pura-pura."Tidak perlu m