"Mbok, sebenarnya aku tidak mau memindahkan barang apapun dari kamar itu. Soalnya barang-barang di kamar itu semuanya penting, Mbok. Ada banyak sekali kenangan yang tidak ingin dibuang begitu saja," tutur Zsalsya dengan lembut. Mencoba untuk tidak membuat pembantunya tersinggung dengan apa yang terlontar keluar dari mulutnya tersebut.Pembantunya paham. Ia mengangguk, bahkan tampak sekali merasa bersalah dengan apa yang telah dilakukannya tersebut."Mbok minta maaf, Non. Benar-benar minta maaf karena ternyata Mbok salah mempercayai orang. Mbok pikir benar-benar Non Zsalsya yang menyuruh, rupanya tidak begitu," ucap pembantu itu. "Kalau begitu, biar Mbok bantu Non Zsalsya buat menemukan semua barang itu kembali," tambahnya.Tentu saja, Zsalsya merasa senang jika dirinya dibantu semacam itu. Zsalsya yang mendengar penjelasan langsung dari pembantunya pun berusaha memaklumi karena memang posisi wanita lima puluh lima tahun itu hanya sebagai asisten rumah tangga saja di sana. Apapun yang
Keesokan harinya ....Ting-Tong! Pagi itu bel rumah sudah berbunyi. Nana yang mendengar langsung menduga bahwa yang datang adalah Arzov. "Bi, buka pintunya!" perintah Nana kepada pembantu yang ada di rumah itu. "Baik, Non," sahutnya sembari pergi dari sana, lalu bergegas menuju pintu.Mariana yang juga mendengar suara bel rumah, tetapi Nana malah abai itu membuatnya sontak bertanya. "Tumben kamu tidak bersemangat membuka pintu!""Ah, untuk apa mau membuka pintu. Yang datang 'kan tidak sepenting itu. Lagi pula, dia datang menjemput, tapi seperti tidak terniat. Aku juga sudah bosan!" jawabnya sembarang tanpa memikirkan apapun sembari memainkan ponsel."Kamu sendiri yang selalu minta menjemput, 'kan?""Iya, Ma, tapi 'kan--...!""Ah, sudahlah!" Suara langkah kaki memasuki ruangan, tetapi tidak sampai benar-benar masuk karena tahu bahwa penghuni rumah itu banyak yang tidak menyukainya.Pembantu yang melihat bahwa ternyata itu bukan melainkan Endrick, membuatnya segera bergegas pergi da
"Kita duduk di sana, yuk! Berdiri terus di sini pasti sangat pegal!" ajak Nana kepada Endrick dengan nada manja. Bahkan, suaranya sengaja ia imut-imutkan agar bisa menarik perhatian Endrick.Namun sayangnya, ketika itu Endrick tidak terlalu merespon apa yang dikatakan oleh Nana. Ia terus berdiri sambil menunggu Zsalsya keluar dari dalam kamarnya. Walaupun ia sendiri tidak tahu sebenarnya di mana saat ini Zsalsya tidur."Kalau kamu mau, kamu sendiri saja! Saya akan tetap menunggunya di sini sampai dia datang!"Endrick mencoba menjauh kala Nana terus mendekat bahkan mepet-mepetin badannya. Mencoba untuk menyentuh Endrick. Tetapi, begitu tangan itu hendak menyentuh bagian lengannya, dengan cepat Endrick menghindar dari wanita tersebut."Daripada kamu terus mendekati saya begini, lebih baik sekarang panggil Kakak tirimu itu untuk segera datang ke sini menemui saya!" pinta Endrick.Namun, tentu saja Nana tidak mau. Jika Zsalsya sampai tahu dan datang ke hadapan Endrick, tentu dirinya tid
Kepastian sangat penting bagi Zsalsya. Supaya dirinya dapat memposisikan diri dengan baik. Tidak hanya sebagai teman hidup, tetapi juga agar dapat diyakinkan bahwa bukan dijadikan alat semata.Sebab, kini Zsalsya sudah paham dan tahu betul bahwa ternyata ada seseorang yang sangat terobsesi dengan calon suaminya itu, tak pernah bosan untuk mengejar."Mas, kita akan pergi ke mana dulu?" tanya Zsalsya.Sembari terus memeluk bahu Zsalsya dari samping, Endrick terus berjalan santai dengan pandangan ke sana kemari seperti tengah mencari sesuatu."Kita ke sana dulu!" ajaknya.Karena ini adalah hari kerja, Zsalsya pun semakin penasaran. Ia yang kini sudah tidak canggung lagi Endrick pun mulai terbuka dengan menanyakan apa yang membuat penasaran kini."Mas, bukannya ini hari kerja, ya? Mas tidak pergi ke kantor?" tanya Zsalsya dengan santainya sembari sesekali menoleh ke arah Endrick -- menatap wajahnya."Masalah pekerjaan sudah saya serahkan pada sekretaris. Sekarang ini waktunya sama kamu, j
Setelah memilah dan memilih, Zsalsya pun keluar dari ruang ganti itu untuk menunjukkannya langsung kepada Endrick. Sesuai dengan dugaan, Endrick memang menunggunya sejak tadi. Pria itu tidak sabar ingin melihat Zsalsya dengan pakaian yang beberapa saat lalu ia ambilkan itu.Suara ringan langkah kaki membuat Endrick segera menoleh. Ia tahu bahwa yang datang dan menghadap kepadanya adalah Zsalsya, sebab perasaannya mengatakan demikian.Sorot mata tajam sekaligus meneduhkan tanpa berkedip membuat Endrick tidak bosan-bosan memandangi wanita yang kini tepat berada di hadapannya.'Aku tidak menyangka kalau ternyata kamu bisa secantik ini!' Raut mukanya seakan mengatakan hal demikian itu."Mas, menurutmu bagaimana? Aku cocok pakai yang ini atau sebaiknya ganti sama yang lain saja?" tanya Zsalsya dengan polosnya. Ia memutar sedikit tubuhnya dengan wajah ceria. Melihat Endrick yang tampak melamun, Zsalsya pun kemudian menyeru dengan suara yang agak tinggi. "Mas!" Sontak, Endrick pun langsu
[Bagaimana? Tunggu nanti atau sekarang saja?][Lakukan sekarang juga! Aku sudah tidak sabar dengan apa yang terjadi nanti! Kabar itu, aku sangat menunggunya!]Kyora menyeringai dengan tatapan tajam penuh harap pada siasat jahatnya. Ia selalu ingin agar Zsalsya dan Endrick berpisah, karena dirinya tidak pernah bosan ataupun lelah demi bisa mendapatkan Endrick ke dalam pelukannya.Walaupun, rintangannya selalu ada saja. Sulit sekali dirinya untuk memisahkan mereka. Selalu gagal dan ada saja yang membuat Zsalsya, Endrick ataupun keduanya selamat dari bahaya.Kalaupun berhasil, selalu ada jalan penyelamatan yang bisa membuat mereka kembali bersatu sampai ikatan cinta keduanya semakin kentara. Menjadi lebih baik dan lebih terbuka satu sama lain.[Memangnya mereka sedang apa sekarang?][Mereka sedang bersama dan baru selesai berbelanja!]Sejak Endrick pergi ke rumah Firman, wartawan bayaran yang mendapat perintah langsung dari Kyora itu terus mengikuti diam-diam tanpa sepengetahuan Endric
"Kalau tidak ada yang mau ditanyakan lagi. Saya rasa cukup sampai di sini saja, karena kami juga masih ada banyak persiapan yang perlu diurus!" tambah Endrick dengan santainya. Selepas itu, Endrick pun langsung menggenggam tangan Zsalsya memasuki mobil. Ia tidak mau membuang-buang waktu lagi, karena baginya sudah cukup mengatakan hal yang penting saja. Endrick menduga bahwa wartawan yang datang itu pasti bukan hanya wartawan biasa yang mencari berita. Tetapi, ia memikirkan sesuatu hal yang aneh karena tiba-tiba menanyakan bukti pertunangan. Namun, untungnya sebelum itu terjadi ia sudah menyiapkan segalanya yang membuat wartawan itu melongo dan tidak mampu bertanya lebih banyak lagi. Sebab, apa yang ingin mereka dengar itu sudah terjawab. "Omong-omong, ternyata kamu hebat juga menanggapi pertanyaan mereka!" puji Zsalsya dengan agak gengsi. Meskipun memuji, tetapi terdengar sangat dingin dengan muka datar sembari menahan diri agar tidak menunjukkan perasaannya. Dengan bangga, E
Perjalanan terus berlanjut. Tetapi, Zsalsya hanya bisa mengecap lidah tanpa berani mengambil atau bahkan membuka makanan tersebut."Bagaimana aku mengatakannya sebelum mengambil itu?" gumam Zsalsya. "Ah, kenapa aku tidak berani, sih? Padahal sudah jelas dan pasti diberikan," batin Zsalsya.Zsalsya merasa gengsi karena sebelumnya ia sempat mengatakan bahwa dirinya tidak lapar, sehingga ia harus terus berpura-pura tidak lapar demi menahan malunya."Jangan malu-malu! Makan saja! Malah saya senang kalau makanan itu kamu habiskan~!" kata Endrick dengan santainya. Pandangannya terus mengarah ke depan -- tepatnya ke jalan."Bukan begitu, Mas! Saya tidak malu-malu, kok!" jawab Zsalsya dengan nada agak tinggi. "Lagi pula .... Aduuhh!" Zsalsya agak menekan perutnya yang terasa sakit. Ia membungkukkan badannya ke depan ketika rasa sakit yang tak tertahankan itu kian terasa semakin kuat.Endrick tersenyum mendengarnya. Tetapi, begitu menoleh ke arah Zsalsya yang tampak kesakitan, Endrick langsung