Share

Kita Dijual

Author: Falisha Ashia
last update Last Updated: 2025-04-11 15:30:35

Langkah Ranjani menghentak tanah berbatu ketika ia kembali ke arah rombongan. Wajahnya muram, rahangnya mengeras, dan matanya menyala penuh amarah.

“Jangan percaya pada sikap baiknya!” kata Ranjani, tajam. “Pangeran Rajendra masih sama. Semua ini hanya sandiwara belaka!”

Kirana mengangkat alisnya seraya bertanya, “Apa maksudmu, Ranjani?”

Ranjani menunjuk ke arah Rajendra yang sedang berbicara dengan Baron. Lalu dia berkata, “Dia hendak menukarkan salah satu dari kita kepada preman itu demi mendapatkan tempat menginap.”

Wajah Kirana langsung memucat setelah mendengarnya.

“Tidak mungkin…” gumam Kirana.

“Tidak mungkin? Kamu terlalu polos, Kirana. Apa kamu lupa apa yang telah dilakukan olehnya kepada kakak pertama dan adik terakhir?” Ranjani bicara dengan kesal.

Kirana terdiam. Seketika, wanita itu menutupi wajahnya, isak tangis yang membuat hati nyeri pun terdengar.

Suasana semakin panas. Surapati menatap Rajendra yang kini sudah berada di sana. Dia khawatir dengan tindakan yang akan dilakukan oleh sang pangeran.

Rajendra terdiam. Dia mendengar apa yang dikatakan oleh Ranjani dan hal itu membuatnya menerka-nerka seberapa jahat Rajendra yang dulu.

Kirana menarik napas dalam. Lalu dia berkata, “Kita tak bisa pergi begitu saja. Kita ini istri sah Pangeran Rajendra. Jika kita tinggalkan dia tanpa izin resmi dari istana, maka kita dianggap pengkhianat dan kita bisa dihukum mati.”

“Aku lebih baik mati daripada dijual seperti barang murahan oleh pria yang mengaku suamiku!” ucap Ranjani dengan tegas.

Amarah, kecewa dan rasa muak, telah menyelimuti diri Ranjani.

“Yang Mulia Putri Ranjani, jaga ucapan Anda!” seru Surapati dengan tegas. Dia takut pangeran Rajendra murka.

Namun Ranjani tak gentar. “Aku muak! Jangan bicara padaku seolah Paman lebih tahu!”

“Cukup.” Suara Rajendra memotong.

Surapati diam. Rajendra melangkah ke tengah rombongan. Wajahnya tak menunjukkan kemarahan, hanya ketegasan.

“Aku tidak pernah bernegosiasi dengan preman itu,” kata Rajendra. “dia yang meminta salah satu dari kalian. Dan aku tidak akan pernah menyerahkan kalian, bahkan jika harus tidur di jalanan sekalipun.”

Kirana menunduk dengan napas lega. Namun Ranjani, dia tidak percaya dengan kata-kata itu.

“Tentu saja kamu akan berkata begitu sekarang, setelah semua mendengarnya,” kata Ranjani.

Sebelum Rajendra bisa menjawab, Baron muncul sambil mengunyah daging kering. Ia menyeringai lebar.

Baron menatap para wanita itu dengan mata licik lalu mengangkat bahu.

“Rajendra sudah setuju, kalian tahu? Dia bilang, dia akan menyerahkan salah satu dari wanita ini untukku. Aku tinggal pilih saja, katanya,” ucap Baron sambil berjalan mendekat.

Suara Baron meledak seperti petir di siang bolong. Wajah Ranjani langsung berubah dingin.

“Benar, kan?” kata Ranjani, getir. “Dia tidak berubah. Tidak akan pernah.”

Ranjani menarik napas dalam-dalam. “Selama satu hari ini kita tertipu dengan sikap manisnya.”

Kirana memejamkan mata seraya menggigit bibirnya. Hati wanita itu dipenuhi keraguan dan juga luka.

Tidak ada yang lebih buruk dibandingkan dengan dijual oleh suami sendiri.

“Cukup!” Rajendra melangkah maju, matanya berkilat. “jangan fitnah aku, Baron!”

Baron tertawa, “Fitnah? Hahaha! Aku hanya bilang apa yang terjadi!”

“Mulutmu busuk, seperti jiwamu!” desis Rajendra.

Baron melipat tangan di dada. “Kalau begitu, kita selesaikan seperti pria. Duel satu lawan satu.”

Belum sempat Rajendra menjawab, Tama, pengawal muda yang selalu setia di sisinya, maju dan mengepalkan tangan.

“Biar aku saja, Yang Mulia! Aku akan melawan dia untukmu!” ucap Tama.

Tama tahu, Pangeran Rajendra tidak bisa berkelahi. Dia tidak pernah mendapatkan pelajaran ilmu beladiri selama ini. Jadi, tidak mungkin membiarkan pangeran Rajendra berduel satu lawan satu dengan seorang preman seperti Baron.

Baron terbahak. “Yang Mulia? Pfft! Dia ini Pangeran? Tidak pantas sama sekali. Bahkan tak punya uang untuk menyuap seekor anjing!”

Rajendra menatap Tama. “Tidak. Ini bukan urusanmu.”

Surapati hendak maju, tapi Rajendra menahannya.

“Tidak ada yang bergerak. Biarkan aku yang melawannya.”

Baron melangkah ke tengah tanah lapang. “Ayo, Tuan Pangeran. Tunjukkan kalau kau punya nyali.”

Pertarungan dimulai.

Baron menyerang dengan brutal, mengandalkan kekuatan besar dan gerakan liar. Tapi Rajendra menghindar dengan cekatan. Ia membaca setiap gerakan lawannya seperti buku terbuka.

Sekali pukulan telak mendarat di perut Baron. Lalu satu tendangan keras menghantam lututnya. Baron ambruk dalam waktu kurang dari satu menit.

Semua orang ternganga.

“Tidak mungkin…” bisik Kirana. “Pangeran tidak pernah bisa bela diri. Kenapa dia bisa begitu hebat?”

Surapati tersenyum tipis. “Bakat memang menurun dari leluhur. Aku seperti melihat kakeknya Pangeran yang telah moksa.”

Sebagai mantan pelatih bela diri modern, Rajendra memang punya kemampuan tinggi. Dan sekarang, ia tak segan memanfaatkannya.

Rajendra mendekat ke arah Baron yang masih tergeletak. “Katakan yang sebenarnya. Sekarang.”

Baron mengerang kesakitan. “Baik, baik, aku bohong! Dia tidak pernah menawarkan wanita-wanita itu. Aku hanya ingin mempermalukannya. Ampuni aku.”

Rajendra menatap kedua istrinya. “Kalian dengar sendiri. Aku tidak akan menjual kalian. Aku mungkin banyak kekurangan, tapi aku tidak sekeji itu.”

Kirana menunduk, penuh rasa bersalah. Bahkan dia mulai menitikkan air matanya.

“Maafkan kami, Yang Mulia,” ucap Kirana dengan pelan. “kami sempat meragukanmu.”

Tapi Ranjani masih berdiri dengan ekspresi keras. Ia memalingkan wajah.

“Aku belum percaya. Mungkin ini hanya bagian dari permainan berikutnya.”

Rajendra tak berkata apa-apa lagi. Dia hanya memberi perintah singkat.

“Kita istirahat malam ini di rumah itu.”

Rumah kayu yang jadi tempat istirahat mereka ternyata kecil. Hanya ada satu kamar dan satu ruangan besar di tengah.

Kirana melirik Rajendra. “Apakah ini berarti, kita semua akan tidur bersama?”

“Kamu saja yang tidur di dalam bersama dengannya. Aku akan tidur di luar,” kata Ranjani.

“Tidak boleh Ranjani. Kamu seorang wanita dan istri Pangeran. Mana mungkin kamu tidur di luar. Tetap tidur di dalam,” kata Kirana melarang.

“Itu benar. Kamu tidur di dalam saja. Aku yang akan tidur di luar,” kata Rajendra.

Namun kemudian Surapati angkat bicara. “Yang Mulia tidak boleh tidur di lantai. Jangan mencoreng leluhurmu.”

Akhirnya, Rajendra pasrah dan tidur di kamar sempit itu. Ia duduk bersandar di dinding, matanya memejam, mencoba tidur. Namun keheningan malah membuat pikirannya melayang.

Aroma harum yang lembut tercium dari kanan dan kiri. Wewangian kerajaan yang tahan lama meski terkena peluh, dipakai oleh para istri. Hal ini membuat Rajendra menelan ludah.

Rajendra membuka mata sedikit. Ranjani di sebelah kiri tertidur dengan damai. Sementara di sebelah kanan, ada Kirana. Bajunya agak terbuka karena kebesaran, memperlihatkan belahan dada yang menggoda. Kulitnya lembut seperti porselen, napasnya halus.

“Ya Tuhan…” gumam Rajendra. “Ini ujian macam apa?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Ayo Kita Melakukannya Di sana

    "Ranjani," bisik Rajendra di telinganya, suaranya serak menahan hasrat, "bolehkah aku melakukannya?"Ranjani hanya sedikit mendesah, sebuah embusan napas yang nyaris tak terdengar, namun itu sudah cukup sebagai tanda jika dia menyetujuinya. Hatinya berdebar, memberikan izin tanpa kata.Rajendra pun semakin bergairah. Dengan izin yang tak terucap itu, dia mulai menyentuh Ranjani ke bagian-bagian yang lebih sensitif, dengan sentuhan yang lebih hangat dan intens.Jari-jari Rajendra menjelajahi lekuk tubuh istrinya, membangkitkan sensasi yang membakar.Ranjani semakin melayang merasakan getaran cinta yang dalam. Sensasi menyenangkan menjalar ke setiap saraf di tubuhnya. Bayangan akan kenikmatan puncak, sudah ada di kepalanya, sebuah janji yang menggiurkan.Namun, ketika mereka semakin intens dan akan melangkah ke inti permainan, sebuah suara melengking memecah keheningan malam."Aaa... kecoa!"Kirana berteriak nyaring dari ranjang di samping mereka.Rajendra dan Ranjani langsung terbangun

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Memeluk Ranjani Menaikan Hasrat

    Setelah insiden dengan repeating crossbow, Rajendra kembali ke rumah bersama Tama dan Surapati. Sesampainya di ambang pintu, dia disambut hangat oleh kedua istrinya, Kirana dan Ranjani.Kirana menyambut dengan senyum ceria, wajahnya memancarkan kelegaan melihat suaminya pulang. Namun, Ranjani memiliki mata yang lebih jeli. Dia melihat sesuatu yang tidak semestinya di tangan Rajendra, meskipun lukanya sudah hampir sembuh."Yang Mulia, apakah kamu terluka?" tanya Ranjani, nada suaranya dipenuhi kekhawatiran yang mendalam.Sebelum Rajendra sempat menjawab, Ranjani sudah menarik tangan Rajendra untuk melihat lebih dekat bekas luka samar yang ada. Matanya meneliti setiap detailnya."Ini jelas-jelas adalah luka baru meskipun sudah kering," kata Ranjani, suaranya sedikit meninggi. "apa yang sebenarnya terjadi, Yang Mulia? Mengapa tanganmu terluka?"Kirana mengerutkan keningnya, ikut mendekat. "Benarkah Yang Mulia terluka? Memangnya Yang Mulia baru saja bertarung? Sepertinya tidak ada tanda-t

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Semua Bermula

    Suara ledakan yang nyaring itu mengejutkan semua orang. Bukan suara tembakan panah yang mulus, melainkan suara pecahan beso dan desingan logam. Repeating crossbow di tangan Rajendra pecah berkeping-keping.Rangkanya, yang tidak mampu menahan daya gesekan busur saat ditarik secara tiba-tiba, hancur berkeping-keping. Mekanisme yang seharusnya melontarkan anak panah dengan cepat justru meledak ke luar.Pecahan rangka itu melesat tak terkendali, dan naasnya, mengenai tangan Rajendra sehingga membuatnya berdarah cukup banyak. Darah segar langsung mengucur dari luka di telapak tangannya."Yang Mulia!" seru Tama dan Surapati serempak, mata mereka membulat panik. Asmaran pun ikut terkesiap. Mereka bertiga langsung berlari menghampiri Rajendra, wajah mereka diselimuti cemas."Yang Mulia, baik-baik saja?" tanya Tama dengan panik, matanya menatap khawatir pada luka di tangan Rajendra.Surapati, dengan sigap, merobek lengan baju panjangnya bagian kiri. Tanpa ragu, dia langsung melilitkannya ke l

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Istrinya Sangat Cantik

    Ide yang diberikan oleh Suryakusuma untuk menarik upeti besar dari bisnis roti Rajendra membuat Giriprana senang. Dia pun kini membayangkan jika dirinya bisa mendapatkan keuntungan besar saat menolong Suryakusuma, sekaligus menunjukkan loyalitas dan kemampuannya kepada raja."Ya, baiklah. Aku akan mengerjai dia habis-habisan!" ucap Giriprana, matanya berkilat licik. "aku akan membuat dia mengerti kalau berurusan dengan Paman Suryakusuma itu berarti berurusan denganku. Dia pasti kapok dan tidak akan berani macam-macam lagi!"Suryakusuma tersenyum puas, rencananya berjalan mulus. Dia pun berkata, "Aku berharap jika Amukti Muda bisa membuat Rajendra mengingat kejadian ini sampai dia mati. Biarkan dia tahu siapa penguasa sejati di desa itu.""Tentu saja, Paman," kata Giriprana, menyeringai. "dia pasti akan menyesal dan tidak akan mengulanginya lagi. Aku akan memastikan itu."Saat ini, Wira yang dendam membara kepada Rajendra karena istrinya tergoda dan mengagumi Rajendra, menilai ini adal

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Fitnah

    Suryakusuma dan Wira langsung pergi menuju sebuah rumah yang berada di wilayah dalam istana, tempat para pejabat rendah kerajaan tinggal. Namun, saat akan masuk wilayah kerajaan, mereka dihadang oleh prajurit kerajaan."Ada apa? Mau bertemu dengan siapa?" tanya seorang prajurit kerajaan dengan tubuh kekar dan kulit sawo matang. Matanya memandang tajam ke arah Suryakusuma dan Wira."Saya ingin bertemu dengan Amukti Muda Giriprana. Ada yang ingin saya sampaikan mengenai Desa Gunung Jaran," ucap Suryakusuma dengan tenang. "saya adalah Juragan Suryakusuma, seorang pedagang dari desa itu."Amukti Muda adalah sebutan bagi Amukti Pener yang masih baru. Amukti Pener itu sendiri adalah pejabat yang bertugas untuk mengumpulkan upeti dari para warga. Untuk Amukti Muda ini, dia bertanggung jawab menarik upeti dari para pedagang. Namun, dia adalah pemimpin, memiliki pengaruh di lingkupnya sendiri.Ada pula Amukti Utama yang bertugas untuk mengambil upeti dari desa-desa, dan Amukti Loka yang bertug

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Berkembang Pesat

    Permana, dengan antusiasme yang membara, langsung bertanya, "Berapa yang harus dideposit, Tuan Rajendra? Saya siap!"Sementara itu, orang-orang lain di antrean juga ikut bersahutan, "Iya, Tuan! Apa syaratnya? Berapa kami harus membayar?"Suara-suara mereka membanjiri udara, dipenuhi harap akan kesempatan bisnis yang menggiurkan.Rajendra mengangguk, senyum tipis terukir di bibirnya. Ia pun menjelaskan, "Kalian harus membayar deposit sebesar 10 Tirra. Uang ini tidak akan hilang, akan dikembalikan setelah 60 hari. Jadi, kalian bisa mengambilnya lagi setelah 60 hari bergabung menjadi reseller kami."Tiba-tiba saja, suasana yang tadinya riuh mendadak menjadi hening. Angka 10 Tirra itu menggema di benak mereka. Uang 10 Tirra itu sangat banyak bagi mereka.Bagi sebagian besar warga desa, bahkan banyak di antara mereka yang hanya memiliki penghasilan sekitar 10 Tirra sebulan. Itu adalah jumlah yang signifikan, mungkin tabungan seumur hidup bagi beberapa orang.Permana pun diam, senyum di waj

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status