Share

Baju Yang Basah

Author: Falisha Ashia
last update Last Updated: 2025-04-11 15:29:45

Rajendra berdiri canggung di tepi sungai, kedua pipinya memerah, sementara Kirana menatapnya dengan wajah heran.

"Apakah Yang Mulia yakin tak butuh bantuanku?" tanya Kirana, kepalanya sedikit dimiringkan, rambut panjangnya melambai tertiup angin.

Wanita itu polos. Dia tidak pernah berpikir jauh. Dan selalu menganggap semuanya itu sebagai hal yang lumrah.

Rajendra buru-buru menarik tangan Kirana yang nyaris membuka celananya.

"Aku bisa sendiri!" kata Raka gugup, separuh berteriak.

Kirana mengerutkan kening. Dia berkata dengan suara yang pelan, “Biasanya Yang Mulia tak pernah segan. Bahkan saat kita berada di tengah keramaian sekalipun.”

“Tidak apa-apa. Aku hanya sedang tidak mau,” kata Rajendra.

Kirana pun mundur beberapa langkah, menggaruk kepalanya, bingung bukan main. Di matanya, pangeran Rajendra yang ia kenal tak pernah peduli tempat atau waktu. Bila menginginkan sesuatu, maka ia akan melakukannya, termasuk tubuh wanita.

Rajendra menarik napas dalam-dalam. Dia benar-benar masih mencoba memahami situasinya saat ini.

Dulu dia adalah Raka Adiwangsa, pria penyendiri, seorang detektif pembunuhan yang lebih akrab dengan buku forensik daripada perempuan. Kini, dia berada dalam tubuh bangsawan yang dikelilingi wanita-wanita secantik bidadari.

Dunia ini benar-benar gila.

Setelah selesai, Rajendra berjalan pelan kembali ke atas tebing kecil di mana yang lainnya berkumpul.

Langkahnya sedikit tertatih. Luka di lengan dan kakinya masih perih.

Ranjani segera menyambut dan membantu menahan tubuh sang pangeran.

“Yang Mulia, biar aku bantu.”

Namun belum sempat bergerak, Kirana datang dengan ekspresi panik. “Aku bantu juga. Ranjani tak bisa sendiri.”

Rajendra hendak menolak, tapi sebelum sempat bicara, Kirana menginjak sebuah batu licin yang membuatnya terjatuh.

Bruuk!

Tubuh mungil itu terpeleset dan tergelincir ke dalam sungai. Suara cipratan air membuat semua orang terkejut.

“Tuan Putri Kirana!” teriak beberapa pengawal hendak maju.

Namun tanpa pikir panjang, Rajendra melompat. Dia sama sekali tidak memikirkan tentang kondisinya yang sedang terluka.

Rajendra langsung menarik Kirana agar tidak terseret air. Meskipun tidak deras, namun bisa saja menghanyutkan tubuh Kirana.

“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Rajendra cemas, memeriksa wajah pucat Kirana.

Kirana menggigil, rambutnya yang basah menempel di pipi. “Ampun, Yang Mulia. Maafkan aku. Aku bodoh karena tidak berhati-hati.”

“Untuk apa minta maaf?” Rajendra mengerutkan kening.

“Aku terjatuh dan membuat bajuku basah,” jawab Kirana ketakutan. “aku sungguh tidak berguna. Maafkan aku.”

Rajendra menarik napas dalam, membantunya berdiri. “Tidak apa-apa. Jangan terlalu keras pada dirimu.”

Kirana terus menunduk. Dia tahu pangeran Rajendra dulu pernah menghukumnya hanya karena menjatuhkan teh panas yang membasahi sedikit baju Rajendra. Dan kini, baju Rajendra bagian bawahnya sedikit basah terkena bajunya yang basah saat menolong tadi.

Kirana sangat ketakutan hingga nyaris menangis.

Namun berbeda dari yang ditakutkan, Rajendra justru memapahnya naik ke atas. Ranjani telah menunggu di atas tebing dan membantu menarik Kirana.

“Seharusnya kamu tidak perlu membantu. Badanmu kecil. Bahkan untuk menarik kambing kecil pun kamu tak sanggup,” kata Ranjani.

“Maafkan aku!” ucap Kirana.

Rajendra tidak berbicara apa-apa. Dia tetap membantu Kirana dengan memapahnya.

“Aku tidak apa-apa,” gumam Kirana. “aku bisa berjalan. Jangan karena aku, perjalanan jadi terlambat.”

Kirana menatap Rajendra dengan hati-hati. Dirinya, dan yang lain menunggu reaksi yang biasa; amarah, bentakan, atau perintah hukuman. Namun yang terjadi, kembali di luar dugaan mereka semua.

Rajendra melepaskan jubah dalamnya, lalu menyerahkannya kepada Kirana. Sedangkan dia hanya mengenakan jubah luar yang jauh lebih tipis.

“Pakai ini. Jangan sampai kedinginan,” kata Rajendra dengan tenang.

Semua orang membelalak.

“A-aku tak bisa. Baju ini milik Yang Mulia,” ucap Kirana.

“Pakai saja. Kita sedang dalam pelarian. Tak ada yang boleh sakit, Kirana,” kata Rajendra.

Surapati yang menyaksikan dari kejauhan segera memberi perintah kepada anak buahnya, “Kalian! Beri ruang! Jangan ada yang mengintip saat Putri mengganti pakaian!”

Para pengawal mundur dan membalikan badan.

Rajendra hendak pergi juga, tapi Surapati menahannya.

“Yang Mulia, Anda harus tetap di sini. Takutnya jika musuh menyerang tiba-tiba, tak ada yang melindungi.”

“Tapi, dia sedang ganti baju.”

Surapati mengerutkan kening. “Dia istrimu, Yang Mulia. Bukankah sudah biasa melihatnya tanpa busana?”

Rajendra menelan saliva. Dia tidak bisa membantah karena itu adalah kenyataan. Dia adalah seorang suami bagi Kirana dan Ranjani.

Raka menunduk, berdiri di hadapan kedua wanitanya.

Kirana pun berganti pakaian dengan bantuan Ranjani yang posisinya memunggungi Rajendra.

Namun saat Kirana sedang berusaha mengenakan jubah yang kepanjangan untuknya itu, tak sengaja Kirana menginjak batu tajam.

“Aww!”

Refleks, Rajendra mendongak untuk melihat apa yang terjadi. Saat itulah, matanya menangkap bayangan tubuh Kirana yang putih, mulus, dan kurva sempurna yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Sebuah pemandangan surgawi yang langsung membuat tenggorokannya tercekat.

Rajendra buru-buru membuang wajah agar tidak dilihat oleh para istrinya. Pipinya kini menjadi merah padam.

Tak lama kemudian, semua selesai. Kirana kini mengenakan pakaian Rajendra. Dia terlihat sangat canggung namun tak berani menolak.

“Kita tak bisa berlama-lama di sini. Kita harus cari tempat berlindung,” kata Rajendra.

Surapati mengangguk, setuju. Dia pun berkata, “Di seberang sungai ada desa kecil. Wilayahnya masuk ke kerajaan Angkara. Kita bisa coba meminta izin untuk menginap semalam.”

“Tidak ada pilihan lain. Ayo kita ke sana!” seru Rajendra.

Rombongan segera bergerak menuju jembatan bambu yang menghubungkan kedua wilayah. Saat melewati gerbang desa, suasana mulai terasa berbeda.

Namun tiba-tiba seorang pria tambun dengan mata merah karena mabuk, berdiri menghadang.

“Hei! Siapa kalian?” tanya pria itu dengan wajah yang tidak bersahabat.

Surapati maju. “Kami hanya ingin melewati desa ini dan mencari tempat beristirahat untuk sementara.”

Pria itu menyeringai. “Semua yang masuk ke desa ini harus bayar upeti padaku.”

“Kami tak membawa uang,” jawab Surapati. “kami dalam pelarian.”

“Pelarian, ya?” Pria itu mendekat, mengamati rombongan. Matanya menatap tajam ke arah Kirana dan Ranjani. “Hmm … wanita-wanitamu cantik semua.”

Rajendra menyipitkan mata.

Preman yang bernama Baron itu tertawa, menunjuk sebuah rumah kecil kosong di tepi desa.

Baron melihat seorang yang memegang kendali rombongan adalah pria tampan di tengah-tengah mereka itu.

“Kamu! Ikut aku jika mau mendapat tempat tinggal,” kata Baron kepada Rajendra.

Surapati langsung mencegah. “Tidak bisa. Jika ingin bicara di sini saja.”

Rajendra melihat ini adalah sebuah kesempatan. Oleh sebab itu, dia pun menuruti keingin Baron.

“Tidak masalah, Paman. Aku akan bicara dengannya!” seru Rajendra.

Baron melangkah sedikit menjauh.

“Kalian bisa tinggal di sana malam ini. Tapi dengan satu syarat,” kata Baron.

“Apa itu? Kalau uang, aku tidak punya,” tanya Rajendra.

“Berikan salah satu wanita itu untuk menemaniku semalam saja,” kata Baron seraya menyeringai.

Rajendra mengepalkan tangan karena merasa tersinggung. Tapi sebelum ia bicara, sebuah suara tajam terdengar dari belakangnya.

“Jadi ini niatmu sebenarnya?”

Rajendra menoleh.

Ranjani berdiri dengan wajah dingin. Matanya menyala. “Kupikir kamu sudah berubah. Tapi ternyata, kamu masih sama busuknya seperti dulu. Kamu bahkan mau menyerahkan kami juga seperti kamu menyerahkan istri pertama dan keempat.”

“Ranjani, bukan begitu—”

“Diam!” serunya. “aku dengar dengan telingaku sendiri kalau kamu mau memberikan kami kepada pria itu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Baru Permulaan

    Suara tawa menyeramkan itu membuat Bhaskara merinding. Ia menoleh, melihat Aditya tertawa terbahak-bahak dengan mata melotot. Tawanya seperti iblis yang siap mencabik-cabik."Diam kau!" bentak Bhaskara, lalu menampar wajah Aditya dengan keras. "Jaga bicaramu!"Aditya tidak berhenti. Tawanya malah semakin keras. "Kau akan mati, Bhaskara! Kau akan ditelan bumi hidup-hidup! Tubuhmu akan dikuliti! Kau akan mati!" teriaknya.Bhaskara yang tadinya sangar, kini mulai ciut. Ia mundur selangkah, menatap Aditya dengan mata penuh ketakutan. Ekspresi Aditya begitu mengerikan, seperti iblis yang telah bangkit dari neraka."Kau akan mati. Tubuhmu akan dikuliti!" bisik Aditya, lalu sedetik kemudian, ia tertawa lagi.Bhaskara tidak tahan. Ia menampar wajah Aditya sekali lagi, kali ini lebih keras dari sebelumnya. Ia tidak ingin mendengar lagi suara tawa itu. Ia tidak ingin mendengar lagi ancaman itu. Ia pun menjauh, membiarkan Aditya sendirian.Tiba-tiba, suara perempuan menangis sambil berlari terde

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Semakin Banyak Yang Bergabung

    Arwan menghela napas. Ia menatap wajah-wajah bingung di hadapannya. Ia tahu, mereka tidak akan mengerti jika ia tidak menjelaskan semuanya. Ia harus meyakinkan mereka, ia harus membuat mereka percaya."Mereka datang ke sini," ucap Arwan, suaranya tenang dan tegas, "karena mereka ingin perubahan dalam hidup mereka. Selama ini, mereka tertindas di desa mereka sendiri. Kepala desa mereka serakah dan kejam, mengambil hak-hak mereka, membiarkan mereka kelaparan, dan hidup dalam ketakutan. Mereka datang ke sini karena mereka tahu, di sini, mereka akan menemukan kehidupan yang lebih baik."Seorang warga, seorang pria yang memegang parang, mengerutkan kening. "Tapi kenapa harus ke sini? Desa kita ini adalah desa terpencil, Kepala Desa. Seharusnya mereka pergi ke kota, di sana mereka bisa mendapatkan pekerjaan, di sana mereka bisa hidup lebih layak."Arwan tersenyum. Senyum penuh makna. "Kau salah, saudaraku. Justru di sini adalah permulaan dari kejayaan dan kesejahteraan. Di sini, kita akan m

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Ada Apa Ini?

    Rajendra menatap Ranting dengan lembut. "Angkat kepalamu, Nak," ucapnya dengan nada menenangkan. "Aku ingin melihat wajahmu."Ranting perlahan mengangkat kepalanya. Matanya yang sembab bertemu dengan tatapan hangat Rajendra. Rasa malu masih terlihat jelas di wajahnya. "Maafkan saya, Tuan," lirih Ranting."Maaf untuk apa, Ranting?" tanya Rajendra, mengerutkan kening. "Kau sama sekali tidak bersalah dalam hal ini. Justru, ini adalah tugas kami untuk menyelamatkanmu. Jangan pernah merasa bersalah karena mencari pertolongan."Ranting menunduk lagi, memainkan jemarinya. "Tapi ... tapi seharusnya saya tidak kabur ke Desa Ranjagiri. Itu sama saja menyerahkan diri saya sendiri ke dalam bahaya. Seharusnya... seharusnya saya meminta bantuan pada Anda, Tuan."Rajendra menghela napas. Ia baru menyadari, ada sesuatu yang lebih dalam di balik kaburnya Ranting. Laporan dari ayahnya, Wiraga, hanyalah bahwa Ranting diculik oleh seorang pria tak dikenal."Ranting," kata Rajendra lembut, "sebelumnya aku

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Aku Akan Membunuhmu!

    Rajendra melangkah maju, tatapannya menyapu seluruh wajah orang-orang yang dibawa Tama. Matanya tak lagi melihat keraguan atau ketakutan, melainkan sebuah percikan api harapan yang menyala terang.Mereka semua adalah orang-orang yang lelah berjuang, orang-orang yang mencari tempat untuk beristirahat, tempat untuk memulai hidup baru.Rajendra tersenyum. Senyum tulus yang memancar dari hatinya."Selamat datang, saudaraku sekalian," ucap Rajendra, suaranya lantang dan penuh wibawa. "Kalian telah membuat keputusan yang benar. Di sini, di tempat ini, kalian akan mendapatkan kehidupan yang layak, kehidupan yang makmur. Kalian akan menjadi bagian dari kami. Kami akan membangun sebuah kerajaan yang adil, yang makmur, dan yang akan melindungi kalian semua."Warga Desa Ranjagiri bersorak gembira. Mereka membayangkan kehidupan yang lebih baik, di mana mereka tidak perlu lagi takut pada penindasan, di mana mereka bisa hidup dengan damai. Mereka menunduk hormat, mengucapkan terima kasih berulang k

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Bangga Padamu!

    Saat permainan semakin memanas, Rajendra menatap kedua istrinya, wajahnya dipenuhi gairah. Ia tahu, saatnya telah tiba.“Aku ... aku tidak tahan lagi,” bisik Rajendra, suaranya serak. “A-aku... aku akan keluar.”Ranjani dan Kirana mengangguk, mata mereka berbinar. Mereka tahu apa yang Rajendra maksudkan. Ini adalah momen yang paling mereka tunggu-tunggu.“Jangan tahan,” bisik Ranjani. “biarkan saja, Yang Mulia.”“Kami akan membantumu mencapai puncaknya,” sahut Kirana, tangannya membelai paha Rajendra.Mereka pun beraksi. Ranjani mencium leher Rajendra, sementara Kirana mengusap punggungnya. Keduanya bersinergi, seolah telah terbiasa memuaskan Rajendra bersama-sama.Tak butuh waktu lama, suara lenguhan dalam dan panjang lolos dari tenggorokan Rajendra. Seluruh tubuhnya menegang, ia merasakan sensasi yang luar biasa saat cairan cintanya menyembur, membanjiri tubuh kedua istrinya. Ia lemas, terjatuh, namun wajahnya dipenuhi senyum puas.“Terima kasih, istri-istriku,” bisik Rajendra, napa

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Bermain Bertiga

    "Yang Mulia..." Ranjani mengerang, suaranya tercekat. "Pelan-pelan..."Rajendra tidak menggubris. Ia telah tenggelam dalam lautan gairah, pikirannya hanya dipenuhi hasrat untuk mencapai puncaknya. Ia mencium leher Ranjani, gerakannya makin cepat, tak peduli pada permohonan istrinya.Ranjani memejamkan mata, memeluk leher suaminya erat. Ia berusaha sekuat tenaga untuk menahan desahan yang mendesak keluar dari tenggorokannya. Ia tak mau Kirana, yang terbaring pulas di ranjang sebelah, terbangun."Yang Mulia... aahhh..." Ranjani tak lagi bisa menahan diri. Sebuah desahan panjang lolos dari bibirnya, bersamaan dengan tubuhnya yang menegang dan lemas tak berdaya.Cairan cinta mengalir, membanjiri dirinya dengan sensasi kenikmatan yang memabukkan. Ia jatuh terduduk, lututnya tak sanggup lagi menopang tubuhnya.Di tengah keheningan yang tersisa, mata Kirana terbuka perlahan. Ia duduk, mengerjapkan matanya, dan memandang bingung ke arah sepasang kekasih yang tengah bercinta. Wajahnya polos, t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status