Kania terkulai lemah diatas tempat tidurnya. Sekujur tubuhnya masih dipenuhi luka serta lebam. Salah satu matanya bahkan berwarna merah darah dilapisan korneanya. Penampilannya sungguh tak karuan. Sejak kemarin ia hanya rebahan karena seluruh tubuhnya terasa luluh lantak. Untuk sekedar ke kamar mandi saja ia harus menahan sakit yang teramat pada kakinya.Cakra, si pelaku kekerasan, bersamanya didalam kamar sejak kemarin. Bagai pahlawan kesiangan, ia mengobati Kania dengan telaten. Menyuapinya makan, mengoleskan salep bahkan membantunya ke kamar mandi. Adanya Cakra bersamanya membuat perasaan Kania campur aduk. Ia membenci Cakra setengah mati, kesal bahkan penuh amarah. Namun sikapnya kali ini justru membuat amarah Kania jadi sedikit melunak. Cakra bahkan menemani Kania hingga tertidur meski ia tak tidur bersamanya semalam. Namun ketika Kania membuka mata pagi harinya, sosok Cakra kembali muncul dihadapannya dan lagi lagi bersikap baik padanya."Ini makan dulu habis itu minum obatnya."
Kania tak bisa tidur sejak semalam. Sepeninggalnya Cakra dari kamar Kania, ia terus memikirkan bagaimana ia akan menghadapi kenyataan hidupnya sebagai istri tua, istri yang dimadu. Kania mulai bimbang akan keputusannya. Apakah ia sanggup?Terdengar suara kunci yang dibuka dari pintu kamarnya. Memang meski ia telah menyetujui permintaan Cakra, namun sepertinya Cakra tetap waspada takut dirinya akan kembali kabur seperti kemarin. Dan Kania tak mempermasalahkan hal tersebut. Ia jadi terbiasa dengan keadaan yang seperti ini.Akan tetapi bukan wajah Cakra yang nampak seperti biasanya namun seorang wanita dengan perut yang sudah agak membuncit yang muncul kehadapan Kania. Della, istri kedua suaminya. Wanita yang berbagi hati suami dengan dirinya. Wanita sumber permasalahan rumah tangganya. Wanita yang merubah hidupnya menjadi seperti dineraka.Ingin rasanya Kania melompat dan menjambak rambut yang terurai pada wanita penggoda suaminya itu namun ia teringat akan persetujuannya semalam pada s
Kania merebahkan diri setelah berkutat dengan sejumlah pekerjaan rumah yang melelahkan. Tadi pagi setelah sarapan Cakra menjelaskan keadaan yang akan ia hadapi. Karena bi Imas kabur untuk sementara Kania yang akan mengurus seluruh pekerjaan rumah tangga sampai mereka dapat asisten rumah tangga yang baru. Entah mengapa Kania tak percaya penjelasan Della yang mengatakan sulitnya mencari pengganti Imas. Padahal banyak sekali penyalur asisten rumah tangga yang menawarkan jasa mereka. Ditambah harus ia juga yang mengerjakan pekerjaan rumah tangga karena Cakra beralasan Della sedang hamil jadi tak bisa jika harus ikut membantu pekerjaan rumah.Selain itu kini kamar utama yang dulu ditempati Kania harus rela diberikan pada Della. Dengan alasan Della yang sedang hamil lebih membutuhkan kamar utama yang ukurannya lebih besar. Kania sempat menolak permintaam itu, bagaimanapun juga ini rumahnya dan kamar utama adalah miliknya namun bukan Della namanya jika ia tak bermulut manis mengiba pada Kani
"Mbak itu disitu masih kotor." Della menunjuk kearah kolong meja yang ada dihadapannya kepasa Kania. Sambil menahan emosi karena sejak tadi Della selalu saja menyuruh dirinya dengan seribu alasan. Dari memasak sarapan hingga membersihkan rumah, semua dilakukan Kania sedang Della bersantai santai saja. 'Sabar Kania, sabar' batin Kania sejak tadi.Sebenarnya Kania berencana untuk kabur dari rumah sejak dirinya tak lagi dikurung di kamar belakang namun Cakra memperkerjakan penjaga didepan rumahnya sebanyak 4 orang yang bergantian jaga tiap pagi dan malam hari. Ia berusaha mencari celah agar bisa pergi dan mencari bantuan. Saat Cakra melepaskannya dan berharap Kania menerima pernikahan suaminya dan Della, Kania hanya berpura pura saja. Begitupun saat ini dimana ia rela menjadi pembantu dirumahnya demi membuat Cakda dan Della lengah dan menjadikan keuntungan untuk Kania supaya bisa pergi dari sini.Namun sepertinya kesabaran Kania harus dipertebal lagi karena saat ini Della bertingkah bena
Kania sedang membersihkan dapur sehabis memasak untuk makan malam saat seorang pria paruh baya menghampiri dirinya. Dengan tatapan matanya yang terlihat memiliki niat tertentu ke arahnya membuat Kania risih. Selama menjadi istri Cakra, Kania berusaha menghindari sebisa mungkin interaksi dengan lawan jenis. Karena itu ia merasa terganggu saat ada seorang pria yang menatao dirinya dengan intens."Ada perlu apa?" Jengah ditatap sedemikian rupa membuat Kania memberanikan diri menegur lelaki bertubuh gempal tersebut. Yang ditanya hanya tersenyum dengan senyuman yang justru membuat Kania semakin terganggu. "Apa kau pekerja disini?" tanya pria paruh baya itu. "Bukan." Jawab Kania dengan tegas dan singkat kemudian ia segera buru buru pergi daripada terus meladeni pertanyaan pria tersebut.Namun Kania belum bisa bernafas lega karena Kania merasa pria tersebut mengikutinya. "Tunggu dulu, saya belum selesai bicara." ucap pria itu sambil terus mengikuti Kania. Melihat gelagat pria tersebut Kania
Kania menatap semburat langit sore yang berwarna jingga. Matahari sebentar lagi akan bersembunyi dan tugasnya digantikan sang bulan. Sambil menggenggam sapu di tangan kanannya, Kania menghela nafas dalam dalam. Entah sudah berapa minggu dirinya tak keluar rumah, ia tak tahu bahkan malas untuk menghitungnya. Keadaan masih tetap sama, dirinya masih menjadi pembantu dirumahnya sendiri. Ia sudah terlalu lelah menghadapi Cakra yangnsering kali marah jika ia meminta sesuatu. Karenanya ia jalani saja tugasnya ini.Tentang keinginannya untuk kabur masih tetap ada. Beberapa kali ia mencoba keluar namun sepertinya penjagaan dirumah lebih diperketat sejak kejadian ia mencoba kabur tempo lalu. Apalagi kini orangtua Della juga berada dirumah otomatis lebih banyak mata dan telinga yang kerap mengawasinya.Seperti waktu kemarin saat ia mengendap endap berusaha kabur saat penjaga gerbang ketiduran, ibu Della yang melihatnya langsung membangunkan satpam dan menggagalkan rencananya.Saat sedang meratap
"Sudah kubilang, aku haya ingin kita menjalani rumah tangga kita dengan tenang, kenapa kau malah ingin merusak ketenangan ini?!" Cakra membentak Kania didalam kamarnya sesaat setelah tante Ratna pergi dari rumah mereka. Cakra merasa kesal dengan reaksi Kania saat tante Ratna datang tadi."Ta-tapi aku cuma ingin menjenguk Bianca mas." ujar Kania. Meski tahu itu cuma alasan yang dibuat buat namun Kania tak ingin Cakra kesal jika ia mengatakan ingin pergi dari rumah. "Persetan dengan alasan itu! kau pikir aku bodoh?! wanita sialan itu, kau yang memanggilnya kan?! JAWAB!" Kania tersentak dibentak Cakra tiba tiba seperti itu. Kania bingung darimana pemikiran Cakra bahwa dirinya yang menghubungi tante Ratna. Sedangkan ponsel saja ia tak punya dan telepon rumah sudah diputus oleh suaminya di hari kedatangan Della kerjmah mereka. Jadi bagaimana bisa ia dituduh seperti itu."Sumpah mas,bukan aku. Hapeku saja ga ada, gimana aku hubungi tante Ratna?" Kania mencoba menjelaskan dengan selembut mun
Della sedang merengek pada Cakra di meja makan ketika Kania keluar dari dapur. Tak tahu apa yang sedang dikeluhkan Della kali ini, Kania tak mau ambil pusing. Ia sibuk mempersiapkan sarapan sebelum Cakra marah marah nantinya."Ayolah mas. mumpung aku belum lahiran lho ini. Kamu kan janji waktu itu mau ajak aku bulan madu ke Maldives." rengek Della. Oh, rupanya Della meminta bulan madu rupanya.Kania jadi teringat bulan madu dirinya dengan Cakra dulu. Tak jauh jauh, Bali tempat wisata bulan madu mereka. Karena saat itu Kania dan Cakra memang tak ingin berlama lama mengambil cuti jadi pilihannya memang hanya daerah yang dekat dekat saja."Justru karena kamu sedang hamil besar begini, nanti kalo ada apa apa gimana? usia kandungan kamu sudah tujuh bulan, sebentar lagi mau lahiran. Nanti aja kalau anak kita sudah lahir baru kita pergi bulan madu."ucap Cakra.Della merengut kesal. Padahal setelah mereka menikah, mereka justru tak ada waktu berduaan. Cakra terus saja sibuk bekerja ditambah m