Share

2

Suara derai tawa sepasang manusia mengusik Kania. Kepalanya pening sekali saat ia hendak membuka matanya. Kania mendapati dirinya tergeletak diatas kasur, ia lupa kapan ia tertidur. Jam berapa sekarang pikirnya. Apa ia baru saja tidur siang atau sesungguhnya sekarang sudah pagi. Ia mengingat ingat apa yang ia lakukan sebelum tidur. Tersadar apa yang sebelumnya terjadi, Kania melompat dari tempat tidur dan berlari keluar kamar mencari suaminya. Yang ia dapati justtu menyayat hatinya, Cakra sedang duduk berangkulan dengan wanita lain sembari tertawa menonton tv. Apa yang sedang dilakukan dua manusia hina ini membuat emosinya kembali membuncah. Kania melempar vas bunga yang berada di atas nakas.

Prang.

Denting pecahan kaca mengagetkan sepasang manusia dihadapannya.

"Apa kalian sudah gila?! Berani-beraninya kalian bermesraan dirumahku!" teriak Kania. Cakra dan Della yang mendengar amukan Kania terkejut namun tak jua bergeming. "Ngapain sih pake teriak-teriak begitu. Bikin kaget aja." celoteh Della. Cakra membetulkan posisi duduknya yang semula bersandar pada Della. "Nia, sini duduk dulu. Kita bicarakan ini baik-baik." Baik-baik katanya. Bagaimana bisa mas Cakra setenang itu berujar. Apa dia ga mikirin perasaanku sebagai istrinya. Kania hanya bisa berkeluh kesah dalam hatinya. Kania pun duduk di sebrang kedua insan yang tak punya hati itu.

"Sebelumnya mas minta maaf. Mas tahu mas salah dan mas harap kamu mau maafin mas." Kania menahan diri untuk tak menyela Cakra. Ia kngin mendengar penjelasan Cakra lebih dulu. "Jadi, apa yang tadi siang kamu dengar dari Della itu benar, mas sudah menjalin hubungan dengan Della dan sekarang Della sedang hamil anak mas." Tanpa terasa, airmata Kania menetes mendengaf penjelasan Cakra. Ternyata tak ada bedanya mendengar langsung dari mulut suaminya pun tetap menyakiti hatinya.

"Sudah berapa lama? Sudah berapa lama kamu bermain api dibelakangku mas?" Suara Kania bergetar.

"Setahun. Mas sudah berpacaran dengan Della selama setahun belakangan ini dan sekarang Della sedang hamil empat bulan." Setahun katanya? Satu tahun lalu, berarti saat ia mengalami keguguran dan saat itu pula ia memadu kasih dengan wanita lain. Gila.

Setahun yang lalu.

Kania hanya bisa menatap nanar saat melihat beberapa ibu hamil yang sedang berbincang saling bertanya tentang kehamilan mereka. Disisi sebelah kanannya, seorang pria membantu istrinya yang sedang hamil besar untuk duduk dan membuat nyaman sang istri. Beberapa anak kecil berlarian disepanjang lorong rumah sakit ibu dan anak tempat Kania berada saat ini.

Kania baru saja selesai konsultasi dengan dokter kandungan. Sesekali Kania memegang perutnya. Dirinya lagi lagi harus menghadapi kenyataan bahwa ia tak bisa mempertahankan kehamilannya. Kania baru saja mengalami keguguran untuk yang kedua kalinya. Sambil menunggu namanya dipanggil untuk penebusan obat, Kania mengirim pesan singkat kepada suaminya. 'Kamu bisa jemput aku di rumah sakit mas?'

"Atas nama Kania Prameswari." Mendengar namanya dipanggil Kania beranjak menuju apotek dan mengambil obat miliknya. Bersamaan dengan balasan pesan dari suaminya yang mengatakan bahwa ia tak bisa menjemputnya dengan alasan sedang sibuk. Terpaksa ia harus pulang menggunakan taksi.

Di dalam taksi Kania menangis sambil menatap kearah jalan. Ia tak ingin sang supir taksi kebingungan. Sesungguhnya ia dan suami sudah menanti buah hati ini sejak lama. Ia bahkan sudah berhati-hati apalagi sejak keguguran kehamilannya yang pertama. Namun tetap saja, malang tak dapat ditolak. Lagi-lagi si jabang bayi yang berusia tiga bulan tak mampu bertahan.

Di tempat lain, Cakra suami Kania sedang sibuk bersama dengan sekretarisnya. Namun bukannya sibuk bekerja melainkan sibuk bermesraan dengan Della, sekretarisnya yang baru.

"Ah, pak Cakra. Jangan ciumin Della terus. Nanti kalo ada yang masuk gimana?" Della bergelayut mesra di pangkuan bos nya sambil memainkan dasi berwarna merah milik Cakra. Sesekali ia naikkan rok ketat yang ia kenakan demi menggoda birahi atasannya itu. Bahkan kancing dua atas kemeja ia biarkan terbuka lebar menantang Cakra untuk menjamahnya. "Biarin aja, abisnya aku gemes banget sama kamu. Kamu wangi, aku suka." Cakra yang sedang dimabuk asmara tak peduli meski mereka saat ini sedang berada di kantor. Toh, di kantor ini ia CEO di perusahaan. Jadi kalo ada yang berani menegurnya, siap-siap saja akan ia pecat. Ia pun tak juga peduli meski istrinya dirumah sedang menangis pilu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status