Share

2

Penulis: princessa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-06 09:15:36

Suara derai tawa sepasang manusia mengusik Kania. Kepalanya pening sekali saat ia hendak membuka matanya. Kania mendapati dirinya tergeletak diatas kasur, ia lupa kapan ia tertidur. Jam berapa sekarang pikirnya. Apa ia baru saja tidur siang atau sesungguhnya sekarang sudah pagi. Ia mengingat ingat apa yang ia lakukan sebelum tidur. Tersadar apa yang sebelumnya terjadi, Kania melompat dari tempat tidur dan berlari keluar kamar mencari suaminya. Yang ia dapati justtu menyayat hatinya, Cakra sedang duduk berangkulan dengan wanita lain sembari tertawa menonton tv. Apa yang sedang dilakukan dua manusia hina ini membuat emosinya kembali membuncah. Kania melempar vas bunga yang berada di atas nakas.

Prang.

Denting pecahan kaca mengagetkan sepasang manusia dihadapannya.

"Apa kalian sudah gila?! Berani-beraninya kalian bermesraan dirumahku!" teriak Kania. Cakra dan Della yang mendengar amukan Kania terkejut namun tak jua bergeming. "Ngapain sih pake teriak-teriak begitu. Bikin kaget aja." celoteh Della. Cakra membetulkan posisi duduknya yang semula bersandar pada Della. "Nia, sini duduk dulu. Kita bicarakan ini baik-baik." Baik-baik katanya. Bagaimana bisa mas Cakra setenang itu berujar. Apa dia ga mikirin perasaanku sebagai istrinya. Kania hanya bisa berkeluh kesah dalam hatinya. Kania pun duduk di sebrang kedua insan yang tak punya hati itu.

"Sebelumnya mas minta maaf. Mas tahu mas salah dan mas harap kamu mau maafin mas." Kania menahan diri untuk tak menyela Cakra. Ia kngin mendengar penjelasan Cakra lebih dulu. "Jadi, apa yang tadi siang kamu dengar dari Della itu benar, mas sudah menjalin hubungan dengan Della dan sekarang Della sedang hamil anak mas." Tanpa terasa, airmata Kania menetes mendengaf penjelasan Cakra. Ternyata tak ada bedanya mendengar langsung dari mulut suaminya pun tetap menyakiti hatinya.

"Sudah berapa lama? Sudah berapa lama kamu bermain api dibelakangku mas?" Suara Kania bergetar.

"Setahun. Mas sudah berpacaran dengan Della selama setahun belakangan ini dan sekarang Della sedang hamil empat bulan." Setahun katanya? Satu tahun lalu, berarti saat ia mengalami keguguran dan saat itu pula ia memadu kasih dengan wanita lain. Gila.

Setahun yang lalu.

Kania hanya bisa menatap nanar saat melihat beberapa ibu hamil yang sedang berbincang saling bertanya tentang kehamilan mereka. Disisi sebelah kanannya, seorang pria membantu istrinya yang sedang hamil besar untuk duduk dan membuat nyaman sang istri. Beberapa anak kecil berlarian disepanjang lorong rumah sakit ibu dan anak tempat Kania berada saat ini.

Kania baru saja selesai konsultasi dengan dokter kandungan. Sesekali Kania memegang perutnya. Dirinya lagi lagi harus menghadapi kenyataan bahwa ia tak bisa mempertahankan kehamilannya. Kania baru saja mengalami keguguran untuk yang kedua kalinya. Sambil menunggu namanya dipanggil untuk penebusan obat, Kania mengirim pesan singkat kepada suaminya. 'Kamu bisa jemput aku di rumah sakit mas?'

"Atas nama Kania Prameswari." Mendengar namanya dipanggil Kania beranjak menuju apotek dan mengambil obat miliknya. Bersamaan dengan balasan pesan dari suaminya yang mengatakan bahwa ia tak bisa menjemputnya dengan alasan sedang sibuk. Terpaksa ia harus pulang menggunakan taksi.

Di dalam taksi Kania menangis sambil menatap kearah jalan. Ia tak ingin sang supir taksi kebingungan. Sesungguhnya ia dan suami sudah menanti buah hati ini sejak lama. Ia bahkan sudah berhati-hati apalagi sejak keguguran kehamilannya yang pertama. Namun tetap saja, malang tak dapat ditolak. Lagi-lagi si jabang bayi yang berusia tiga bulan tak mampu bertahan.

Di tempat lain, Cakra suami Kania sedang sibuk bersama dengan sekretarisnya. Namun bukannya sibuk bekerja melainkan sibuk bermesraan dengan Della, sekretarisnya yang baru.

"Ah, pak Cakra. Jangan ciumin Della terus. Nanti kalo ada yang masuk gimana?" Della bergelayut mesra di pangkuan bos nya sambil memainkan dasi berwarna merah milik Cakra. Sesekali ia naikkan rok ketat yang ia kenakan demi menggoda birahi atasannya itu. Bahkan kancing dua atas kemeja ia biarkan terbuka lebar menantang Cakra untuk menjamahnya. "Biarin aja, abisnya aku gemes banget sama kamu. Kamu wangi, aku suka." Cakra yang sedang dimabuk asmara tak peduli meski mereka saat ini sedang berada di kantor. Toh, di kantor ini ia CEO di perusahaan. Jadi kalo ada yang berani menegurnya, siap-siap saja akan ia pecat. Ia pun tak juga peduli meski istrinya dirumah sedang menangis pilu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Perjalanan Waktu Istri Terzalimi   22

    Kania tersentak mendapati Cakra berada di dalam kamarnya. Berdiri mematung didepan pintu menatap dirinya yang sedang tertidur lelap. Entah sudah berapa lama Cakra dalam posisi seperti itu.Baru kemarin Cakra kembali dari bulan madu bersama Della. Tak ada yang aneh padahal saat ia kembali. Bahkan Cakra membawakan oleh-oleh untuk dirinya berupa scarf berwarna merah muda dengan ornamen kupu-kupu kecil nan indah. Tapi tak tahu mengapa kini aura yang terasa dikamarnya menjadi kelam. "Mas?"Cakra tak menjawab. Sorot matanya yang tajam dengan rahang mengeras menandakan ia sedang emosi. Kania tak mampu bergerak, takut takut Cakra malah menumpahkan emosi pada dirinya. Entah kali ini apa yang ia kesalkan. Apa mungkin kejadian tempo hari kala ia mencoba kabur? Mungkinkah ayah Della mengatakan sesuatu? atau mungkin salah satu penjaga yang melaporkannya. "Mas, ada apa?" tanya Kania dengan nada yang sedikit ketakutan. Lagi-lagi Cakra tak menjawab pertanyaannya. Namun Cakra berjalan perlahan men

  • Perjalanan Waktu Istri Terzalimi   21

    Kania mengendap-endap berjalan kearah luar setelah berhasil melompat turun dari balkon. Tadi sore Kania menemukan sebungkus obat flu yang menyebabkan kantuk. Berhubung Cakra dan Della tak ada, ibu Della yang seharusnya menyiapkan makanan untuk para penjaga, menyerahkan tugas itu kepada Kania. Tentu saja Kania memanfaatkan kemalasan ibu Della ini dengan mencampurkan obat flu rersebut kedalam makanan mereka. Berharap efek samping yang tertulis pada bungkus obat itu manjur. Pukul sepuluh malam waktu saat ini, Kania sudah mengawasi sejak tadi dan tak ada penjaga yang biasanya berkeliling rumah. Sepertinya efek kantuk dari obat itu berhasil. Kania pun sudah berhasil turun dari balkon menggunakan sprei yang ia buat seperti tali untuk turun dari balkon. Taman samping sudah berhasil ia lewati, saatnya melompat pagar dengan perlahan. Grep. Baru saja Kania hendak memijakkan kakinya ke pagar, tiba tiba bahunya ditahan dari belakang. Kania terkejut bukan main. Apakah ia ketahuan? "Mau kemana

  • Perjalanan Waktu Istri Terzalimi   20

    Della sedang merengek pada Cakra di meja makan ketika Kania keluar dari dapur. Tak tahu apa yang sedang dikeluhkan Della kali ini, Kania tak mau ambil pusing. Ia sibuk mempersiapkan sarapan sebelum Cakra marah marah nantinya."Ayolah mas. mumpung aku belum lahiran lho ini. Kamu kan janji waktu itu mau ajak aku bulan madu ke Maldives." rengek Della. Oh, rupanya Della meminta bulan madu rupanya.Kania jadi teringat bulan madu dirinya dengan Cakra dulu. Tak jauh jauh, Bali tempat wisata bulan madu mereka. Karena saat itu Kania dan Cakra memang tak ingin berlama lama mengambil cuti jadi pilihannya memang hanya daerah yang dekat dekat saja."Justru karena kamu sedang hamil besar begini, nanti kalo ada apa apa gimana? usia kandungan kamu sudah tujuh bulan, sebentar lagi mau lahiran. Nanti aja kalau anak kita sudah lahir baru kita pergi bulan madu."ucap Cakra.Della merengut kesal. Padahal setelah mereka menikah, mereka justru tak ada waktu berduaan. Cakra terus saja sibuk bekerja ditambah m

  • Perjalanan Waktu Istri Terzalimi   19

    "Sudah kubilang, aku haya ingin kita menjalani rumah tangga kita dengan tenang, kenapa kau malah ingin merusak ketenangan ini?!" Cakra membentak Kania didalam kamarnya sesaat setelah tante Ratna pergi dari rumah mereka. Cakra merasa kesal dengan reaksi Kania saat tante Ratna datang tadi."Ta-tapi aku cuma ingin menjenguk Bianca mas." ujar Kania. Meski tahu itu cuma alasan yang dibuat buat namun Kania tak ingin Cakra kesal jika ia mengatakan ingin pergi dari rumah. "Persetan dengan alasan itu! kau pikir aku bodoh?! wanita sialan itu, kau yang memanggilnya kan?! JAWAB!" Kania tersentak dibentak Cakra tiba tiba seperti itu. Kania bingung darimana pemikiran Cakra bahwa dirinya yang menghubungi tante Ratna. Sedangkan ponsel saja ia tak punya dan telepon rumah sudah diputus oleh suaminya di hari kedatangan Della kerjmah mereka. Jadi bagaimana bisa ia dituduh seperti itu."Sumpah mas,bukan aku. Hapeku saja ga ada, gimana aku hubungi tante Ratna?" Kania mencoba menjelaskan dengan selembut mun

  • Perjalanan Waktu Istri Terzalimi   18

    Kania menatap semburat langit sore yang berwarna jingga. Matahari sebentar lagi akan bersembunyi dan tugasnya digantikan sang bulan. Sambil menggenggam sapu di tangan kanannya, Kania menghela nafas dalam dalam. Entah sudah berapa minggu dirinya tak keluar rumah, ia tak tahu bahkan malas untuk menghitungnya. Keadaan masih tetap sama, dirinya masih menjadi pembantu dirumahnya sendiri. Ia sudah terlalu lelah menghadapi Cakra yangnsering kali marah jika ia meminta sesuatu. Karenanya ia jalani saja tugasnya ini.Tentang keinginannya untuk kabur masih tetap ada. Beberapa kali ia mencoba keluar namun sepertinya penjagaan dirumah lebih diperketat sejak kejadian ia mencoba kabur tempo lalu. Apalagi kini orangtua Della juga berada dirumah otomatis lebih banyak mata dan telinga yang kerap mengawasinya.Seperti waktu kemarin saat ia mengendap endap berusaha kabur saat penjaga gerbang ketiduran, ibu Della yang melihatnya langsung membangunkan satpam dan menggagalkan rencananya.Saat sedang meratap

  • Perjalanan Waktu Istri Terzalimi   17

    Kania sedang membersihkan dapur sehabis memasak untuk makan malam saat seorang pria paruh baya menghampiri dirinya. Dengan tatapan matanya yang terlihat memiliki niat tertentu ke arahnya membuat Kania risih. Selama menjadi istri Cakra, Kania berusaha menghindari sebisa mungkin interaksi dengan lawan jenis. Karena itu ia merasa terganggu saat ada seorang pria yang menatao dirinya dengan intens."Ada perlu apa?" Jengah ditatap sedemikian rupa membuat Kania memberanikan diri menegur lelaki bertubuh gempal tersebut. Yang ditanya hanya tersenyum dengan senyuman yang justru membuat Kania semakin terganggu. "Apa kau pekerja disini?" tanya pria paruh baya itu. "Bukan." Jawab Kania dengan tegas dan singkat kemudian ia segera buru buru pergi daripada terus meladeni pertanyaan pria tersebut.Namun Kania belum bisa bernafas lega karena Kania merasa pria tersebut mengikutinya. "Tunggu dulu, saya belum selesai bicara." ucap pria itu sambil terus mengikuti Kania. Melihat gelagat pria tersebut Kania

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status