Suara derai tawa sepasang manusia mengusik Kania. Kepalanya pening sekali saat ia hendak membuka matanya. Kania mendapati dirinya tergeletak diatas kasur, ia lupa kapan ia tertidur. Jam berapa sekarang pikirnya. Apa ia baru saja tidur siang atau sesungguhnya sekarang sudah pagi. Ia mengingat ingat apa yang ia lakukan sebelum tidur. Tersadar apa yang sebelumnya terjadi, Kania melompat dari tempat tidur dan berlari keluar kamar mencari suaminya. Yang ia dapati justtu menyayat hatinya, Cakra sedang duduk berangkulan dengan wanita lain sembari tertawa menonton tv. Apa yang sedang dilakukan dua manusia hina ini membuat emosinya kembali membuncah. Kania melempar vas bunga yang berada di atas nakas.
Prang.Denting pecahan kaca mengagetkan sepasang manusia dihadapannya."Apa kalian sudah gila?! Berani-beraninya kalian bermesraan dirumahku!" teriak Kania. Cakra dan Della yang mendengar amukan Kania terkejut namun tak jua bergeming. "Ngapain sih pake teriak-teriak begitu. Bikin kaget aja." celoteh Della. Cakra membetulkan posisi duduknya yang semula bersandar pada Della. "Nia, sini duduk dulu. Kita bicarakan ini baik-baik." Baik-baik katanya. Bagaimana bisa mas Cakra setenang itu berujar. Apa dia ga mikirin perasaanku sebagai istrinya. Kania hanya bisa berkeluh kesah dalam hatinya. Kania pun duduk di sebrang kedua insan yang tak punya hati itu."Sebelumnya mas minta maaf. Mas tahu mas salah dan mas harap kamu mau maafin mas." Kania menahan diri untuk tak menyela Cakra. Ia kngin mendengar penjelasan Cakra lebih dulu. "Jadi, apa yang tadi siang kamu dengar dari Della itu benar, mas sudah menjalin hubungan dengan Della dan sekarang Della sedang hamil anak mas." Tanpa terasa, airmata Kania menetes mendengaf penjelasan Cakra. Ternyata tak ada bedanya mendengar langsung dari mulut suaminya pun tetap menyakiti hatinya."Sudah berapa lama? Sudah berapa lama kamu bermain api dibelakangku mas?" Suara Kania bergetar."Setahun. Mas sudah berpacaran dengan Della selama setahun belakangan ini dan sekarang Della sedang hamil empat bulan." Setahun katanya? Satu tahun lalu, berarti saat ia mengalami keguguran dan saat itu pula ia memadu kasih dengan wanita lain. Gila.Setahun yang lalu.Kania hanya bisa menatap nanar saat melihat beberapa ibu hamil yang sedang berbincang saling bertanya tentang kehamilan mereka. Disisi sebelah kanannya, seorang pria membantu istrinya yang sedang hamil besar untuk duduk dan membuat nyaman sang istri. Beberapa anak kecil berlarian disepanjang lorong rumah sakit ibu dan anak tempat Kania berada saat ini.Kania baru saja selesai konsultasi dengan dokter kandungan. Sesekali Kania memegang perutnya. Dirinya lagi lagi harus menghadapi kenyataan bahwa ia tak bisa mempertahankan kehamilannya. Kania baru saja mengalami keguguran untuk yang kedua kalinya. Sambil menunggu namanya dipanggil untuk penebusan obat, Kania mengirim pesan singkat kepada suaminya. 'Kamu bisa jemput aku di rumah sakit mas?'"Atas nama Kania Prameswari." Mendengar namanya dipanggil Kania beranjak menuju apotek dan mengambil obat miliknya. Bersamaan dengan balasan pesan dari suaminya yang mengatakan bahwa ia tak bisa menjemputnya dengan alasan sedang sibuk. Terpaksa ia harus pulang menggunakan taksi.Di dalam taksi Kania menangis sambil menatap kearah jalan. Ia tak ingin sang supir taksi kebingungan. Sesungguhnya ia dan suami sudah menanti buah hati ini sejak lama. Ia bahkan sudah berhati-hati apalagi sejak keguguran kehamilannya yang pertama. Namun tetap saja, malang tak dapat ditolak. Lagi-lagi si jabang bayi yang berusia tiga bulan tak mampu bertahan.Di tempat lain, Cakra suami Kania sedang sibuk bersama dengan sekretarisnya. Namun bukannya sibuk bekerja melainkan sibuk bermesraan dengan Della, sekretarisnya yang baru."Ah, pak Cakra. Jangan ciumin Della terus. Nanti kalo ada yang masuk gimana?" Della bergelayut mesra di pangkuan bos nya sambil memainkan dasi berwarna merah milik Cakra. Sesekali ia naikkan rok ketat yang ia kenakan demi menggoda birahi atasannya itu. Bahkan kancing dua atas kemeja ia biarkan terbuka lebar menantang Cakra untuk menjamahnya. "Biarin aja, abisnya aku gemes banget sama kamu. Kamu wangi, aku suka." Cakra yang sedang dimabuk asmara tak peduli meski mereka saat ini sedang berada di kantor. Toh, di kantor ini ia CEO di perusahaan. Jadi kalo ada yang berani menegurnya, siap-siap saja akan ia pecat. Ia pun tak juga peduli meski istrinya dirumah sedang menangis pilu."Ceraikan aku." Kania berujar dengan tegas setelah mendengar penuturan Cakra bahwa ia sudah berpacaran dengan Della selama setahun. Ingatannya akan rasa sakit kala ia keguguran sementara suaminya bersenang senang dengan wanita lain membulatkan tekadnya untuk berpisah. Lagipula wanita mana yang rela dimadu. Perpisahan satu satunya jalan yang terbaik untuk dirinya.Cakra menghampiri Kania yang duduk di sisi ranjang. "Nia, maafkan mas. Mas ga bisa menceraikanmu. Mas sayang sama kamu. Tapi kamu harus ngerti, gimanapun mas harus tanghung jawab sama Della." ucapan lembut Cakra tak membuat Kania tersentuh. "Harusnya mas berpikir seribu kali sebelum mas berselingkuh. Mas sudah menodai pernikahan kita. Mas tega mengkhianati aku. Ngga mas, aku ga bisa. Aku tetap ingin bercerai."Cakra mulai memutar otak mencari cara supaya Kania mau memaafkan dirinya. Dia tak bisa bercerai dengan Kania. Seluruh aset dan harta yang ada, semuanya atas nama Kania. Ya, wanita itu begitu pintar sehingga saat awal pe
Della merasa bosan berada didalam kamar yang ukurannya tak lebih besar dari kamar kos miliknya. Ruangan yang hanya terdiri dari ranjang berukuran queen size dengan dua buah nakas disisinya serta sebuah lemari dua pintu itu memang sedianya hanyalah sebuah kamar tamu yang berada dilantai dua didalam rumah mewah ini. Sambil mengoyang-goyangkan kakinya, ia duduk di pinggir ranjang memainkan ponsel keluaran terbaru miliknya yang baru saja dibelikan oleh Cakra seminggu yang lalu. Meski matanya tertuju pada ponsel pintar itu namun dalam hatinya ia menggerutu kesal menunggu Cakra yang tak kunjung datang. Beruntung masa masa morning sickness yang biasa diderita ibu hamil sudah ia lewati. Setidaknya ia tak kesulitan melewati pagi ini seorang diri.Sepuluh menit berlalu, suara derit pintu membuatnya mengalihkan pandangan dari ponselnya."Maaf ya sayang, kamu lama nunggu ya?" Lelaki berbadan tegap dengan paras rupawan itu menghampirinya dan memeluknya sambil bergelut manja di bahunya. "Mas Cakra n
Kania berteriak sekuat tenaga sambil menggedor pintu meminta tolong. Ia berharap suaminya ataupun bi Imas, asisten rumah tangganya mendengar dan membukakan pintu. Namun sudah hampir sejam tak jua membuahkan hasil.Kania yang terbangun dengan sakit kepala yang hebat mendapati dirinya berada dikamar tamu yang berada terpisah dari rumah utama. Kamar tamu itu dipisahkan dari rumah utama dengan pemisah berupa sebuah taman kecil dengan kolam ikan dan air terjun kecil yang gemericik disisinya. Kamar tersebut berupa paviliun kecil yang dulu ia bangun untuk saudaranya jika ada yang ingin menginap dirumahnya. Paviliun kecil yang berupa kamar tidur dengan kamar mandi didalamnya dan sebuah teras kecil diluar. Kamar yang hampir tak pernah digunakan itu tiba tiba saja menjadi kurungan baginya. Entah sudah berapa lama ia tertidur atau mungkin lebih tepatnya pingsan. Jam di dinding menujukkan pukul dua dan dari cahaya jendela ia bisa memastika bahwa sekarang pukul dua siang. Namun ia tak yakin apakah
Kania merasakan ada pergerakan asing disamping tubuhnya. Ia membuka matanya secara perlahan dan mendapati suaminya berbaring disampingnya. Entah Cakra tertidur atau tidak namun suaminya itu menutul matanya. Menyadari adanya kesempatan untuk kabur, Kania perlahan mencoba bangun."Mau kemana?" Suara berat Cakra mengagetkannya, ternyata Cakra tidak tidur. "Percuma, pintunya dikunci dan diluar juga ada penjaga."Ucapnya lagi. Kania pun mengurungkan niatnya sambil terus memikirkan cara membujuk Cakra agar melepaskannya. Saat Kania terdiam, Cakra menarik tubuh Kania kedalam pelukannya. Kania tak memberontak pun tak berkata apa-apa. Entah sejak kapan Cakra berada dikamarnya, namun Cakra masih memakai pakaian kerjanya. Apa sejak semalam Cakra berada dikamarnya?Cakra menangkup kedua pipi Kania dan menatap mata Kania."Aku kangen. Kita udahan ya berantemnya. Kamu mau nurut kan sama aku." Ucap Cakra tanpa memgalihkan pandangan matanya dari Kania. Hampir saja Kania terlena akan ucapan Cakra, namun
"Saya terima nikah dan kawinnya Della Puspitasari binti Hariyadi dengan mas kawin seratus gram emas dibayar tunai." Cakra mengucap ijab kabul dengan lantang dan lancar diikuti ucapan sah dari sang penghulu. Della tersenyum lebar meski tak banyak tamu undangan yang hadir. Hanya kedua orangtuanya dan orangtua Cakra serta beberapa kerabat dan teman Della. Acara pernikahan dilangsungkan dirumah Cakra. Meski sederhana namun gaun yang dipakai Della harganya mencapai puluhan juta. Belum lagi makanan yang dihidangkan, berdasarkan keinginan Della yang serba mewah Cakra memesan katering dari restoran bintang lima. Della tersenyum bahagia melihat keinginannya dipenuhi oleh Cakra. Meski nikah siri dan tak banyak tamu undangan, namun acara pernikahan ini sudah selayaknya pernikahan impian Della. Orangtua Della pun sama seperti dirinya bahagia melihat kemewahan yang didapat anak perempuannya. Tak hanya Della, mereka pun kecipratan segala kemewahan yang diberikan oleh Cakra. Kemarin setelah Della me
Della sedang bersantai duduk di depan televisi sambil makan buah-buahan ketika suara ketukan pintu terdengar. Dengan enggan ia berteriak memanggil Imas yang nampaknya tak mendengar. 'Dasar pembantu bodoh, lagi ngapain sih. Lagian siapa sih yang datang siang siang gini, ganggu orang aja.' gerutunya dalam hati. Dengan langkah yang lesu bak orang yang sedang sakit, Della terpaksa membuka pintu karena Imas yang tak kunjung datang dan ketukan pintu yang tak jua berhenti."Lama amat sih bukain pintunya." Begitu pintu terbuka Della langsung dihujani ocehan oleh seorang wanita paruh baya yang memiliki paras yang mirip dengan Cakra. "Eh mama, maaf mah ga tau nih si Imas kemana udah dipanggilin dari tadi ga nyahut nyahut. Males banget dia sekarang." ujar Della seolah olah Imas tak becus bekerja meski sejak tadi ia sudah bolak balik meladeni Della. Padahal jelas jelas barusan Imas ia suruh pergi membeli jajanan di ujung jalan.Bu Harti, ibu Cakra, berjalan masuk tak mengindahkan segala ucapan De
Kania meratapi nasibnya yang terkurung di dalam kamar kini. Hari harinya hanyalah menangis, meratapi nasib dan memutar otak mencari cara agar bisa lolos dari sini. Apalagi setelah tiga hari yang lalu ketika sang mertua datang namun ia tak dihiraukan membuat tekadnya untuk pergi dari sini semakin besar. Ibu mertua yang sudah ia anggap bagai ibunya sendiri ternyata tak memperdulikannya. Ia malah mendukung tindakan anak lelakinya itu. Padahal ia sama sama perempuan. Ia harusnya membantu dirinya dan menasehati anaknya agar tak memilih jalan yang salah.Bukannya ia tak mencoba kabur. Sejak kemarin ia sudah berusaha mencari celah yang memungkinkan dirinya bisa keluar. Ia sudah coba mengutak-atik jendela namun teralis yang baru dipasang itu memang masih terpasang kokoh. Plafon di kamar dan kamar mandinya pun juga sama. Tak bisa digunakan untuk kabur. Satu satunya cara agar ia bisa keluar hanyalah dari pintu yang digembok dari luar.Cara seperti membujuk dan menawarkan kesepakatan pada penjag
"MAU KABUR KEMANA HAH?!"Kania dan bi Imas kaget setengah mati mendengar suara teriakan Cakra. Terlebih Kania yang rambutnya dijambak saat sedang ingin merangkak keluar. Sambil berteriak kesakitan, Kania mencoba melepaskan cengkeraman tangan Cakra pada rambut Kania. Bi Imas yang melihat itu pun refleks berusaha menolong Kania. Namun kekuatan laki laki berusia 38 tahun itu lebih kuat dibandingkan keduanya. "Mas, ampun mas. Mas, lepasin aku!!" Cakra tak menggubris jeritan Kania. Bahkan bi Imas pun didorong hingga jatuh oleh Cakra. Diseretnya Kania hingga ke kamar kurungan yang sebelumnya berhasil ia lalui. Penjaga yang tertidur masih tergeletak didepan kamarnya. Jerit tangis Kania menghiasi seluruh ruangan. Karena rumah mereka yang besar dan luas, ia yakin suaranya takkan terdengar oleh tetangga mereka."DIAM!!" Cakra membentak Kania sambil menampar kedua pipi Kania berulang kali. Entah setan mana yang merasuki tubuh Cakra yang membuat dirinya gelap mata. Sambil menahan sakit Kania ter