Share

4. Rumah yang Aneh

Penulis: Nanda Safitri
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-21 12:09:19

Keheningan malam sukses membuat rumah yang jauh dari keramaian, menjadi sangat mencekam. Rumah besar tersebut di kelilingi kolam ikan yang sangat tidak terurus, hingga menghasilkan bau yang membuat hidung tidak nyaman.

Samentha, nyonya besar yang memegang semua kendali di rumah itu, berdiri di tepi kolam. “Keberanian apa yang merasukimu, hingga bisa membawa cucuku kabur?”

Deg

Satu pertanyaan yang sukses membuat Anna terpaku. Dia tidak mampu menjawab, dan tubuhnya begitu gemetar. Anna berdiri di antara dua pria yang baru saja ditemuinya dan menyeretnya ke rumah besar tak terurus tersebut. Padahal pemiliknya memiliki asisten rumah tangga, namun tetap saja rumah tersebut kotor dan berantakan.

Entah apa yang dipikirkan nenek tua itu. Sepertinya yang berguna di rumah tersebut hanyalah para bodyguardnya.

“Kenapa kamu diam? Ayo jawab pertanyaan saya!” serunya sedikit keras. Samentha yang awalnya berdiri membelakangi Anna pun berbalik, dia berjalan perlahan mendekati gadis tersebut.

Dengan gemetar Anna pun membuka mulut. “Maafkan aku, aku benar-benar tidak sengaja,” ujarnya lirih.

Samentha tersenyum miring. “Kamu mau membodohiku? Jangan sok polos di depanku!” serunya lantang.

Bahu Anna terangkat, matanya membelalak, alis gadis itu pun melengkung lebih tinggi. “Aku tidak bohong, tolong jangan sakiti aku!” pintanya dengan bibir yang begitu gemetar.

Tiba-tiba, Reihan datang. Pria itu berlari menghampiri sang nenek. Dengan terengah-engah dia berkata, “Kenapa nenek selalu mencampuri hidup Reihan?” tanyanya setelah berhenti persis di depan Samentha.

Anna yang mendengar pria tersebut memanggil dirinya sebagai Reihan pun akhirnya mengetahui nama pria itu. Pria yang telah berbaik hati memberikannya makan.

Oh jadi namanya Reihan, ucap Anna dalam hati. Anna tidak pernah menyangka akan di pertemukan dengan pria seperti Reihan. Akan sangat tidak baik jika pertemuan ini terus berlanjut, karena sepertinya hidup Reihan juga sedang tidak baik-baik saja.

“Aku tidak tau gadis itu siapa. Yang pasti dia tidak ada maksud jahat kepadaku, Nek!” jelas Reihan.

“Apa kamu lupa dengan aturan yang sudah Nenek tetapkan untukmu, Amor?” tanya Samentha tegas.

“Nenek tidak berhak mengaturku! Dan segera lepaskan gadis tidak bersalah itu!” kekeh Reihan.

“Iya, Nek, tolong lepaskan aku! Aku tidak kenal dengan Reihan. Dia hanya orang asing yang telah menuduhku sebagai penguntit,” sambar Anna polos.

Sontak semua mata tertuju pada Anna. Berani-beraninya gadis itu memotong pembicaraan antara nenek dan cucunya tersebut.

Tongkat pun melayang. “Aku tidak suka jika ada yang memotong pembicaraanku ketika aku sedang berbincang!” teriak sang nenek dengan mata nyalang.

Arghhh!

Brakk!! Tongkat itu menabrak dinding persis di belakang Anna. Untunglah Anna mampu menghindar. Kalau tidak, kepalanya bisa bocor seperti salah satu bodyguard yang sempat terkena tongkat kematian sang nenek.

“Nenek!” seru Reihan lantang.

“Kenapa sikap nenek begitu anarkis? Sampai aku tidak dapat mengenal nenekku yang dulu. Aku kecewa, aku ingin bertemu dengan nenekku yang dulu,” ujar Reihan lirih. Tak terasa air mata pria itu pun mengalir.

Samentha terdiam. Dia berjalan terbata-bata dan masuk ke dalam rumah tanpa tongkat yang selalu menemaninya kemana pun dia pergi.

Reihan menoleh ke belakang. Menatap Anna yang terlihat sangat lemah. Bentakan nenek sukses membuat Anna linglung. Seakan ada sesuatu yang kembali merasuki hati kecil yang dibuat khusus untuk menampung semua kesedihannya.

Tangan Reihan melambai, memberi isyarat agar dua budak neneknya itu pergi. Setelah semua pergi dan hanya tersisa mereka berdua, Reihan berjalan perlahan menghampiri Anna.

Dia berhenti tepat di hadapan gadis tersebut. “Hei siapa namamu?” tanyanya serius.

Anna mengangkat kepalanya yang sedari tadi tertunduk lesu. Mata gadis itu sayu, bibirnya mencebik. Rasanya Anna ingin menangis sekeras yang dia bisa. "Anna," jawabnya.

“Maaf! Aku membuat nenekmu marah,” ujar Anna pelan.

Reihan menghela napas pelan. Dia menarik Anna dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Mereka berdua berjalan beriringan. Tangan gadis itu pun tidak dilepas, entah Reihan lupa atau memang sengaja ingin memeganginya. Mereka pun sampai di satu ruangan berukuran sedang.

Ceklek!

Pintu terbuka, hal pertama yang dilihat oleh Anna adalah warna dinding Berwarna merah menyala dengan jendela berwarna biru tua, ditambah pintu berwarna kuning. Semua saling bertabrakan tanpa harmoni sama sekali.

“Ini tempat apa?” tanya Anna polos.

“Beristirahatlah di sini dulu. Sekarang sudah larut, sangat bahaya untuk pulang,” ucap Reihan lembut.

Anna mengangguk paham. Rupanya itu adalah ruangan untuk dirinya beristirahat. Anna juga sudah merasa sangat lelah. Betisnya terasa sangat besar karena sudah berjalan cukup jauh hingga larut malam.

….

“Mana nenek?” tanya Reihan pada salah satu asisten di rumahnya.

“Nenek baru saja masuk ke dalam kamar, Tuan,” jawab salah seorang yang ada di sana.

Reihan mengangguk paham. Dia berjalan ke belakang rumah. Di tepi kolam dia duduk sendiri sembari menikmati rokok dan kopi yang dia buat sendiri.

“Ini ulahmu tua bangka. Jangan harap kamu akan hidup dengan tenang! Aku akan mengejarmu walau ke ujung dunia sekali pun,” ucap Reihan dengan raut wajah penuh emosi.

Sementara itu, di sisi lain, Anna tidak bisa tertidur sama sekali. Dia masih terngiang-ngiang dengan kejadian yang menimpanya baru saja. Gadis itu terus menatap pintu kamar yang tertutup. Anna sangat takut kalau tiba-tiba nenek Reihan datang menghampirinya.

Tap!

Tap!

Tap!

Terdengar suara kaki yang berjalan pelan di depan ruang tempat Anna beristirahat. Anna yang memang belum tidur pun sontak dibuat kaget oleh langkah kaki misterius tersebut.

Langkah kaki semakin dekat. Bahkan suaranya tidak hilang, seperti orangnya hanya mondar-mandir di depan kamar yang ditempati oleh Anna.

Anna terus merapalkan doa. Berharap Tuhan akan menolongnya. Atau setidaknya rasa kantuk datang dan dia dapat tertidur secepat mungkin.

Namun, doanya tak kunjung dikabulkan. Bahkan mata Anna semakin menyalang. Dia tidak mengantuk sama sekali.

“Tuhan, aku tidak ingin mati sekarang,” seru Anna lirih

Suara langkah kaki tersebut semakin cepat. Bahkan sekarang Anna makin dibuat gemetar oleh gagang pintu yang bergerak naik turun. Sepertinya orang tersebut ingin masuk ke dalam ruangan tersebut. Untunglah Anna mengunci kamar itu dari dalam.

“Aku tidak suka tempat ini!” serunya.

Sudah beberapa menit berlalu. Namun, orang misterius itu masih berusaha masuk ke dalam ruangan tersebut. Tidak ada suara orang sama sekali. Hanya ada ketukan yang semakin lama makin menuntut pada pintu.

Anna memutuskan untuk tidur walau susah. Dia menutup seluruh tubuhnya menggunakan kain untuk menghilangkan rasa takutnya.

“Jangan menganggu gadis itu!” terdengar seorang pria berteriak dari luar ruangan. Sementara, Anna sudah tertidur pulas. Entah sejak kapan dia tertidur. Namun, hal itu jauh lebih baik dibanding terbaring dengan rasa takut.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   54. Dunia Tak Seindah Yang Kita Bayangkan

    “Pokoknya Anna harus ikut bersamaku!”“Tidak bisa! Aku yang pertama kali menolongnya. Akulah yang berhak memiliki Anna.”“Emangnya kau siapa? Aku adalah calon suaminya.”“Jangan menghayal! Akulah calon suami Anna!”Anna tertarik ke sana-kemari. Kedua tangannya terasa ingin lepas. Entah apa yang dipikirkan pria itu, hingga memperlakukan Anna sedemikian rupa.“Berhenti! Kenapa kalian malah menarikku. Bukannya kalian sedang membahas neneknya Reihan?”“Nenek Reihan? Siapa dia?” tanya Regal yang berdiri tak jauh dari Anna.Anna berdiri murung, kedua tangannya dipegangi dan tak ada yang menariknya sama sekali.Regal maju beberapa langkah, dia memerintahkan kedua perawat yang sedang memegangi Anna untuk melepaskannya. “Anna … siapa yang kamu maksud neneknya Reihan?” tanya Regal penuh kelembutan.Anna membelalak, kenapa tiba-tiba Regal ada di tempat ini juga? “Regal?” tanyanya.Regal mengangguk, dia sedikit merapikan seragamnya yang berwarna putih. “Iya, aku Regal,” ujarnya sembari mengangguk

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   53. Fakta Beruntun Untuk Reihan

    Angin sepoi menyapu wajah Reihan, namun rasanya seperti ditampar bebatuan kecil. Begitu banyak fakta tak masuk akal yang harus dia terima dengan logika. “Kamu jangan asal bicara! Aku sangat mengenal sahabatku.”Ronald tertawa, wajahnya terlihat begitu tenang, tak ada raut kebohongan sama sekali. “Aku akan membongkar semuanya di sini, hingga akhirnya kamu akan tahu, dunia sekitarmu tak berjalan seperti yang kamu lihat.”Anna melongo, sebenarnya apa yang dimaksud oleh Ronald. Pria itu bahkan terlihat sangat membenci Reihan, padahal dia bekerja dengan Samentha yang notabennya adalah nenek dari Reihan. “Sebenarnya kamu ini mendukung siapa?” tanya Anna keheranan.Reihan dan Ronald menoleh pada Anna yang duduk tidak jauh dari mereka. “Aku tidak mendukung siapa-siapa, aku mendukung diriku sendiri.”“Lalu, kenapa kamu bekerja dengan neneknya Reihan?” tanya Anna kemudian. Matanya menatap Reihan sekilas, lalu berbalik melirik Ronald.

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   52. Sungguh Tidak Disangka

    Suasana romantis kini langsung berubah dramatis. Pria yang berdiri tiba-tiba yang bertanggung jawab atas perubahan suasana itu. Reihan menolehkan kepala ke belakang. Matanya langsung nyalang kala wajah pria itu masuk retina matanya. “Dari mana kau tau kami ada di sini?” Rahang pria itu menggertak.“Jika aku tak tau, nenekmu mungkin tak akan mengangkatku jadi detektif untuk memata-mataimu, Amor!” Ronald menyeringai, alisnya dinaik-turunkan seakan mengejek pria itu.“Apa yang kau inginkan, hah?” Nada Reihan kian lantang. Sementara, Anna hanya melongo tak tahu harus membela siapa.“Aku ingin kau kembalikan kalung Anna. Aku tahu kembaran kalung Itu berada di tangan kembaran Andreas.” Deg!Jadi, yang dilihat oleh Reihan benar adanya. Tapi, itu bukanlah Andreas sang sahabat, melainkan kembarannya. “Dari mana kau tahu, ha? Kamu jangan coba-coba membohongiku!”Berbeda dengan Reihan yang terlihat sangat marah. Anna justru

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   51. Apa Renata Sudah Sembuh?

    Sudah beberapa minggu lebih Renata ditahan di kamar sendirian. Akhirnya, dia bisa membobol pintu menggunakan alat seadanya. Hingga, sekarang wanita itu berdiri di ambang pintu, mendengar fakta pahit yang keluar dari mulut Ronald.“Kenapa anakku menikah tanpa sepengetahuanku?” Manik indah Renata menoleh pada Samentha yang sedari tadi juga menatapnya.“Dari kapan kamu berdiri di sana?” tanyanya lembut. Dia berjalan perlahan menghampiri sang menantu dan langsung memeluknya erat.Renata menepis pelukan itu. “Sudah, Bu! Jangan berpura-pura baik. Ibu selalu mengekang anakku, kan? Aku mengetahuinya, Bu!” Perubahan apa yang sedang ditunjukkan Renata saat ini? Apa wanita itu sudah berangsur membaik? “Sayang! Kamu sudah sehat?” Manik Samentha berkaca-kaca, dia kembali memeluk mantu kesayangannya itu.Pelukan tersebut, kembali ditepis. Samentha bahkan hampir terjatuh karna terhuyung ke belakang lumayan kencang. Untung Ronald sigap menangkap tubuh n

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   50. Kelakuan Random Reihan

    Burung-burung berkicau, angin menggerakkan pohon rindang. Aroma tanah basah menyeruak di mana-mana. Kini, Anna, gadis itu tengah duduk di tengah gubuk tua beralaskan tanah. Entah ke mana pikiran pria itu. Sungguh gila, tak masuk logika.“Anna, ini kayu bakarnya!” Reihan berlari masuk ke dalam. Tangannya mengenggam ranting kayu basah. Anna menghela napas jengah, penampilan pria itu tak ubahnya seperti gombal. Tapi, apa? Dia hanya membawa lima ranting kayu, dan itu pun kayu yang basah. “Pakai logika kalau mau melakukan apa-apa, Rei!” Reihan melongo, dia menjatuhkan kayu bakar itu dan mendekati Anna dengan cara duduk di sampingnya. “Emang apa yang salah?” tanyanya dengan tatapan tak berdosa.Anna mendorong wajah sok polos Reihan menggunakan telunjuknya. “Menjauh sedikit!” Reihan terkekeh, dia sangat suka mendekatkan wajah pada gadis itu. “Maaf! Kalau dilihat lebih dekat, kamu lebih cantik!” Matanya mengerjap beberapa kali. Senyumnya begit

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   49. Menjauh Dari Keramaian

    “Kalau kamu turun di sini, survey membuktikan seratus persen kamu akan tersesat!” Reihan tersenyum miring, dia sangat yakin Anna tidak akan turun di tempat ini. Tempat yang sangat jauh dari rumah Regal.Anna kalah telak, turun di tempat ini adalah pilihan yang salah. Dia akan kembali jadi gelandangan di jalan dan kelaparan. Dia menghela napas panjang, mau tidak mau Anna harus mengikuti pria ini sekali lagi. “Baiklah, kita mau ke mana?”Nah, kan, insting Reihan tidak pernah salah. Bibir tebal itu terangkat ke atas, jantungnya berdegup seakan menyanyikan lagu cinta. Manik indah itu tak hentinya menatap gadis yang duduk diam di sampingnya. Sambil tersenyum bibirnya mengucap, “Cantik!” gumamnya nyaris tak terdengar.“Awas, Rei!”Tiba-tiba, ada seorang nenek-nenek yang melintas di depan mobil Reihan. Reihan yang fokusnya bukan ke setir lagi pun terhentak dan menginjak rem mendadak.Untunglah tidak terjadi insiden yang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status