Home / Romansa / Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa / 5. Aturan Aneh Sang Nenek

Share

5. Aturan Aneh Sang Nenek

Author: Nanda Safitri
last update Last Updated: 2025-04-21 12:11:10

Suara tawa yang menyimpan begitu banyaknya luka, menggema di lorong ruangan. Di sana, terlihat seorang wanita paruh baya nan cantik, berjalan perlahan entah mau kemana. Dia terus berjalan, kulit wajahnya begitu putih tak ubah seperti etnis belanda. Bibirnya merah, alisnya tebal, dan hidung mungil yang mancung.

Mata indah wanita itu begitu liar. Mulutnya tidak berhenti bernyanyi pelan. Mendendangkan sebuah lagu yang selalu sama setiap hari. Di usianya yang belum terlalu tua, wanita berumur 45 tahun itu, sudah melupakan segalanya. Dia tidak ingat siapa dirinya, apalagi keluarga. Yang dilakukan wanita baya itu, setiap hari hanyalah bersenandung, seakan dunia tidak pernah jahat dan selalu baik terhadapnya.

Setelah beberapa langkah berjalan, mata wanita bernama Renata itu terhenti pada satu ruangan. Ruangan yang bernuansa sangat nyentrik. Matanya berbinar, sambil tertawa, dia berjalan perlahan dan mondar-mandir di depan pintu.

“Kenapa pintunya tidak dibukakan untukku?” gumamnya setelah berdiri cukup lama di depan sana.

Dengan dahi yang berkerut, matanya berubah merah nyalang. Tak sabaran, tangan keriput wanita tersebut meraih gagang pintu dan menariknya berulang kali.

Arghhh!!!

Renata menjerit, matanya semakin nyalang. Hidungnya kembang-kempis dan dahinya semakin mengkerut.

“Buka pintunya!” Dia berteriak histeris.

Semburat kemerahan terpampang nyata di wajah Renata. Hatinya begitu kesal sekaligus gelisah. “Buka!” teriaknya terus menerus.

Mendengar suara orang yang sangat dikenalnya, Reihan yang sedang duduk sambil merokok, langsung berdiri dan berlari menghampiri sumber suara.

Sesampainya di sana, langkah kaki Reihan terhenti tak jauh dari seseorang yang sudah melahirkan dirinya ke dunia.

Dia menatap sang ibu dari belakang, “Ibu,” ujar Reihan sendu, hingga tak sadar menitikkan bulir air mata.

Sesaat kemudian, Reihan menghampiri sang ibu, “Jangan ganggu gadis itu, Bu,” ujar Reihan lirih.

Mendengar kata ‘gadis’, mata Renata membelalak. Mata yang awal mulanya merah tajam, kini berubah menjadi mata yang dipenuhi rasa takut.

“Gadis? Kamu membawa gadis? Cepat usir gadis itu! Sebelum nenek memenggal kepalamu,” ucap Renata tergesa. Kata ‘gadis’ adalah kata yang sukses mengingatkan Renata bahwa dirinya masih memiliki keluarga.

Reihan tersenyum miris, dia tak menggubris ucapan sang ibu. Yang Reihan lakukan hanya mengangkat tubuh wanita yang dipanggilnya ibu itu, lalu membawa kembali ke dalam kamar.

“Maafkan Reihan, ya, Bu. Reihan ngga bermaksud mengunci ibu di dalam sini. Tapi, semua demi kebaikanmu, Bu.” Mata Reihan berkaca-kaca. Dia tidak sanggup menahan rasa sedih itu.

Reihan berjalan keluar, ditutupnya pintu tersebut dengan penuh hati-hati.

Ceklek!

Suara pintu yang terkunci, beriringan dengan suara teriakan Renata yang tak terima selalu mendekam di dalam sana.

“Anak durhaka!” teriaknya lantang.

….

Anna terbangun, hal pertama yang dilihatnya adalah kegelapan. Mati lampu, rumah sebagus dan sebesar ini bisa kehabisan listrik.

Sementara, teriakan terdengar dari luar sana. Anna sangat mengenal suara tersebut. Samentha, nenek tua yang sangat hobi melayangkan tongkat itu, berteriak tanpa henti.

“Cepat beli token listriknya, aku tidak suka suasana ini. Ah, sial kenapa harus ada malam.” ocehnya.

Anna turun dari kasur, tangannya meraba-raba sekitar. Mata Anna menyapu seluruh sudut yang hampir tidak terlihat sedikit pun. Dengan hati-hati, kaki Anna melangkah perlahan menuju pintu. Dia meraba-raba pintu tersebut berniat mencari di mana gagangnya.

Setelah beberapa detik mencari, akhirnya Anna menemukan gagang pintu tersebut. Lalu menekannya ke arah bawah dan pintu pun terbuka.

Anna keluar, hanya bermodalkan nekat kaki Anna melangkah. Dia belum mengenal dengan baik rumah ini. Jadi, Anna pun berjalan hanya mengikuti kemana insting akan membawanya.

“Sial! Rumah ini besar sekali,” ocehnya.

“Kemana aku harus melangkah, semua tempat terasa sama saja,” racau Anna, bibirnya dimajukan pertanda gadis itu sangat kesal. Dia terus melangkah, hingga berpindah jauh dari tempat awal dirinya berada.

Tangan Anna meraba kesembarang arah. Hingga tangan mulus itu sampai pada gumpalan kain berukuran besar. Makin lama, gumpalan kain itu berubah tekstur. Benda itu tak terasa seperti kain lagi. Anna terus meraba, hingga jarinya sampai pada benda lunak namun sedikit runcing. Tanpa ragu, gadis polos itu menekan benda tersebut lumayan keras.

Arghh!!

“Sakit!” teriak seorang pria dari dalam selimut.

Dan, yap! Benda lunak namun runcing itu adalah hidung Reihan yang sedang terlelap berkerumun di balik selimut tebal miliknya. Dan Anna sudah mengganggu tidur tuan muda kaya raya tersebut.

Anna gelagapan, dengan tergesa dia beranjak dari kasur empuk milik Reihan. “Maaf! Aku tidak sengaja.”

Reihan bangun dari tidurnya. Tangan pemuda itu meraba nakas dan mengambil handphone yang tergeletak di atas sana. Dengan sigap, Reihan menghidupkan senter dari Hanphone tersebut.

Ketika senter menyala, hal pertama yang dilihat Reihan adalah wajah Anna. Wajah lugu dan mata polos itu menatap Reihan tanpa berkedip sedikit pun. Pipinya memerah. Anna reflek menutup kedua matanya dan langsung berbalik badan. “Maaf! Aku sama sekali tidak melihatnya, aku berani sumpah!”

Reihan menghela napas jengah. Dia berjalan menuju lemari dan mengambil celana berukuran panjang, lalu memakainya. Dada bidang pria tersebut dibiarkan telanjang. “Sudah, buka saja matamu!” ujar Reihan.

Anna tidak melepaskan telapak tangan dari matanya. Dia berlari cepat hendak keluar dari tempat itu. Namun …

BRAK!

Benturan yang cukup keras, berhasil membuat kepala Anna pusing bukan kepalang. Anna terhuyung, kaki gadis itu tidak mampu mengendalikan badannya sendiri.

Reihan langsung berlari menghampiri Anna. Dia menyambut tubuh Anna yang oleng ke sana kemari. “Dasar gadis bodoh!” ocehnya.

….

Tak! Tak! Tak!

Perlahan namun pasti, suara tongkat milik Samentha berjalan keluar menuju ruang tengah. Nenek tua itu, sungguh terlihat kesal. “Kenapa kalian sampai lupa mengisi token listriknya?” Suaranya pelan namun tajam.

Semua pegawai yang duduk di ruang tengah, hanya tertunduk takut. Tak ada seorang pun yang berani bersuara. Sekarang sudah larut malam, dan tidak ada satu pun gerai yang buka.

“Duh, Nek! Reihan muak dengan semua drama ini. Hal kecil seperti ini kenapa harus dipermasalahkan?” ujar Reihan sembari berjalan menghampiri sang nenek. Disampingnya terdapat Anna yang tertunduk lesu dengan kening yang sedikit bengkak dan membiru.

“Kenapa Nenek melarang mereka membeli lewat aplikasi?” tanya Reihan.

Pemuda itu mendudukkan Anna di sofa paling ujung. Dia berjalan menuju nakas dan mengambil dua batang lilin dan korek api. Dengan telaten, tangan pria tersebut menyalakan lilin dan menaruhnya di dua tempat yang berbeda.

“Kenapa kau membawa gadis ini ke sini, Amor!” Mata Samentha menyalang lebar. Jemari keriput nenek tua itu menunjuk Anna angkuh.

Anna melonjak kaget, sakit di kepalanya sudah sangat membuat suasana hatinya tak nyaman. Ditambah bentakan tiba-tiba dari Samentha yang dengan terang-terangan memberitahu bahwa dia sangat membenci Anna.

“Kalau di zamanku, mati lampu tengah malam itu pertanda tidak baik. Nenek harus menyembangi tempat penampungan orang terlantar, agar hidup nenek tidak terkena sial,” ucap Anna polos.

Sesaat kemudian Samentha berdiri, berjalan perlahan menghampiri Anna.

Arghh!!!!

“Nenek!” teriak Reihan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   54. Dunia Tak Seindah Yang Kita Bayangkan

    “Pokoknya Anna harus ikut bersamaku!”“Tidak bisa! Aku yang pertama kali menolongnya. Akulah yang berhak memiliki Anna.”“Emangnya kau siapa? Aku adalah calon suaminya.”“Jangan menghayal! Akulah calon suami Anna!”Anna tertarik ke sana-kemari. Kedua tangannya terasa ingin lepas. Entah apa yang dipikirkan pria itu, hingga memperlakukan Anna sedemikian rupa.“Berhenti! Kenapa kalian malah menarikku. Bukannya kalian sedang membahas neneknya Reihan?”“Nenek Reihan? Siapa dia?” tanya Regal yang berdiri tak jauh dari Anna.Anna berdiri murung, kedua tangannya dipegangi dan tak ada yang menariknya sama sekali.Regal maju beberapa langkah, dia memerintahkan kedua perawat yang sedang memegangi Anna untuk melepaskannya. “Anna … siapa yang kamu maksud neneknya Reihan?” tanya Regal penuh kelembutan.Anna membelalak, kenapa tiba-tiba Regal ada di tempat ini juga? “Regal?” tanyanya.Regal mengangguk, dia sedikit merapikan seragamnya yang berwarna putih. “Iya, aku Regal,” ujarnya sembari mengangguk

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   53. Fakta Beruntun Untuk Reihan

    Angin sepoi menyapu wajah Reihan, namun rasanya seperti ditampar bebatuan kecil. Begitu banyak fakta tak masuk akal yang harus dia terima dengan logika. “Kamu jangan asal bicara! Aku sangat mengenal sahabatku.”Ronald tertawa, wajahnya terlihat begitu tenang, tak ada raut kebohongan sama sekali. “Aku akan membongkar semuanya di sini, hingga akhirnya kamu akan tahu, dunia sekitarmu tak berjalan seperti yang kamu lihat.”Anna melongo, sebenarnya apa yang dimaksud oleh Ronald. Pria itu bahkan terlihat sangat membenci Reihan, padahal dia bekerja dengan Samentha yang notabennya adalah nenek dari Reihan. “Sebenarnya kamu ini mendukung siapa?” tanya Anna keheranan.Reihan dan Ronald menoleh pada Anna yang duduk tidak jauh dari mereka. “Aku tidak mendukung siapa-siapa, aku mendukung diriku sendiri.”“Lalu, kenapa kamu bekerja dengan neneknya Reihan?” tanya Anna kemudian. Matanya menatap Reihan sekilas, lalu berbalik melirik Ronald.

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   52. Sungguh Tidak Disangka

    Suasana romantis kini langsung berubah dramatis. Pria yang berdiri tiba-tiba yang bertanggung jawab atas perubahan suasana itu. Reihan menolehkan kepala ke belakang. Matanya langsung nyalang kala wajah pria itu masuk retina matanya. “Dari mana kau tau kami ada di sini?” Rahang pria itu menggertak.“Jika aku tak tau, nenekmu mungkin tak akan mengangkatku jadi detektif untuk memata-mataimu, Amor!” Ronald menyeringai, alisnya dinaik-turunkan seakan mengejek pria itu.“Apa yang kau inginkan, hah?” Nada Reihan kian lantang. Sementara, Anna hanya melongo tak tahu harus membela siapa.“Aku ingin kau kembalikan kalung Anna. Aku tahu kembaran kalung Itu berada di tangan kembaran Andreas.” Deg!Jadi, yang dilihat oleh Reihan benar adanya. Tapi, itu bukanlah Andreas sang sahabat, melainkan kembarannya. “Dari mana kau tahu, ha? Kamu jangan coba-coba membohongiku!”Berbeda dengan Reihan yang terlihat sangat marah. Anna justru

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   51. Apa Renata Sudah Sembuh?

    Sudah beberapa minggu lebih Renata ditahan di kamar sendirian. Akhirnya, dia bisa membobol pintu menggunakan alat seadanya. Hingga, sekarang wanita itu berdiri di ambang pintu, mendengar fakta pahit yang keluar dari mulut Ronald.“Kenapa anakku menikah tanpa sepengetahuanku?” Manik indah Renata menoleh pada Samentha yang sedari tadi juga menatapnya.“Dari kapan kamu berdiri di sana?” tanyanya lembut. Dia berjalan perlahan menghampiri sang menantu dan langsung memeluknya erat.Renata menepis pelukan itu. “Sudah, Bu! Jangan berpura-pura baik. Ibu selalu mengekang anakku, kan? Aku mengetahuinya, Bu!” Perubahan apa yang sedang ditunjukkan Renata saat ini? Apa wanita itu sudah berangsur membaik? “Sayang! Kamu sudah sehat?” Manik Samentha berkaca-kaca, dia kembali memeluk mantu kesayangannya itu.Pelukan tersebut, kembali ditepis. Samentha bahkan hampir terjatuh karna terhuyung ke belakang lumayan kencang. Untung Ronald sigap menangkap tubuh n

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   50. Kelakuan Random Reihan

    Burung-burung berkicau, angin menggerakkan pohon rindang. Aroma tanah basah menyeruak di mana-mana. Kini, Anna, gadis itu tengah duduk di tengah gubuk tua beralaskan tanah. Entah ke mana pikiran pria itu. Sungguh gila, tak masuk logika.“Anna, ini kayu bakarnya!” Reihan berlari masuk ke dalam. Tangannya mengenggam ranting kayu basah. Anna menghela napas jengah, penampilan pria itu tak ubahnya seperti gombal. Tapi, apa? Dia hanya membawa lima ranting kayu, dan itu pun kayu yang basah. “Pakai logika kalau mau melakukan apa-apa, Rei!” Reihan melongo, dia menjatuhkan kayu bakar itu dan mendekati Anna dengan cara duduk di sampingnya. “Emang apa yang salah?” tanyanya dengan tatapan tak berdosa.Anna mendorong wajah sok polos Reihan menggunakan telunjuknya. “Menjauh sedikit!” Reihan terkekeh, dia sangat suka mendekatkan wajah pada gadis itu. “Maaf! Kalau dilihat lebih dekat, kamu lebih cantik!” Matanya mengerjap beberapa kali. Senyumnya begit

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   49. Menjauh Dari Keramaian

    “Kalau kamu turun di sini, survey membuktikan seratus persen kamu akan tersesat!” Reihan tersenyum miring, dia sangat yakin Anna tidak akan turun di tempat ini. Tempat yang sangat jauh dari rumah Regal.Anna kalah telak, turun di tempat ini adalah pilihan yang salah. Dia akan kembali jadi gelandangan di jalan dan kelaparan. Dia menghela napas panjang, mau tidak mau Anna harus mengikuti pria ini sekali lagi. “Baiklah, kita mau ke mana?”Nah, kan, insting Reihan tidak pernah salah. Bibir tebal itu terangkat ke atas, jantungnya berdegup seakan menyanyikan lagu cinta. Manik indah itu tak hentinya menatap gadis yang duduk diam di sampingnya. Sambil tersenyum bibirnya mengucap, “Cantik!” gumamnya nyaris tak terdengar.“Awas, Rei!”Tiba-tiba, ada seorang nenek-nenek yang melintas di depan mobil Reihan. Reihan yang fokusnya bukan ke setir lagi pun terhentak dan menginjak rem mendadak.Untunglah tidak terjadi insiden yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status