Share

6. Kalung Misterius

Penulis: Nanda Safitri
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-06 21:47:14

“Tolong!” Suara Anna tercekat.

Dunia apa ini? Di sini, semua terasa menyakitkan. Sejak tubuh gadis malang itu menginjakkan kaki di dunia yang penuh polusi itu, jeritan kepedihan terus mengikuti Anna.

Sekarang apalagi? Belum cukupkah Tuhan memberikan cobaan? Padahal, Anna tidak berniat mengganggu hidup siapa pun. Hidup memang tidak adil!

“Nenek, hentikan!” Reihan berlari tergopoh menghampiri sang nenek yang semakin menggila. Kebenciannya terhadap perempuan telah membuat Samentha gelap mata.

Leher Anna memerah, bagaimana tidak, meski sudah tua dan renta, tangan keriputnya masih terasa sangat kuat. Cekikan itu berlangsung lama, hingga akhirnya Reihan datang dan berhasil melepaskan Anna dari cengkraman sang nenek.

lebih baik aku keluar dari sini, monolog Anna dalam hati.

Di tengah napas yang masih tersengal, Anna berkata, “Reihan, aku mau keluar!” seru Anna yakin.

Reihan menoleh, “Aku tidak pernah berniat menahanmu di sini, tapi tidak sekarang.”

“Biarkan dia pergi, Amor! Suasana rumah ini menjadi tidak nyaman sejak ada dia,” ujar Samentha geram.

“Tapi, Nek, ini sudah larut.”

“Kau berani membantahku demi gadis ini?” Mata nenek tua itu nyalang.

“Sudah!” teriak Anna. “Aku juga tidak mau berlama-lama di tempat menjijikkan ini,” ucap Anna geram.

Mendengar rumahnya dijelekkan, Samentha kembali disulut emosi. Wajahnya berubah merah padam, sangat muram. “Kau!”

“Lari!” teriak Reihan sembari memegangi sang nenek.

Anna berlari secepat yang dia bisa. Dia mengabaikan denyut yang menyerang dahi sebelah kanannya.

“Dunia ini sadis,” lirih gadis itu.

...

Apa yang gadis itu pikirkan? Pagar rumah besar tersebut terkunci. Selarut ini tak akan ada yang membiarkan pagar terbuka begitu saja.

Akhirnya, Anna berjalan ke ujung halaman rumah. “Lebih baik aku berdiam di sini. Aku tidak suka orang-orang itu.” Anna menggeram.

Gadis itu menguap, matanya sayu. Bengkak di dahinya sudah berangsur pulih. Kaki gadis cantik tersebut ditekuk sedikit, dia duduk dengan posisi bersandar pada pintu yang tertutup rapat.

Suara berisik membangunkan Anna yang sudah lama terlelap. Cahaya matahari menelisik masuk ke dalam kelopak matanya. Dahi gadis itu berkerut, suara yang mencuat di sekitar sangat menganggu tidur lelapnya.

Suara ribut terdengar dimana-mana. Anna berdiri, dia merapikan rambut panjangnya yang sedikit berantakan. “Berisik sekali,” ujarnya.

“Canggih sekali.” Mata Anna melebar, memancarkan binar kekaguman. Alat yang digunakan seorang pekerja untuk memotong rumput. Membuat gadis itu sangat takjub.

Puas menatap benda itu berjam-jam. Anna berdiri, dia memegangi perutnya yang sangat keroncongan. Makanan yang diberi Reihan kemarin, tidak cukup membuatnya kenyang selama dua hari.

Gadis itu berdiri sembari membenarkan baju dan rambutnya yang sedikit berantakan. Matanya menyapu ke setiap sudut rumah itu. Mencari tempat di mana makanan disimpan.

Tiba-tiba, gadis itu berpapasan dengan Reihan sang pemilik rumah. Anna melangkah mundur. "Maaf! Aku tidak bermaksud untuk menginap di sini. Kemar—"

"Aku tau!" Belum sempat Anna menyelesaikan kata-katanya, pria itu sudah terlebih dulu memotong ucapan gadis itu.

Reihan melirik kalung yang dikenakan oleh Anna. “Maaf, apa itu kalung milikmu?” tanya pria itu tiba-tiba.

Anna mengangguk polos. Dia tidak menunjukkan ekspresi tidak nyaman atau curiga pada pria tersebut. “Iya, ini kalung pemberian ibuku. Dia sendiri yang mengukirnya dari berlian.”

Ekspresi Reihan sungguh tidak dapat diartikan. Dia seakan tidak percaya atas keberadaan kalung tersebut. Pria itu mengangguk sekilas. “Oh, maaf jika aku lancang telah menanyakan hal pribadimu,” ujarnya sopan.

Anna mengangguk sembari tersenyum. “Tidak apa-apa.”

....

Di sinilah Anna dan Reihan sekarang. Dua orang yang baru bertemu itu, duduk berdua di kursi taman belakang rumah.

"Jika benar kamu tidak memiliki rumah, tinggallah di sini beberapa hari!" ujar Reihan. Matanya menatap jauh ke depan seolah memerhatikan pohon rindang yang bergoyang diterpa angin.

Anna menggeleng cepat, dia tidak mau tinggal di rumah terkutuk itu. "Tidak! Aku tidak mau!"

Reihan menghela napas, dia tahu bahwa gadis itu pasti takut dengan sang nenek.

"Ta—"

Drtt! Drtt! Drtt!

Belum sempat Reihan melanjutkan ucapannya, telpon pria tinggi itu berdering. Reihan segera merogoh kantongnya dan mengeluarkan benda pipih berukuran sedang. Dengan telaten dia menekan tombol hijau di layar ponselnya dan menaruh handphone tersebut di telinga.

"Halo?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   54. Dunia Tak Seindah Yang Kita Bayangkan

    “Pokoknya Anna harus ikut bersamaku!”“Tidak bisa! Aku yang pertama kali menolongnya. Akulah yang berhak memiliki Anna.”“Emangnya kau siapa? Aku adalah calon suaminya.”“Jangan menghayal! Akulah calon suami Anna!”Anna tertarik ke sana-kemari. Kedua tangannya terasa ingin lepas. Entah apa yang dipikirkan pria itu, hingga memperlakukan Anna sedemikian rupa.“Berhenti! Kenapa kalian malah menarikku. Bukannya kalian sedang membahas neneknya Reihan?”“Nenek Reihan? Siapa dia?” tanya Regal yang berdiri tak jauh dari Anna.Anna berdiri murung, kedua tangannya dipegangi dan tak ada yang menariknya sama sekali.Regal maju beberapa langkah, dia memerintahkan kedua perawat yang sedang memegangi Anna untuk melepaskannya. “Anna … siapa yang kamu maksud neneknya Reihan?” tanya Regal penuh kelembutan.Anna membelalak, kenapa tiba-tiba Regal ada di tempat ini juga? “Regal?” tanyanya.Regal mengangguk, dia sedikit merapikan seragamnya yang berwarna putih. “Iya, aku Regal,” ujarnya sembari mengangguk

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   53. Fakta Beruntun Untuk Reihan

    Angin sepoi menyapu wajah Reihan, namun rasanya seperti ditampar bebatuan kecil. Begitu banyak fakta tak masuk akal yang harus dia terima dengan logika. “Kamu jangan asal bicara! Aku sangat mengenal sahabatku.”Ronald tertawa, wajahnya terlihat begitu tenang, tak ada raut kebohongan sama sekali. “Aku akan membongkar semuanya di sini, hingga akhirnya kamu akan tahu, dunia sekitarmu tak berjalan seperti yang kamu lihat.”Anna melongo, sebenarnya apa yang dimaksud oleh Ronald. Pria itu bahkan terlihat sangat membenci Reihan, padahal dia bekerja dengan Samentha yang notabennya adalah nenek dari Reihan. “Sebenarnya kamu ini mendukung siapa?” tanya Anna keheranan.Reihan dan Ronald menoleh pada Anna yang duduk tidak jauh dari mereka. “Aku tidak mendukung siapa-siapa, aku mendukung diriku sendiri.”“Lalu, kenapa kamu bekerja dengan neneknya Reihan?” tanya Anna kemudian. Matanya menatap Reihan sekilas, lalu berbalik melirik Ronald.

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   52. Sungguh Tidak Disangka

    Suasana romantis kini langsung berubah dramatis. Pria yang berdiri tiba-tiba yang bertanggung jawab atas perubahan suasana itu. Reihan menolehkan kepala ke belakang. Matanya langsung nyalang kala wajah pria itu masuk retina matanya. “Dari mana kau tau kami ada di sini?” Rahang pria itu menggertak.“Jika aku tak tau, nenekmu mungkin tak akan mengangkatku jadi detektif untuk memata-mataimu, Amor!” Ronald menyeringai, alisnya dinaik-turunkan seakan mengejek pria itu.“Apa yang kau inginkan, hah?” Nada Reihan kian lantang. Sementara, Anna hanya melongo tak tahu harus membela siapa.“Aku ingin kau kembalikan kalung Anna. Aku tahu kembaran kalung Itu berada di tangan kembaran Andreas.” Deg!Jadi, yang dilihat oleh Reihan benar adanya. Tapi, itu bukanlah Andreas sang sahabat, melainkan kembarannya. “Dari mana kau tahu, ha? Kamu jangan coba-coba membohongiku!”Berbeda dengan Reihan yang terlihat sangat marah. Anna justru

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   51. Apa Renata Sudah Sembuh?

    Sudah beberapa minggu lebih Renata ditahan di kamar sendirian. Akhirnya, dia bisa membobol pintu menggunakan alat seadanya. Hingga, sekarang wanita itu berdiri di ambang pintu, mendengar fakta pahit yang keluar dari mulut Ronald.“Kenapa anakku menikah tanpa sepengetahuanku?” Manik indah Renata menoleh pada Samentha yang sedari tadi juga menatapnya.“Dari kapan kamu berdiri di sana?” tanyanya lembut. Dia berjalan perlahan menghampiri sang menantu dan langsung memeluknya erat.Renata menepis pelukan itu. “Sudah, Bu! Jangan berpura-pura baik. Ibu selalu mengekang anakku, kan? Aku mengetahuinya, Bu!” Perubahan apa yang sedang ditunjukkan Renata saat ini? Apa wanita itu sudah berangsur membaik? “Sayang! Kamu sudah sehat?” Manik Samentha berkaca-kaca, dia kembali memeluk mantu kesayangannya itu.Pelukan tersebut, kembali ditepis. Samentha bahkan hampir terjatuh karna terhuyung ke belakang lumayan kencang. Untung Ronald sigap menangkap tubuh n

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   50. Kelakuan Random Reihan

    Burung-burung berkicau, angin menggerakkan pohon rindang. Aroma tanah basah menyeruak di mana-mana. Kini, Anna, gadis itu tengah duduk di tengah gubuk tua beralaskan tanah. Entah ke mana pikiran pria itu. Sungguh gila, tak masuk logika.“Anna, ini kayu bakarnya!” Reihan berlari masuk ke dalam. Tangannya mengenggam ranting kayu basah. Anna menghela napas jengah, penampilan pria itu tak ubahnya seperti gombal. Tapi, apa? Dia hanya membawa lima ranting kayu, dan itu pun kayu yang basah. “Pakai logika kalau mau melakukan apa-apa, Rei!” Reihan melongo, dia menjatuhkan kayu bakar itu dan mendekati Anna dengan cara duduk di sampingnya. “Emang apa yang salah?” tanyanya dengan tatapan tak berdosa.Anna mendorong wajah sok polos Reihan menggunakan telunjuknya. “Menjauh sedikit!” Reihan terkekeh, dia sangat suka mendekatkan wajah pada gadis itu. “Maaf! Kalau dilihat lebih dekat, kamu lebih cantik!” Matanya mengerjap beberapa kali. Senyumnya begit

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   49. Menjauh Dari Keramaian

    “Kalau kamu turun di sini, survey membuktikan seratus persen kamu akan tersesat!” Reihan tersenyum miring, dia sangat yakin Anna tidak akan turun di tempat ini. Tempat yang sangat jauh dari rumah Regal.Anna kalah telak, turun di tempat ini adalah pilihan yang salah. Dia akan kembali jadi gelandangan di jalan dan kelaparan. Dia menghela napas panjang, mau tidak mau Anna harus mengikuti pria ini sekali lagi. “Baiklah, kita mau ke mana?”Nah, kan, insting Reihan tidak pernah salah. Bibir tebal itu terangkat ke atas, jantungnya berdegup seakan menyanyikan lagu cinta. Manik indah itu tak hentinya menatap gadis yang duduk diam di sampingnya. Sambil tersenyum bibirnya mengucap, “Cantik!” gumamnya nyaris tak terdengar.“Awas, Rei!”Tiba-tiba, ada seorang nenek-nenek yang melintas di depan mobil Reihan. Reihan yang fokusnya bukan ke setir lagi pun terhentak dan menginjak rem mendadak.Untunglah tidak terjadi insiden yang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status