Share

4. Hubungan Tidak Harmonis

"Bastian! Ceritakan, kenapa Daddy bisa sampai seperti ini!'

Tak lama setelah William berhasil dibuat lumpuh, kamar yang disulap menjadi ruang perawatan itu tiba-tiba penuh. Ketiga putra dan putri William kini menatap sosok di hadapan mereka yang terbaring di ranjang. Dua orang lelaki yang sangat tampan dan wanita muda yang cantik mempesona.

“Seperti yang pernah saya ceritakan di telepon, Tuan Fred. Tuan besar mengalami kelumpuhan satu minggu setelah kecelakaan. Jadi, keadaannya memang seperti ini."

Pelayan setia itu bersandiwara. Ia memasang wajah menyedihkan dan prihatin pada keadaan tuannya. Dengan lancar, Bastian menceritakan skenario kebohongan yang telah mereka susun bersama.

Frederix, putra sulung William berdecak pelan usai mendengar penjelasan Bastian. Orang kepercayaan William itu pun kembali melanjutkan sandiwaranya. "Tuan Muda sudah tau sejak sebulan yang lalu, mengapa baru sekarang menjenguk?"

"Kami sibuk!" balas Fred kesal karena seorang pelayan berani menegurnya.

"Kamu perawat Daddy?" Fred kini menoleh menatap tajam Keyna.

Keyna mengangguk. Lelaki berpostur tegap dan memiliki wajah tampan itu sangat mirip dengan William. Usianya mungkin sama atau hanya terpaut beberapa tahun dengannya.

"Ceritakan keadaan Daddy kami!"

Dengan gugup, Keyna menjabarkan hasil pemeriksaannya. Tentu saja semuanya merupakan rekayasa. Ia hanya harus meyakinkan putra-putri William bahwa ayah mereka benar-benar sakit.

"Dengan berbagai macam terapi dan pengobatan, Tuan William akan pulih seperti sedia kala. Hanya saja ... memang akan memakan waktu yang cukup lama."

"Berapa lama?" desak Frederix.

Keyna melirik ke arah bosnya. "Saya tidak bisa memastikan Tuan Muda. Semua tergantung kemauan Tuan William." 

Selama Fred dan Keyna berdiskusi tentang Kesehatan William, dua anaknya yang lain–Sacha dan Louis putra kedua dan ketiga, tampak duduk di samping ayah mereka. Tangan Sacha mengelus lengan ayahnya. Sementara Louis hanya terpaku menatap lelaki yang tidak bangun sejak kedatangan mereka kembali ke mansion.

Malam itu, kali pertama Keyna dan William tidur dalam satu kamar. Selama lelaki itu tidur, Keyna belajar mati-matian untuk mengumpulkan semua informasi tentang penyakit kelumpuhan. Ia harus memastikan bahwa suntikan yang diberikannya tidak akan berpengaruh jangka panjang pada tuan sekaligus suami pura-puranya.

Pagi harinya, Frederix kembali mengunjungi ayahnya. Keyna sedang membasuh tubuh William. Putra sulung itu mengernyitkan dahi melihat pemandangan di depannya.

"Daddy paling tidak suka disentuh wanita sembarangan. Kenapa kamu memilih perawat wanita alih-alih perawat lelaki?" tukas Frederix pada Bastian yang selalu berada tak jauh darinya.

"Tidak ada perawat lelaki yang kompeten, Tuan," jawab Bastian. "Nona Keyna sudah lulus dari berbagai macam tes dan persyaratan."

Dari perbincangan antara Bastian dan Frederix, Keyna mendapat informasi baru. Putra sulung dan putri kedua William pagi ini akan menghadiri rapat umum pemegang saham di perusahaan ayahnya. Sementara itu, si adik bungsu, Louis berencana akan berlatih di sirkuit mobil balap.

Sekarang ia mengerti, William tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia ingin sakit agar mendapat perhatian dari putra-putrinya yang sibuk. Keyna mengelap tubuh tuannya dengan hati-hati. Ia pun baru menyadari betapa tampan dan bagusnya tubuh lelaki di depannya. Wanita itu semakin penasaran dengan sosok lelaki yang terpaksa ia nikahi.

Sepeninggal ketiga putra-putri William, Keyna langsung mengecek keadaan tuannya. Wanita itu segera memberikan suntikan untuk melemaskan otot-otot William yang kaku karena sengaja dilumpuhkan. Sambil menunggu suntikan penetralisir otot kaku tersebut bekerja, ia menghangatkan tubuh tuannya dengan lampu inframerah.

“Tuan?” sapa Keyna saat melihat William mengerjap-ngerjapkan matanya berulang kali.

“Mana mereka?” tanya William pelan.

“Fred dan Sacha sedang rapat. Louis latihan balap mobil,” jawab Keyna seraya terus memantau kesehatan tuannya.

“Bagaimana mereka melihat keadaanku?”

Keyna mengangsurkan sebuah tablet. Bastian sudah menyiapkan rekaman CCTV saat ketiga putra-putri William datang dan menjenguk ayah mereka. Lelaki itu memperhatikan tayangan ulang di layar tabletnya.

“Mereka sangat khawatir, Tuan.”

William mengabaikan pernyataan keyna. “Akhirnya mereka benar-benar datang.”

“Hanya itu, Tuan? Anda ingin lumpuh sementara agar mendapat kunjungan dari Fred, Sacha dan Louis?”

“Tapi, mereka benar-benar datang. Sebelumnya, aku sudah pernah berpura-pura sakit, mereka hanya mengirim dokter dan berbagai macam vitamin,” kilah William.

“Tapi, kita tidak bisa melakukan ini terus, Tuan. Saya takut akan ada efeknya pada kesehatan Anda kelak jika setiap hari saya membuat Anda lumpuh.”

“Itu sebabnya aku mengirimmu belajar kepada dokter-dokter syaraf yang terkenal, bukan?”

“Iya. Tetap saja ini semua akan beresiko, Tuan.”

“Lakukan saja tugasmu, Keyna. Lakukan tugasmu sesuai perintahku!”

*****

Hari demi hari dilewati Keyna dengan penuh rasa waswas. Setiap sore, sebelum anak-anak William pulang, ia harus membuat lelaki itu lumpuh. Pagi harinya, saat semua telah beraktifitas, ia berusaha menormalkan kembali otot-otot tuannya.

Namun begitu, William tampak senang. Ia memperhatikan CCTV dengan tayangan putrinya, Sacha yang sedang bercerita. Wajah lelaki itu bahagia saat melihat putri keduanya tersebut mengelus kepala dan mencium dahinya.

Malam hari ini, giliran Louis yang menemani ayah mereka. Anak bungsu itu sedang bercerita tentang latihannya untuk pertandingan formula satu. Keyna memang mengatakan kepada anak-anak William untuk sering-sering berkomunikasi dengan ayah mereka walaupun lelaki itu tampak hanya tidur saja.

“Apa Daddy akan mendengar ceritaku?” tanya Louis.

“Tubuhnya lumpuh, Tuan Muda. Tetapi pendengarannya normal, hingga memungkinkan untuk menyampaikan gelombang suara itu ke otak. Siapa tau dengan seringnya kalian bercerita, Tuan William akan mengenali suara kalian dan tersadar dari tidurnya.”

Louis mengangguk mengerti. “Sebenarnya, memang terasa sangat mudah bicara dengan Daddy seperti ini.”

“Maksud Tuan Muda?” tanya Keyna tak mengerti.

“Kalau dalam keadaan normal, Daddy selalu berselisih paham dengan kami. Ia bahkan tidak pernah setuju aku berprofesi sebagai pembalap.”

“Pasti ada alasan bagus. Saya rasa Tuan Besar pasti mengkhawatirkan keselamatan Tuan Muda,” cetus Keyna.

“Iya, memang begitu. Tetapi, lihat saja sekarang. Sampai detik ini aku baik-baik saja. Daddy yang tidak bertanding di sirkuit malah kecelakaan hingga mobilnya rusak parah dan menjadi lumpuh begini,” sanggah Louis.

Anak bungsu keluarga Dalton itu lalu bercerita. Selama ini, William memang sangat keras pada anak-anaknya. Semua harus sukses dan berprestasi sesuai harapan kepala keluarga itu. Tidak boleh ada yang membantah perintahnya.

Hingga saat Frederix berusia tujuh belas tahun, ia memutuskan keluar dari mansion. Anak sulung itu berkarir di luar negeri, memang untuk menghindari ayahnya yang keras kepala. Akhirnya Sacha dan Louis pun mengikuti jejak kakak mereka.

“Apa kalian sering berkunjung?” Keyna mengajukan pertanyaan yang sebenarnya ia sudah tau jawabannya.

“Tidak.”

“Kenapa?”

“Kami malas berselisih paham dengan Daddy lagi.”

Keyna terdiam. Ia melirik kamera di atas ranjang hidrolik William yang sedang merekam perbincangan mereka. Seketika, wanita itu memiliki akal untuk mengorek lebih dalam tentang hubungan ayah dan anak ini.

“Lalu, bagaimana perasaan kalian melihat keadaan seperti ini?”

“Sangat kaget. Kami sempat tidak percaya. Apalagi, Daddy pernah mengaku sakit, lalu kami tau bahwa itu hanya pura-pura saja.”

Keyna berpura-pura kaget. “Ya Tuhan. Kenapa sampai berpura-pura?”

“Ya, apa lagi kalau bukan untuk membuat kami datang?”

“Kalian datang?”

“Tidak. Karena dokter mengatakan Daddy baik-baik saja. Lalu, Daddy kembali mengamuk dan marah-marah pada kami.”

Sambil menggigit bibir, Keyna berpikir. “Jadi, kalian sebenarnya mau datang saat ini karena memang melihat Tuan Besar sakit seperti ini?”

Keyna menatap William. Ia sungguh tidak membenarkan cara yang digunakan tuannya. Di lain pihak, ia mengerti ada ketidakharmonisan antara ayah dan anak-anaknya yang membuat mereka menjaga jarak.

Louis tidak langsung menjawab pertanyaan Keyna. Lelaki muda itu menatap prihatin pada sang ayah. “Kami tidak menyangka, sakitnya bisa separah ini,” ucapnya parau.

“A-apa kalian menyesal tidak datang lebih awal?”

Putra bungsu William itu mengembuskan napas berat. “Ya, kami menyesal. Bagaimanapun, kami menyayangi Daddy. Hanya saja, kami tidak pernah bisa memuaskan ambisinya hingga selalu membuat Daddy marah.”

“Apa kalian tidak pernah membicarakan hal tersebut secara baik-baik?” cetus Keyna pelan.

“Tidak ada perbincangan baik-baik, jika semua tidak sesuai dengan keinginan Daddy. Ya, itulah sebabnya kami memberontak.”

“Ibu kalian bagaimana?”

“Daddy dan Mommy menikah karena perjodohan. Tidak ada cinta di antara mereka. Makanya, jangan percaya jika ada yang mengatakan cinta bisa datang saat kita selalu bersama. Atau cinta akan datang setelah pernikahan. Itu semua omong kosong.”

“Jadi, Ibu kalian juga tidak bisa menjinakkan sifat keras kepala ayah kalian?”

Louis menggeleng. “Hingga Mommy akan meninggal pun, Daddy tetap tidak menuruti permintaannya untuk selalu mendengarkan pendapat dan keinginan kami.”

Akhirnya, Keyna memberikan kesempatan pada Louis untuk bicara dari hati ke hati dengan ayahnya. Wanita itu melangkah keluar menuju halaman belakang mansion. Duduk di tepi kolam renang dan memandang langit pekat tanpa bintang.

Di kesendiriannya, Keyna berpikir tentang apa yang baru saja dibicarakan bersama Louis. Ia beruntung, ayah dan ibunya dulu adalah orang tua yang sangat penyayang, penuh perhatian dan terbuka pada setiap keinginan anak. Ibunya memang berubah semenjak ayah meninggal. Namun, Keyna mengingat dan begitu merindukan sosok sang ayah yang sangat memanjakannya.

“Kenapa kamu tidak menjaga Daddy?” tiba-tiba suara berat seseorang menegurnya.

Keyna menoleh dan menatap sosok menjulang di sampingnya. “Maaf, Tuan Muda Frederix. Tuan Besar sedang ditemani oleh Tuan Muda Louis. Saya keluar agar Tuan Muda dapat mengungkapkan perasaannya pada Tuan Besar.”

Belum sempat, Frederix menjawab, tiba-tiba, Bastian berteriak dengan panik.

“Nona Keyna, cepat ke kamar. Tolong, Tuan William!”

Deg!

Jantung Keyna terasa berhenti beberapa saat. Kenapa dengan tuannya?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status