Beranda / Rumah Tangga / Perjanjian Sebelum Cerai / Bab 2. Mencoba Menerima

Share

Bab 2. Mencoba Menerima

Penulis: Sulistiani
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-24 12:03:06

"Aku menikah dengan Sherly baru satu bulan. Aku tidak tahu berapa usia kandungannya karena Sherly baru memberitahu aku tentang kehamilannya Minggu lalu," ucap Ryan.

Tubuh Syifa melemas seakan tak memiliki tulang mendengar pengakuan sang suami. Bagaimana bisa ia tak tahu suaminya memiliki wanita lain di belakangnya dan itu sudah berjalan selama satu bulan.

Tidak ada tingkah dan gelagat aneh yang Ryan tunjukan selama satu bulan ini, dia tetap menjadi suami yang baik dan penuh perhatian, bahkan selalu tidur di rumah dan tidak pernah pulang larut malam. Hal itu membuat Syifa tidak pernah mencurigai sang suami dan begitu syok saat mendengar pengakuan suaminya tadi.

"Jadi sudah satu bulan kamu membagi cintamu, sudah satu bulan kamu duakan aku, dan sudah satu bulan kamu membohongi aku, Mas?" tanya Syifa.

Air mata wanita cantik itu masih mengalir di pipi putih yang kini mulai memerah, Ryan berusaha menggenggam tangan Syifa. Namun, Syifa menarik tangannya tak terima di sentuh oleh sang suami.

"Maafkan aku, Syifa. Aku tidak pernah berniat untuk membagi cinta, menduakanmu, dan membohongimu. Semua aku lakukan karena perintah mama, ia memaksa aku menikahi Sherly jika aku tidak menuruti keinginan mama, maka dia memintaku menceraikan mu karena kamu belum bisa memberikan anak untukku," jelas Ryan.

"Aku dan Sherly sepakat akan bercerai setelah satu bulan menikah, itu sebabnya aku menutupi semuanya dari kamu agar kamu tidak pernah tahu hal ini. Namun, Tuhan berkehendak lain. Sherly malah hamil dan aku tidak mungkin menceraikannya karena aku harus bertanggung jawab atas anak itu," lanjut Ryan.

Syifa menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, bahunya terguncang menandakan ia sedang menangis tersedu-sedu tanpa suara. Perih dan teriris hatinya mendengar setiap kata yang terucap dari mulut sang suami, sejak awal Dina sang mertua memang tidak pernah merestui pernikahan mereka sehingga selalu mencari cara untuk memisahkan Ryan dan Syifa. Masalah momongan pun dijadikan sumbu permasalahan oleh Dina untuk terus menyakiti Syifa, padahal usia pernikahan Syifa dan Ryan baru dua tahun.

"Syifa aku mencintaimu, aku tak ingin bercerai darimu. Aku mohon terima Sherly dan anak dalam kandungannya, mungkin dengan cara seperti ini mama akan merestui pernikahan kita," ucap Ryan.

"Aku butuh waktu sendiri, tolong keluar dari kamar ini, Mas!" ucap Syifa dengan suara bergetar.

"Baiklah aku akan keluar, semoga kamu bisa berpikir jernih dan menerima semua ini. Percayalah Syifa aku mencintaimu dan semua ini untuk kebaikan kita," ucap Ryan.

Ryan keluar dari kamar lalu kembali menutup pintu, membiarkan Syifa menenangkan diri dan berpikir untuk memberi keputusan. Ryan berharap Syifa mau menerima Sherly di rumah itu karena ia pikir lebih hemat jika tidak membayarkan kontrakan yang di tempati Sherly setiap bulan.

Di dalam kamar, Syifa mengusap air matanya saat mendengar suara adzan Maghrib lalu berjalan ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Wanita cantik itu membentangkan sajadah lalu shalat, setelah shalat ia menangis diatas sajadah mencurahkan segala rasa sakit di hatinya kepada sang pencipta.

"Ya Rabb, aku hanya hamba mu yang lemah. Mengapa engkau memberiku ujian seberat ini? Ya Rabb, aku tidak punya siapa-siapa lagi selain engkau tempatku mengadu. Mampukah aku menerima wanita lain dan anaknya dalam rumah tanggaku?" ucap Syifa dengan linangan air mata.

Syifa sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi, kedua orang tua yang merawatnya sejak kecil sudah meninggal dan mewariskan rumah serta toko furniture yang kini di kelola oleh Ryan. Bagi Syifa Ryan adalah lelaki baik dan penyayang yang mau menerima Syifa apa adanya, tetapi kini Ryan memberikan luka yang begitu dalam di hatinya.

"Ya Rabb, beri aku petunjuk agar aku tak salah dalam mengambil keputusan. Ku pasrahkan segala rasa sakit dan bahagia, hidup dan mati ku padamu, ya Rabb."

Lama Syifa menangis diatas sajadah, meluapkan rasa sakit yang ia rasakan karena tiba-tiba hadir wanita lain di hidupnya. Setelah itu ia melantunkan ayat-ayat suci agar hatinya merasa tenang, hingga Syifa membaca surah an-nisa ayat 3 yang menjelaskan tentang perkara poligami.

"Poligami memang di perbolehkan dalam agama, tapi apakah suamiku mampu adil dalam menjalani poligami?" gumam Syifa dalam hati.

Syifa tidak keluar dari kamar hingga pagi, ia bergelut dengan batinnya sendiri. Membaca Alquran dan buku-buku tentang keikhlasan istri saat di poligami serta ganjarannya. Di sepertiga malam Syifa kembali menghadap sang pencipta dalam salat malamnya, ia kembali meminta petunjuk atas keputusan yang harus ia ambil.

"Ya Rabb, jika takdirku seperti ini. Jika aku memang harus mengalami poligami dalam rumah tanggaku, maka berilah kesabaran yang luas untuk hatiku," ucap Syifa.

Pagi harinya, meski dalam keadaan marah Syifa tetap menyiapkan sarapan untuk sang suami. Wanita cantik itu menatap pintu kamar tamu dengan mata sembab, hatinya perih membayangkan sang suami tidur di kamar itu dengan Sherly. Namun, tiba-tiba sang suami keluar dari kamar lain dan menghampiri Syifa yang sedang menyimpan makanan diatas meja makan.

"Masak apa, Sayang?" tanya Ryan.

Syifa tak menjawab pernyataan Ryan, ia kembali ke dapur mengambil makanan yang belum ia sempat bawa. Saat ia kembali ke meja makan, ia melihat Sherly keluar dari kamar tamu dan menghampiri meja makan.

"Sayang, maaf aku membuat matamu sembab. Kamu pasti menangis semalaman," ucap Ryan.

Syifa masih tak menjawab ucapan Ryan, ia duduk dan menikmati sarapannya. Ryan duduk di samping Syifa dan Sherly duduk di hadapan Syifa.

"Mbak Syifa. Aku minta maaf, aku terpaksa ikut ke rumah ini karena tidak punya pilihan lain. Anak dalam kandunganku butuh ayah," ucap Sherly.

"Habiskan dulu sarapan mu, setelah itu baru kita bahas ini," ucap Syifa dengan nada datar.

Sherly mengangguk dan makan dengan tenang, setelah mereka selesai makan Syifa memulai pembicaraan.

"Sherly, berapa usiamu sekarang?" tanya Syifa.

"19 tahun, Mbak," jawab Sherly.

Syifa melebarkan bola matanya karena wanita itu masih sangat muda, tetapi sudah menikah dan kini hamil karena suaminya.

"Sejak kapan kamu kenal dengan suamiku dan apa yang membuatmu menikah dengan suamiku?" tanya Syifa.

"Dia terpaksa menikah denganku karena orang tuanya terlilit hutang dan meminjam uang mama, kami kenal saat hari pernikahan." Bukan Sherly yang menjawab pertanyaan Syifa melainkan Ryan.

Sherly hanya terdiam dan menundukkan kepalanya, membuat Syifa menghela nafas berat memandangi wanita tersebut.

"Syifa, dia bukan wanita penggoda seperti yang kamu bayangkan. Kami menikah karena paksaan mama, dia menebus hutang orang tuanya, aku karena takut di paksa bercerai denganmu. Aku harap kamu mau menerima dia dan bayinya," ucap Ryan.

"Andai aku mau menerima dia dan anaknya, apa kamu mau menuruti syarat dariku?" tanya Syifa.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
dianrahmat
nilah batu satu bulan, tapi baru 3 mgg sdh tau klw dia hamil... ??? gak mudeng gak mudeng
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
sabar syifa. ada warisan orru mu utk membantu menafkahi gundik suami mu. tetaplah menye2 krn cinta dan jgn ikut mengurus usaha warisan dari urtu mu
goodnovel comment avatar
Nur Aini
Saya suka sekali novel ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Perjanjian Sebelum Cerai    Bab 115. Bahagia

    "Iya, aku sudah mempersiapkan semuanya termasuk mahar pernikahan," ucap Athar."Kapan kamu mempersiapkannya, mengapa semua terasa sangat singkat untukku?" tanya Sabrina."Setelah aku berbicara di rumah ini, esok harinya aku langsung memesan sebuah benda untuk aku jadikan mahar," ucap Athar.Sabrina benar-benar tidak pernah berpikir jika Athar sudah mempersiapkan semuanya dalam waktu sesingkat itu. Sabrina tidak pernah tahu pikiran Athar tidak pernah tenang setelah kejadian Ryan mengganggunya, ia yakin akan ada lelaki lain yang nantinya akan menganggu Sabrina sehingga lelaki itu sangat ingin segera menghalalkan Sabrina dan mempersiapkan segala halnya dengan cepat.Satria menyadari langkah Athar dalam mempersiapkan itu, ia benar-benar merasa salut dengan asistennya itu. Bukan hanya masalah perkejaan saja yang cepat, dalam mengejar wanita nya pun Athar bergerak cepat. Itu sebabnya hari ini Satria ingin membuat mereka melakukan ijab kabul hari ini juga."Penghulu sebentar lagi datang, kal

  • Perjanjian Sebelum Cerai    Bab 114. Lamaran.

    "Athar, perempuan yang akan kamu lamar anak orang kaya?" tanya Gina.Athar tersenyum dan mengangguk, lalu meminta keluarganya mengeluarkan barang-barang dari mobil box untuk dibawa kepada pihak wanita yang sudah berjejer menyambut.Keluarga Athar pun menggambil barang-barang dari dalam mobil box dan mereka berikan kepada pijak keluarga perempuan yang menyambut, setelah semua barang dari mobil box sudah di berikan pada pihak wanita. Keluarga Athar pun dipersilahkan untuk masuk kedalam rumah mewah tersebut."Mah, Sabrina nya mana?" tanya Banyu."Masih di kamar, Pah. Tadi Mama cek Vsedang pakai kerudung, Mama 9. panggil lagi ya!" ucap Amalia."Iya, panggil sekarang keluarga calon suaminya sudah datang," ucap Banyu.Amalia pun berjalan meninggalkan para tamu untuk memanggil anaknya di kamar, sementara anggota keluarga Athar masih terkesima dengan kemewahan rumah calon mertua Athar. Mata mereka memutari seluruh penjuru ruangan tersebut, hingga akhirnya dua orang wanita cantik turun dari ta

  • Perjanjian Sebelum Cerai    Bab 113. Materialistis

    "Emang kenapa kalau orang miskin?" tanya Athar."Kalau bisa kamu nikah sama anak orang kaya. Kan sekarang kamu sudah jadi lelaki sukses, masa nikah sama perempuan miskin gak maju-maju dong!" ucap Ros."Bu, jangan ngatur-ngatur Athar. Sama siapapun dia mau nikah yang penting dia bahagia, Athar seorang lelaki seperti apapun istrinya nanti dia yang akan menafkahinya!" tegur Gilang.Athar menghela nafas dan menggelengkan kepala, jika bukan karena hal penting seperti lamaran Athar tak ingin bertemu apalagi berbicara dengan ibu tirinya itu.Sejak Athar kecil Ros tak pernah menjadi ibu sambung yang baik, ia selalu memandang orang tak punya sebelah mata dan tidak memikirkan perasaan orang lain, hanya memikirkan kesenangan diri sendiri."Ayah, tolong ajarkan pada kedua adikku jangan memandang harta adalah segalanya karena Allah berfirman dalam Q.S Al-Kahfi ayat 56. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sis

  • Perjanjian Sebelum Cerai    Bab 112. Keluarga Athar

    "Aku mau secepatnya, kalau bisa Jumat ini Ayah datang dan hari minggunya kita lakukan lamaran," ucap Athar masih melalui sambungan telepon.Sungguh lelaki itu tak ingin menunda lagi untuk segera menghalalkan wanita yang selama ini ia cintai dalam diam, cintanya tak bertepuk sebelah tangan jika tidak segera di sahkan ia takut ada lelaki lain yang menganggu hubungan mereka."Siapa saja yang harus ikut untuk acara lamarannya?" tanya Gilang."Keluarga inti. Ayah, ibu, dan adik-adik ayah serta suami dan istrinya," ucap Athar."Banyak dong sekitar sepuluh orang, ayah harus sewa mobil kalau gitu," ucap Gilang."Nanti aku akan kirim 2 mobil beserta supirnya dari sini. Ayah tinggal komunikasikan saja dengan om dan tante yang mau ikut berapa orang," ucap Athar.Gilang menghela nafasnya, ia adalah anak tertua di keluarganya dan memiliki 4 orang adik, 3 orang perempuan dan 1 orang laki-laki. Namun, ekonomi mereka semua sama-sama pas-pasan.Mereka jarang pergi keluar kampung, hanya Gilang yang seo

  • Perjanjian Sebelum Cerai    Bab 111. Syarat Banyu

    "Mah, Pah, kenapa harus pakai syarat segala?" tanya Sabrina."Setelah belasan tahun kamu hilang, lalu baru dipertemukan dengan kami. Tiba-tiba ada seorang lelaki yang ingin membawamu pergi, mana mungkin kami izinkan begitu saja tanpa memberi syarat," ucap Banyu.Satria menganggukan kepala setuju dengan ucapan sang papa, mereka baru menikmati kebersamaan dan bila di katakan belum puas pastinya belum puas. Namun, mereka tidak ingin melarang Athar untuk menikahi Sabrina karena takut nantinya Sabrina malah jatuh ke tangan lelaki yang tidak tepat.Sabrina mulai khawatir sang papa memberikan syarat yang memberatjan Athar, sehingga lelaki itu akhirnya tidak bisa menyanggupi dan akhirnya pernikahan mereka dibatalkan.Athar malah menganggukan kepala, ia akan berusaha menyanggupi apapun syarat dari Banyu, asalkan ia bisa menikah dengan Sabrina nyawa pun dia sanggup berikan."Apa syaratnya, Om?" tanya Athar."Syarat pertama setahun pernikahan kalian harus berada di rumah ini, aku tidak ingin kam

  • Perjanjian Sebelum Cerai    Bab 110. Meminta Restu

    "Tidak tahu makanya lebih baik kamu datang dulu, mereka pasti terkejut karena tahunya kita hanya bersahabat," ucap Sabrina."HM ... Baiklah, besok aku akan bertemu kedua orang tuamu!" ucap Athar."Sekarang kamu istirahat dulu, oh iya ini salep yang untuk luka dari dokter aku simpan di kamarmu ya!" ucap Sabrina.Tanpa menunggu jawaban dari lelaki tampan itu Sabrina pun berjalan menuju kamar Athar, ia membuka pintu kamar yang tak di kunci. Begitu masuk kedalam kamar ia terkejut melihat fotonya yang di cetak besar menjadi penghias kamar itu.Athar menyusul langkah Sabrina dan hanya bisa terdiam di depan pintu kamar, saat melihat Sabrina terpaku memandangi fotonya sendiri di kamar itu."Apa ini alasannya kamu selalu mengunci kamar ini saat aku tinggal di sini dulu?" tanya Sabrina."Iya," jawab Athar singkat."Tapi waktu itu aku pernah masuk, foto ini tidak ada," ucap Sabrina."Aku sembunyikan di dalam lemari agar kamu tidak tahu," ucap Athar.Sabrina menghela nafas, lalu meletakan salep d

  • Perjanjian Sebelum Cerai    Bab 109. Tak Sabar

    Sabrina begitu terkejut saat masuk ke dalam ruangan Athar, lelaki itu sedang tidak memakai baju dan memeriksa bekas lukanya. Ia berjalan cepat dan duduk di samping Athar, meringis melihat bekas luka yang di tutup perban itu."Apa jahitannya bermasalah?" tanya Sabrina."Enggak, cuma sedikit gatal aja," ucap Athar seraya menarik kemeja berusaha untuk memakai nya kembali."Jangan bohong, sini aku lihat! Mungkin perbannya harus di ganti," ucap Sabrina."Memang iya, nanti setelah pulang kerja aku akan ke rumah sakit untuk ganti perban," ucap Athar."Kalau masih sakit harusnya gak masuk dulu, kamu bandel sih!" ucap Sabrina.Athar tersenyum mendengar ocehan wanita cantik tersebut, ia sama sekali tidak marah justru senang karena ocehan itu menandakan jika Sabrina mengkhawatirkan dirinya."Besok gak usah kerja dulu, aku akan bilang ke kak Satria," ucap Sabrina."Tapi banyak file penting yang harus aku bereskan, Syifa!" ucap Athar."Bisa di kerjakan di rumah kan! Nanti berkasnya juga bisa di ki

  • Perjanjian Sebelum Cerai    Bab 108. Curhat

    Sabrina memanyunkan bibirnya mendengar ucapan Lidya, sementara Lidya yang tidak tahu jika Sabrina sedang membicarakan diri sendiri masih merasa santai."Saya yah kalau belum punya suami, terus pak Athar melamar saya. Gak akan banyak pikir saya pasti terima," ucap Lidya."Alasannya?" tanya Sabrina."Kenapa tanya alasan lagi, bukannya udah jelas terlihat pak Athar itu udah perfect banget, dia itu lelaki idaman semua wanita. Ganteng, punya jabatan yang oke, gak genit sama perempuan, gak sombong, Soleh, kalau jadi suami pasti bisa bikin bahagia," ucap Lidya."Sesempurna itu Athar di mata kalian, dia itu manusia biasa yang punya kekurangan," ucap Sabrina."Ya semua manusia gak ada yang sempurna dan punya kekurangan juga kelebihan, tapi kekurangan pak Athar sedikit dan hampir tak terlihat, sementara kelebihannya banyak dan membuat para wanita dengan mudah terpesona padanya," ucap Lidya.Telinga Sabrina merasa panas saat Lidya terus memuji orang yang kini selalu ada dalam pikirannya, Sabrina

  • Perjanjian Sebelum Cerai    Bab 107. Pengejar Athar

    Keesokan harinya, Athar sudah diperbolehkan untuk pulang karena sebenarnya ia tidak terlalu luka terlalu parah, lelaki itu masih diberi kesempatan untuk istirahat oleh Satria. Namun, karena tidak terbiasa berdiam diri di rumah akhirnya ia pun masuk kerja. "Kamu ini gimana sih, bukannya istirahat malah kerja. Apa kak Satria yang masak kamu buat kerja?!" tanya Sabrina.Wanita cantik itu langsung datang ke perusahaan saat tahu Athar bekerja, ia khawatir jika kondisi Athar masih lemah. Namun, dipaksa untuk bekerja oleh kakaknya. "Aku udah baik-baik aja, Syifa. Bukan Satria yang maksa, dia justru memberikan aku kesempatan untuk istirahat. Akan tetapi, aku nggak betah di rumah nggak ngapa-ngapain jadi lebih baik kerja," ucap Athar."Tapi kan kamu habis dioperasi, Athar! Gimana nanti kalau sakit lagi," ucap Sabrina."Kan yang dioperasi cuma bagian perut yang ditusuk, yang lainnya nggak sakit. Lagi pula aku bawa obat dari dokter kok, jadi nggak usah khawatir ya, Sayang!" ucap Athar.Sabrin

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status