Share

Bab 4

(Meminta Pertanggungjawaban)

Fauzan yang sudah tertidur seketika terhenyak bangun karena kaget, saat mendengar teriakan histeris dari teman satu kobongnya.

“Redi, elu kenapa?” tanya pemuda yang memiliki sorotan mata yang tajam itu dengan raut wajah penasaran.

Redi lalu menunjuk ke depan sambil melotot. “Li—lihat, di sana a--ada genderewo!”

Fauzan pun langsung melihat ke arah yang ditunjuk oleh sang teman. “Genderewo apaan? Itu gambar anime, lagian kenapa di pondok ada gambar anime segala, sih? Harusnya elu pasang kaligrafi arab atau foto ulama biar adem lihatnya!”

Redi kemudian spontan mengarahkan wajah temannya tersebut ke arah mahkluk yang ia maksud. “Coba elu lihat ke sana.”

Mata Fauzan menyipit dan mencoba melihat jin yang dimaksud oleh pemuda itu, tetapi ia sama sekali tidak melihat apa pun di sana.

“Mana? Di sana tidak ada apa-apa. Elu tadi mimpi kali,” kata Fauzan seraya melepaskan tangan Redi yang sedang memegang wajahnya. “Sudahlah, sekarang mendingan elu tidur lagi.”

Awalnya Redi menolak untuk kembali tidur karena ia takut kepada makhluk yang sering disebut genderewo oleh penduduk sekitar itu yang mengancam akan membawanya ke alam jin.

Namun, makhluk menyeramkan tersebut ternyata tiba-tiba saja menghilang dari pandangan santri putra bertubuh kurus dan berkulit sawo matang itu.

Akhirnya Redi kembali berbaring di samping temannya dan mencoba untuk memejamkan mata rapat-rapat dan berusaha melupakan sosok makhluk tadi.

***

Malam semakin larut, angin pun berhembus cukup kencang dan membuat salah satu jendela kamar santri putri terbuka.

Santri putri yang tidur di kamar tersebut sampai terbangun, karena ia kaget saat mendengar suara jendela yang mendadak terbuka itu.

“Astagfirullahaladzim. Engsel jendela ini sepertinya harus diganti deh, biar tidak langsung terbuka kalau ada angin kencang kayak gini, bikin takut aja,” cerocos si santri putri sembari berdiri dan melangkah ke arah jendela.

Namun, tiba-tiba muncul sosok jin menyeramkan dengan mata yang menonjol keluar, tepat di depan wajah santri putri itu.

Santri tersebut pun sontak menjerit hingga membuat santri lain yang sedang terlelap tidur mendadak membuka mata dan berlarian menghampirinya.

“Aaa …!”

“Titin, ada apa? Kenapa kamu malam-malam begini teriak kayak gitu? Ngagetin aja?” tanya salah satu santri putri.

“Titin, Titin … nama gua Cristine, bukan Titin!” tukas santri yang berteriak tadi.

“Iya, tapi 'kan elu udah jadi mualaf, setelah dua minggu lalu baca dua kalimat syahadat di sini, jadi harusnya elu ganti nama yang islami gitu,” saran santri lain.

“Iya, nanti gue mau cari nama islami, tapi tolong tutupin jendela kamar gue tuh, gue takut, soalnya tadi ada kuntilanak nongol di situ!” tunjuk Christine dengan raut wajah yang pucat pasi.

Semua santri putri pun seketika saling menatap satu sama lain, sambil mengusap tengkuk masing-masing yang berdiri tegak.

Kemudian, tiba-tiba di antara mereka ada yang buang angin sembarangan dengan suara cukup kencang, sehingga para santri tersebut menjadi kaget dan akhirnya menjerit karena ketakutan.

"Aaa ...!"

***

Di tempat lain, Kiai haji Solehudin sedang melakukan salat sunah malam seorang diri di kamarnya. Setelah salat selesai, ia lanjut berdzikir dengan khusuk.

Namun, kemudian pria yang sudah mulai renta tersebut dikejutkan dengan kedatangan sesosok jin ifrit muslim berjenis kelamin perempuan yang mengenakan pakaian serba putih.

Jin yang menampakan wujudnya seperti manusia itu berdiri tepat di hadapan sang kiai. “Assalamualaikum, Pak Kiai, namaku Nyimas Dewi Sekar Asih.”

“Waalaikumsalam. Ada apa kamu menemuiku?” Kiai haji Solehudin terheran-heran.

“Aku sengaja datang ke sini untuk menemuimu karena ingin meminta pertanggung jawaban darimu.” Ucapan dari jin itu membuat sang kaia seketika melipat keningnya yang sudah berkeriput.

“Tanggung jawab apa yang kamu maksud?” tanya sang kiai penasaran.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status