Share

Mulai Bangkit

last update Last Updated: 2024-02-27 02:50:49

Hingga larut malam, aku belum bisa tidur, berdiri di samping jendela, memandang keluar, menikmati indahnya gelap malam. Semilir angin membelai wajah, lalu masuk ke dalam kamar, bulan berbentuk sabit, menyubangkan sedikit sinarnya agar gelap malam tak terlalu mencekam.

Kelelawar nampak beterbangan berpindah dari dahan ke dahan lainnya, mencari buah yang mulai masak. Tak terasa tetes-tetes air mulai berjatuhan membasahi pipi, mengingat kebersamaan kami.

***

Pagi menjelang, mataku bengkak sisa tangis semalam, si kembar masih tampak nyenyak dalam mimpi mereka.

Aku bergegas ke dapur untuk menyiapkan makan, membuka kulkas, mencari sesuatu yang bisa aku masak, tapi tidak ada apa pun di sana.

Sayup-sayup suara tukang sayur terdengar. Aku keluar untuk berbelanja. Tampak empat ibu mengerumuninya.

“Pak, bayam, sama cabainya mana?” tanyaku.

“Ini, Bu,” ucap tukang sayur, menunjuk barang yang aku pinta.

Aku lihat Bu Mirna dan Bu Anna sedang berbisik, sesekali melirik ke arahku.

“Kami sudah bilang kemarin! Jadi istri itu, harus pintar dandan. Sekarang terbukti ‘kan! Suaminya di ambil orang!” ucap Bu Ana. Aku tak menghiraukan omongan Mereka.

Segera kuambil segala keperluan yang  dibutuhkan, dan bergegas kembali ke rumah.

Aku membanting pintu dengan keras, suara nyaring dentuman terdengar sampai ke telinga mereka yang sedang bergunjing. Mereka memandangku dengan mulut yang komat-kamit entah apa yang mereka bicarakan? Kenapa mereka justru menyalahkanku yang jelas-jelas menjadi korban?

“Ada apa?” Mila masuk ke dalam rumah, menghampiriku yang duduk di meja makan. “Aku tadi mendengar suara dentuman keras dari sini, ada apa Reina?” tanyanya. Melihat aku menangis, dia duduk, meraih kedua tanganku dan menggenggamnya erat.

“Aku, tidak kuat dengan hinaan mereka, Mil!” keluhku menumpahkan segala luka.

“Jangan dengarkan mereka, jadikanlah apa yang menimpamu kemarin, sebagai pelajaran untukmu, Rei. Esok pasti ada sebuah kebahagiaan untukmu,” nasihatnya

“Tapi, rasanya sungguh sulit sekali, Mil. Aku ... aku belum bisa melupakan rasa sakit atas pengkhianatan Mas  randi, aku juga masih mencintainya, Mil,” ungkapku.

“Ayolah! Mana Rei yang selalu ceria, semua pasti akan segera berlalu. Kamu pasti bisa Rei, ayo bangkit dari kesedihan ini,”  ujarnya menyemangatiku. Mila menepuk pundakku pelan.

“Ayolah Reina, pikirkanlah masa depan anak-anakmu. Mereka membutuhkanmu! Tersenyumlah dan lupakan semuanya!” pintanya.

Mila tersenyum, memandang ke arah kamar. Aku juga memandang ke arah yang sama. Kedua putriku, tengah berjalan ke arah kami. Mila menunjuk mataku, memberi kode agar menghapus air mata di pipi.

“Kalau kamu mau? Kamu bisa bekerja di tempatku, mulai besok!” tawarnya, tanpa dia, entah akan jadi seperti apa aku ini. “Anak-anak sementara biar bersamaku.”

“Terima kasih, ya, Mil!” Aku memeluk tubuh kurus Mila.

“Santai, aja! Aku juga suka kesepian di rumah sendiri. Jadi dengan keberadaan mereka bisa menemaniku,” ucapnya.

***

Hari ini merupakan hari pertama Aku berangkat kerja. Aku mengenakan kemeja berwarna kuning, dengan setelan rok di bawah lutut berwarna hitam. Aku memoles  wajah dengan sedikit bedak, lantas memakai mate lipstik berwarna merah muda di bibir.

1

Aku berjalan dengan menenteng sebuah tas kecil di bahu. Ibu-ibu kompleks yang sedang berbelanja, memandangku takjub. Mereka tampak berbisik menggunjingkanku.

“Percuma dandan, kalau suaminya sudah direbut orang!”  Bu Anisa tertawa, diikuti dua ibu kompleks lainnya. Abang tukang sayur hanya  menggelengkan kepala, menanggapi mereka. Aku terus berjalan tak menghiraukan segala ucapan mereka.

***

Aku bekerja di Cafe Mila, yang terletak dekat kompleks. Dia sengaja menempatkanku di kafe terdekat agar bisa pulang saat istirahat.

“Mbak!” panggil, seorang pria yang duduk di kursi nomor delapan.

Aku bergegas berjalan menghampirinya “Selamat siang, Kak,” sapaku. “Mau pesan apa Kak?” tanyaku.

Aku mencatat makanan yang dia pesan ke dalam sebuah buku catatan kecil.

Tak butuh waktu lama aku kembali untuk mengantarkan makanan.

“Silakan ... Kak,” ucapku seraya meletakan makanan di atas meja.

“Mau ke mana?” pria itu menarik tanganku, saat aku akan kembali ke belakang.

“Maaf, Kak, saya masih ada pekerjaan,” ucapku.

“Sebentar saja! Aku akan memberimu uang tips yang besar,” ucapnya merendahkanku.

“Kak, tolong lepaskan saya,” ucapku memohon.

“Temani aku sebentar saja, Cantik,” rayunya.

“Maaf, saya tidak bisa!” tolakku, aku menepis tangannya kasar, lantas berjalan meninggalkannya.

“Jangan sok jual mahal, Kamu!” teriaknya, semua orang yang ada di kafe memandang ke arahku.

“Ada apa ini?” ucap manajer kafe menghampiriku.

“Dia, menggodaku, Pak” aduku.

“Hei! Jelas kamu yang telah menggodaku, Nona,” ucapnya menyudutkanku.

“Pak ....” belum selesai aku menyelesaikan ucapan, Pak Supervisor meminta untuk kembali ke tempat dengan mengibaskan tangan. Dari kejauhan aku melihatnya sedang membicarakan sesuatu dengan pria tersebut.

“Reina, ke ruangan saya sekarang, ada yang akan saya bicarakan!” perintahnya saat kembali.

“Baik, Pak.” Aku mengikuti berjalan menuju ruangannya.

“Reina, aku harap kau bisa bersikap lebih sopan terhadap pelanggan,” tegurnya.

“Tapi, Pak, dia yang berusaha menggoda saya,” bantahku membela diri.

“Tidak ada kata tapi Reina, kalau kamu bukan sahabat Mila, mungkin saat ini juga kamu sudah saya pecat!” ucapnya.

“Rei, aku tahu kamu butuh uang, aku dengar dari Mila, suamimu pergi dengan wanita lain,” ucapnya.

“Apa maksud, Bapak?” tanyaku.

“Aku bersedia, memenuhi segala kebutuhanmu dan kedua anakmu, asal kamu mau menuruti kemauan saya,” tawarnya.

“Maaf, Pak. Saya bukan perempuan murahan!” ucapku marah meninggalkan pria itu.

“Reina ....”

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perkataan Tetangga yang Kadang Ada Benarnya   Ending

    POV HASANPOV HASAN“Maaf, Pak, anak-anak hari ini tidak masuk sekolah.”Sore itu, seperti biasa, sepulang kerja, aku menjemput anak-anak di sekolah mereka. Namun, saat tiba di sana aku tidak melihat mereka di sekolah.Aku lantas menghampiri wali kelas mereka untuk bertanya apakah mereka sudah di jemput oleh Reina. “Nela dan Neli hari ini tidak berangkat sekolah, Pak,” kata Bu Septa—Wali kelas mereka.“Tidak berangkat ya, Bu?” aku kembali bertanya untuk memastikan.“Iya, Pak.” Bu Septa menganggukkan kepala.‘Apa mereka sakit?’ pikirku.Merasa khawatir, aku pun bergegas pulang ke rumah. ***Setibanya di rumah. Suasana tampak sepi, pintu pagar juga terkunci. Aku pun turun dari mobil untuk membukanya sendiri. Saat memasuki halaman rumah, mobil Reina juga tak terlihat di halaman. Aku bergegas turun, memutar gagang pintu. Ternyata pintu rumah masih dalam keadaan terkunci. Untung aku selalu membawa cadangannya di dal

  • Perkataan Tetangga yang Kadang Ada Benarnya   POV Umi

    Pada saat pertama Hasan memperkenalkan Reina sebagai calon istrinya. Aku merasa kecewa. Dia tidak seperti menantu yang aku idam-idamkan. Reina memang wanita yang baik dan santun. Namun, sayangnya dia seorang janda dengan dua orang anak. Tidak ada yang salah dengan statusnya. Namun, sebagai seorang ibu aku ingin wanita yang terbaik untuk putranya.Malam itu, Hasan memohon kepadaku. Namun, aku tetap kekeh tidak mau merestui hubungan mereka.“Umi, hanya Reina yang Hasan cinta. Kalau Umi tidak mau merestui hubungan kami. Hasan memilih pergi dari rumah ini.” Putraku satu-satunya itu benar-benar pergi dari rumah.“Hasan!” Dia bahkan tidak mau mendengar panggilanku. Hasan berlari menuju ke mobilnya yang terparkir di halaman. Dia melajukannya dengan asal. Bahkan, sebelum keluar halaman, mobil Hasan sempat menabrak pot bunga yang berjajar di pinggir pagar rumah.Hasan marah dan pergi, semua karena Reina. Wanita itu yang membuat putraku marah. Sebelumnya

  • Perkataan Tetangga yang Kadang Ada Benarnya   Mungkin Pergi Jauh lebih Baik

    Mas Hasan sangat lega, mendengar Aisyah juga menolak perjodohan. Jadi, tidak perlu mencari alasan untuk membatalkannya, karena Mas Hasan juga tidak ingin menikah lagi.Tinggal berbicara dengan Umi. Semoga Umi bisa menerima keputusan Mas Hasan.“Yang ini salah, Sayang,” ucap Mas Hasan menunjuk ke buku yang ada di hadapan mereka. Mas Hasan begitu telaten dalam mendidik dan menjaga anak-anak, walau mereka bukan anak kandung Mas Hasan.“Papa, kapan ke Bali lagi?” tanya Nela memandang Mas Hasan.“Insya Allah, Sayang,” jawab Mas Hasan.“Reina, ibu mau bicara.” Pada saat kami sedang asyik belajar, tiba-tiba Umi datang.Dari raut wajahnya sepertinya Umi sedang kesal.“Ya, Umi.” Gegas aku mendekati wanita itu.Kami pun akhirnya memutuskan untuk berbicara di teras.“Reina, orang tua Aisyah ke rumah,” ucapnya.“Terus mereka bilang apa?” Aku pura-pura tidak tahu, walau sebenarnya beberapa hari yang lalu kami bertemu.“Aisyah menolak perjodohan dengan Hasan.”Umi menceritakan, jika A

  • Perkataan Tetangga yang Kadang Ada Benarnya   Keputusan Akhir

    “Apa kamu menyukai Aisyah, Reina?” tanya Umi saat kami tiba di rumahnya.“Bagaimana menurutmu dengan gadis itu?”Aku lantas menceritakan pada Umi, seperti Aisyah. Walau belum lama kami saling mengenal. Namun, aku merasa senang dan nyaman saat bersama Aisyah. Aku seperti memiliki seorang teman dan adik perempuan.“Bagaimana caranya memberitahu Mas Hasan tentang perjodohan ini, Umi?” Aku memandang Umi yang duduk di sampingku.Kami pun membahas bagaimana cara untuk memberi tahu Mas Hasan tentang rencana perjodohannya dengan Aisyah.“Kamu coba yang membujuk Hasan untuk menerima Aisyah,” pinta Umi.Umi juga memintaku untuk memberitahukan rencana perjodohan ini secara perlahan padan Mas Hasan.Aku pun mengiyakan. Dulu aku memang tidak menyukai kehadiran orang ketiga dalam rumah tanggaku. Sekarang pun, aku masih sama. Namun, keadaan yang memaksa untuk menerima hal itu. Sebenarnya aku juga lebih senang hidup sendiri, dari pada memiliki seorang madu. Namun, entah apa yang ada di pikir

  • Perkataan Tetangga yang Kadang Ada Benarnya   Dia, Pilihanku

    Seorang gadis berpenampilan seksi berjalan menuruni tangga secara perlahan. Dia memakai celana di atas lutut dengan tank top berwarna merah. Rambut gadis itu tergerai panjang dan berwarna merah. Dia berjalan menghampiriku dan Umi. Tanpa memberi salam, gadis itu langsung duduk di kursi yang terletak berhadapan dengan kami.“Sinta, perkenalkan ini Reina.” Bu Anis menunjukku. Aku tersenyum dan menangkupkan kedua tangan di dada. “Beliau uminya Hasan.” Bu Anis menunjuk Umi.Umi memandang gadis itu dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia duduk dengan satu kaki berada di atas kaki yang lainnya. Aku sangat risi melihat kulit pahanya yang terlihat jelas. Aku lantas memandang Umi, tak percaya dengan gadis pilihannya.“Umi, apa enggak salah ini?” bisikku.“Umi tidak tahu juga, teman Umi yang merekomendasikannya,” jawab Umi.Bu Anis pun menjelaskan kedatangan kami pada anaknya.“Untuk mahar saya mau seratus juta. Pesta harus diselenggarakan di gedung yang mewah,” ucap gadis itu. Bu Anis yang

  • Perkataan Tetangga yang Kadang Ada Benarnya   Gadis Itu

    Dua minggu setelah kedatangan Umi. Umi kembali menghubungiku. Dia bilang sudah menemukan calon istri kedua untuk Mas Hasan. Aku dan Umi pun janji untuk bertemu dengan gadis itu usai pulang kerja.“Mas, nanti sore aku ada keperluan sebentar. Aku pulangnya agak telat, ya.” Izinku pada Mas Hasan saat kami sedang sarapan di meja makan.“Mau ke mana?” tanyanya memandangku yang sedang menyendokkan nasi ke dalam piringnya.“Umi memintaku untuk mengantarkan ke rumah temannya,” ucapku bohong.Aku takut Mas Hasan marah, jika aku berterus terang. “Oh, baiklah. Nanti biar anak-anak bersamaku,” ucapnya. “Terima kasih, Mas.” Aku lega dia mengizinkan untuk pergi bersama Umi. Sejak Umi meminta Mas Hasan untuk menikah kembali, dia jarang sekali ke rumah Umi. Berbeda denganku yang sering berkunjung ke rumahnya. Selesai sarapan kami pun bersiap untuk berangkat kerja. “Aku berangkat dulu, ya.” Pamit Mas Hasan. Sebelum berangkat, dia mencium keningku.“Hati-hati, Mas.” Aku mengulurkan tangan dan menc

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status