Perkataan Tetangga yang Kadang Ada Benarnya

Perkataan Tetangga yang Kadang Ada Benarnya

last updateLast Updated : 2024-05-07
By:  Ayra N FarzanaOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 rating. 1 review
49Chapters
2.1Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Reina seorang ibu rumah tangga yang dikhianati suaminya. Dia lebih memilih melepaskan suaminya, dari pada pria itu terjerumus dalam dosa. "Bersedih adalah suatu hal yang wajar, tapi jangan sampai kesedihan tersebut melemahkan hatimu, hingga kamu berputus asa." Perkataan sahabatnya Mila, memotivasi dirinya, hingga dia mampu bangkit dalam kesedihan .... Bagaimana dengan nasib Reina setelah di tinggal suaminya? Jawabannya ada di Novel Perkataan Tetangga yang Kadang Ada Benarnya

View More

Chapter 1

Kata Tetangga

“Mas, nanti pulang kerja, mampir ke minimarket sekalian ya! Susu anak-anak habis,” pintaku pada Mas Randi, suamiku, yang akan berangkat kerja. Dia hanya mengangguk mengiyakan.

Kami menikah, selama lima tahun, dikaruniai dua orang anak perempuan sekaligus. Urusan belanja bulanan memang biasa mas Randi yang melakukannya. Aku hanya berbelanja kebutuhan sehari-hari seperti sayuran dan lain sebagainya pada tukang sayur yang lewat.

Namaku Reina, seorang ibu rumah tangga, Mas Randi tidak mengizinkanku bekerja, dengan alasan tidak ada yang mengurus anak-anak. Dia tidak ingin anak-anak di rawat oleh asisten rumah tangga, karena khawatir kalau mereka tidak memperlakukan anak-anak dengan baik.

Terkadang aku merasa bosan, melakukan aktivitas monoton setiap harinya. Namun, kehadiran Nela dan Neli putri kembar kami, sedikit menghiburku.

Mas Randi bukan tipe suami yang romantis, dia tergolong suami yang sangat cuek. Terkadang aku merasa kalau dia tidak benar-benar mencintaiku.

“Mbak, penampilannya kusut amat! ntar, suaminya di ambil orang lo!” ucap ibu-ibu kompleks yang sedang membeli sayur. Aku tak menanggapi ucapan mereka, toh mas Randi tak pernah mempermasalahkannya.

Sehari-hari aku memakai daster, dengan rambut yang di jepit ke atas, mau berdandan bagaimana coba? Mau makan aja terburu-buru, bahkan mau ke kamar mandi saja, terkadang harus membawa si kembar karena rewel. Bayangkan sendiri bagaimana repotnya.

Si kembar Nela dan Neli berusia tiga tahun, mereka lagi aktif-aktifnya. Terkadang saat aku berbenah rumah, mereka berantem saling berebut mainan. Saat itulah butuh kesabaran yang ekstra.

Mas Randi berangkat kerja jam delapan, pulang jam empat sore, terkadang apabila ada pertemuan mendadak, malamnya dia akan berangkat lagi.

Nela dan Neli sudah tidur, jam menunjukkan pukul delapan malam, mas Randi belum pulang. Aku duduk di ruang keluarga, istirahat sejenak, menonton TV sambil menunggunya pulang. Tak berapa lama terdengar suara motor di depan rumah. Aku berjalan menuju pintu, untuk menyambut kedatangan mas Randi.

“Kok sampai malam mas?” ucapku menghampirinya, Mas Randi membuka helm lalu turun dari motor.

“Maaf, dek. Tadi nggak sempat ke mini market, ada pertemuan soalnya,” jawab Mas Randi.

“Ya, nggak apa-apa Mas, Mas sudah makan?” tanyaku seraya mengambil alih tas kerjanya.

“Sudah tadi, aku mau mandi dulu, gerah soalnya.” Mas Randi berlalu, masuk ke kamar mandi.

Aku bergegas ke kamar, meletakkan tas di atas nakas, lalu menyiapkan pakaian ganti, sebuah kaos lengan pendek, dengan celana selutut.

HP mas Rendi bergetar saat aku meletakan  pakaian ganti mas Randi di atas tempat tidur, tampak nama Raya disertai foto seorang wanita muda dengan gaya dan dandanan kekinian.

‘Akh ... mungkin dia rekan kerja mas Randi,’ Pikirku.

“Dek, lagi ngapain?” Mas Randi tiba-tiba memelukku dari belakang.

“Apa-apaan sih mas, nanti anak-anak lihat,” ucapku berusaha melepaskan diri, tapi mas Randi makin erat memelukku.

“Nggak bakalan lihat, anak-anak sudah tidur.” Mas Randi menunjuk Nela dan Neli yang tidur satu kamar dengan kami, dengan tempat tidur yang berbeda. Lampu kamar akhirnya di matikan.

Lewat tengah malam, aku terbangun karena haus, berjalan keluar, mengambil minum di dapur. Namun, saat melewati ruang tamu,  terdengar Mas Randi sedang berbicara lewat telepon. Dia kelihatan bahagia sekali dari nada bicaranya. Aku urungkan niat ke dapur untuk mengambil minum dan kembali ke kamar.

Aku berusaha memejamkan mata. Namun, pikiranku tak mau terpejam, masih penasaran, siapa yang bicara lewat telepon dengan mas Randi tengah malam begini.

Hingga suara azan subuh terdengar, aku beranjak dari tempat tidur, mandi lantas menunaikan kewajiban dua rakaat. Melakukan aktivitas memasak  sebelum si kembar Nela dan Neli bangun.

“Dek, masak apa?” mas Randi menghampiriku yang sedang masak telur balado.

“Masak telur, Mas. Mas mau aku Buatkan kopi?” Aku menoleh mas Randi yang duduk di meja makan.

“Boleh,” jawabnya, aku lantas membuatkan kopi hitam, dengan satu sendok gula kesukaannya.

“Ini Mas, kopinya!” aku meletakan kopi di hadapan Mas Randi. “Oh, iya Mas, tadi malam mas bicara sama siapa?” karena penasaran aku bertanya pada mas Randi.

“Oh ... i-tu, Aldi, teman kerja mas, lagi ada masalah katanya,” jawab Mas Randi, sedikit tergagap. Ucapan Mas Randi mungkin benar, Aku hanya mengangguk mengiyakan.

A

Aku berlanjut menyiapkan makanannya di atas meja, saat meletakan telur balado di atas piring, Mas Randi memeluk dari belakang, meniup telingaku, nakal.

“Apaan si Mas! Geli tau!” aku mencoba melepas pelukannya. “Mas, lepaskan dong, aku kan lagi menyiapkan makanan buat Mas,” ucapku mencoba melepaskan diri darinya.

“Makanan entar aja! Aku mau makan yang ini saja,” ucapnya sebelum mengendongku masuk ke kamar.

Setelah memandikan Nela dan Neli kami berempat duduk di meja makan untuk makan bersama.

"Neli mau es cream. Nanti pulang kerja beli ya!” pinta Neli kepada Ayahnya menggunakan logat  ala anak balita.

"Nela juga mau.” Nela nggak mau kalah sama Neli.

“Ya, nanti ayah belikan! Bunda mau minta juga enggak?” tanya mas Randi, melihatku.

“Bunda, enggak minta apa-apa?” jawabku.

“Ya, sudah ayah berangkat  dulu ya!” Selesai makan mas Randi, pamit untuk berangkat kerja. Tak lupa dia mencium Nela dan Neli bergantian, lalu mengulurkan tangannya kepadaku.  Aku mencium punggung tangan mas Randi.

Saat membersihkan meja makan kudapati HP mas Randi tertinggal.

Ada sebuah pesan dari Raya.

[Ran, jadi jemput aku enggak?]

Lantas aku membuka log panggilan. Ternyata yang menelepon mas Randi semalam adalah Raya. Aku melihat foto dirinya yang tampak muda, cantik, seksi dan terawat di Hp mas Randi.

Bersambung ....

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Ayra N Farzana
Mampir ya ke cerita ini. Keren ceritany
2024-07-09 07:28:26
0
49 Chapters
Kata Tetangga
“Mas, nanti pulang kerja, mampir ke minimarket sekalian ya! Susu anak-anak habis,” pintaku pada Mas Randi, suamiku, yang akan berangkat kerja. Dia hanya mengangguk mengiyakan.Kami menikah, selama lima tahun, dikaruniai dua orang anak perempuan sekaligus. Urusan belanja bulanan memang biasa mas Randi yang melakukannya. Aku hanya berbelanja kebutuhan sehari-hari seperti sayuran dan lain sebagainya pada tukang sayur yang lewat.Namaku Reina, seorang ibu rumah tangga, Mas Randi tidak mengizinkanku bekerja, dengan alasan tidak ada yang mengurus anak-anak. Dia tidak ingin anak-anak di rawat oleh asisten rumah tangga, karena khawatir kalau mereka tidak memperlakukan anak-anak dengan baik.Terkadang aku merasa bosan, melakukan aktivitas monoton setiap harinya. Namun, kehadiran Nela dan Neli putri kembar kami, sedikit menghiburku.Mas Randi bukan tipe suami yang romantis, dia tergolong suami yang sangat cuek. Terkadang aku merasa kalau dia tidak benar-benar mencintaiku.“Mbak, penampilannya k
last updateLast Updated : 2024-02-27
Read more
Pertengkaran
“Reina ....” Entah sejak kapan pria itu ada di hadapanku. Aku lantas menyerahkan HP kepadanya. Mas Randi bergegas pergi, karena waktu juga sudah siang. Aku sedikit berlari menghampiri si kembar mengendong mereka, bergegas untuk mengikuti pria itu. Tak lupa aku menyambar dompet diatas meja. Aku menitipkan si kembar Nela dan Neli ke rumah Mila, tetangga sekaligus sahabat terbaikku.Aku berlari menuju ke pangkalan ojek. Aku ingin melihat sendiri siapa sebenarnya Raya, dan ada hubungan apa dia dengan Mas Randi?“Bang, ke jalan laut ya!” Aku naik ke boncengan motor sambil mengenakan helm. Tanpa banyak tanya tukang ojek langsung melajukan motornya. “Cepat sedikit ya, Bang!” perintahku. Abang tukang ojek menjawab dengan menganggukkan kepala. Aku memilih langsung menuju kantor Mas Randi, karena dia pasti menjemput wanita bernama Raya ke rumahnya, jadi aku putuskan untuk menunggu di depan kantornya saja.Tepat jam delapan aku sampai di kantor Mas Randi. Aku duduk menunggu di sebuah warung
last updateLast Updated : 2024-02-27
Read more
Benarkan Kata Tetangga
Aku menarik koper keluar kamar, melemparnya ke arah Randi yang sedang duduk di kursi. “Apa-apaan ini Rei!” teriaknya. “Apa?! Apa kamu bilang!” jawabku, aku mendorong tubuh pria yang sudah mengisi hari-hariku beberapa tahun ini. “Pergi kamu dari sini, Mas! Aku sudah tidak sudi melihat wajahmu lagi!” “Apa kamu bilang?!” ucapnya marah.Dia mendekat, menarik rambutku yang tergerai. “Kamu pikir bisa hidup tanpa aku! Kamu itu cuma seorang istri dalam sangkar emas, yang tidak tahu dunia luar, mana mungkin kamu bisa bertahan tanpa seorang suami!” Dia mendekatkan wajahnya ke wajahku.“Lepaskan! Bila menyakitiku bisa membuatmu bahagia, maka lakukanlah itu, tanpamu aku pasti bisa! Ceraikan saja aku!” Aku berusaha melepaskan tangannya dari rambutku. Dia menghempaskan lalu mendorongku, hingga aku terjerembap ke lantai.“Kau mau berpisah denganku?” Dia berdiri membelakangiku. Mas Randi berubah, tidak lagi seperti suami yang aku kenal, suami yang penuh dengan kasih sayang.“Ceraikan saja aku, M
last updateLast Updated : 2024-02-27
Read more
Mulai Bangkit
Hingga larut malam, aku belum bisa tidur, berdiri di samping jendela, memandang keluar, menikmati indahnya gelap malam. Semilir angin membelai wajah, lalu masuk ke dalam kamar, bulan berbentuk sabit, menyubangkan sedikit sinarnya agar gelap malam tak terlalu mencekam.Kelelawar nampak beterbangan berpindah dari dahan ke dahan lainnya, mencari buah yang mulai masak. Tak terasa tetes-tetes air mulai berjatuhan membasahi pipi, mengingat kebersamaan kami.***Pagi menjelang, mataku bengkak sisa tangis semalam, si kembar masih tampak nyenyak dalam mimpi mereka.Aku bergegas ke dapur untuk menyiapkan makan, membuka kulkas, mencari sesuatu yang bisa aku masak, tapi tidak ada apa pun di sana. Sayup-sayup suara tukang sayur terdengar. Aku keluar untuk berbelanja. Tampak empat ibu mengerumuninya.“Pak, bayam, sama cabainya mana?” tanyaku.“Ini, Bu,” ucap tukang sayur, menunjuk barang yang aku pinta.Aku lihat Bu Mirna dan Bu Anna sedang berbisik, sesekali melirik ke arahku.“Kami sudah bilang
last updateLast Updated : 2024-02-27
Read more
Glow up
“Assalamualaikum.” Aku mengucap salam sebelum masuk ke dalam rumah Mila.“Wa’allaikum salam,” jawab Mila. “ Kamu, enggak mandi dulu?” tanyanya.“Enggak akh ... aku sudah kangen sama anak-anak,” ucapku menghampiri mereka. Mana mungkin aku bisa dengan santai saat anak-anak masih ada di rumahnya, dia sudah terlalu banyak membantu, jadi aku tidak mau terlalu merepotkannya.“Mil, kalau aku bekerja mengenakan jilbab gimana?” tanyaku memandang Mila.“Enggak apa-apa sih! Itu kan hak kamu,” jawabnya yang sedang duduk di lantai bermain lego bersama kedua putriku.“Aku takutnya, kalau aku berjilbab akan mempengaruhi pelanggan kafe kamu,” terangku sambil membereskan mainan yang berserakan di lantai.“Enggaklah ... terserah kamu yang penting kamu nyaman,” ucapnya yang juga membantu membereskan mainan.“Terima kasih ya, Mil.” Aku memeluk Mila. Aku ingin menutup aurat, mungkin kejadian di kafe adalah teguran dari Allah, mereka menggodaku karena auratku yang masih terbuka. Kejadian di kafe tidak ak
last updateLast Updated : 2024-02-27
Read more
Tetap Berusaha Apa pun Hasilnya
“Mas Randi,” ucapku kaget melihatnya berada di kafe. Jarak kantor tempatnya bekerja, memang agak jauh dari kafe, jadi hampir tidak pernah dia ke kafe ini saat jam istirahat.Raya berdiri. “Jadi, kamu sekarang bekerja sebagai pelayan!” hinanya dengan intonasi tinggi, membuat semua mata tertuju padaku.“Iya, tak ada yang salah dengan pekerjaan ini,” jawabku. “Dasar rendahan,” makinya mempermalukanku di hadapan semua orang.Aku memang wanita miskin, tidak sekaya dan secantik dirinya. Ibarat jatuh tertimpa tangga, begitulah nasibku, Mas Randi sudah di ambilnya dan kini dia mempermalukanku. “Lebih mulia menjadi pelayan, dari pada menjadi perebut suami orang!” sungutku kesal.“Apa kamu bilang!” ucap Raya tak terima seraya menggebrak meja.“Ada apa ini?” tanya Pak Herman yang berjalan menghampiri kami.“Pelayan ini, telah menghina saya!” fitnah Raya menunjukku.“Dia ....” “Reina, kamu ke dalam!” Perintah Pak Herman sebelum aku menjawab.“Baik, Pak.” Dengan perasaan kesal berjalan meningga
last updateLast Updated : 2024-02-27
Read more
Pria Lagi
“Mas Randi!” ucapku kaget.“Oh, jadi begini kelakuan Kamu, di belakangku! Dasar murahan!”Aku hanya terdiam, mendengar segala ucapannya. Justru, dia yang berkhianat, mengapa sekarang dia menyalahkanku.“Apa kamu bilang? Bukankah kamu yang menghianati Reina!” Pak Herman mendekati Mas Randi, mendorongnya.“Kamu siapa? Berani melawan saya! Dia itu masih istri saya!” kata Mas Randi menantang Pak Herman.“Suami macam apa yang tega menduakan istrinya, demi perempuan lain yang lebih kaya! Ceraikan Reina, karena dia tak pantas untuk pria sepertimu!” Pak Herman menonjok wajah Mas Randi.Mas Randi seketika memegang wajahnya yang melebam.“Hentikan!” teriakku saat Mas Randi ingin membalas pukulan Pak Herman.“Apa-apaan kalian ini! Pergi Mas, aku sudah tak sudi lagi melihat wajahmu! Jangan pernah kembali lagi dalam kehidupanku!” Aku mengusirnya pergi. Sudah cukup segala derita yang dia torehkan di hati. Aku tidak ingin dia kembali di saat diri ini telah mampu menghapus namanya dalam hati.“Maaf,
last updateLast Updated : 2024-02-27
Read more
Malasnya Bertemu Mantan
“Reina, maafkan saya,” ucap Pak Herman menghampiriku yang baru keluar dari sekolah.Entah, mau apalagi dia menemuiku. Aku merasa tidak dengan kehadirannya. Apalagi beberapa kali dia mengutarakan keinginannya untuk menikah.“Bapak tidak salah, tidak perlu meminta maaf.” Aku berjalan meninggalkannya.Pria itu tetap kekeh berjalan mengikutiku.“Saya antar pulang,” tawarnya.“Maaf, Pak. Saya tidak ingin ada fitnah di antara kita karena saya masih berstatus istri orang. Sekali lagi maaf.” Aku menangkupkan kedua tangan di dada.“Baiklah, tunggu sebentar.” Pria itu berlari menuju mobilnya, tak lama dia kembali menghampiri kami membawa sebuah kantong keresek yang berisi penuh. Dia mendekati putriku, berjongkok dan berbicara pada mereka. “Kalian mau es krim tidak?” tanyanya.“Mau, Om, tapi ....” Nela memandangku. Begitu juga Pak Herman.“Jangan takut, Om, teman mama kamu kok!” akunya pada anak-anak.“Boleh enggak, Bunda?” tanya Neli memandangku.Aku mengangguk mengiyakan.“Hore ... makasih ya
last updateLast Updated : 2024-02-27
Read more
Tutup Panci Penyok
“Reina!” teriak Raya berjalan mendekatiku. “Jauhi Randi atau akan aku membuat perhitungan denganmu!” ancamnya.“Tidak perlu teriak, insya Allah sebentar lagi aku akan menggugat cerai, Mas Randi,” ucapku menahan amarah. “Kalau sudah tidak ada yang akan dibicarakan, silahkan pergi!” perintahku.“Ayo pulang!” Mas Randi menarik tangan Raya. “Maaf,” pintanya sebelum meninggalkanku.Aku masih terpaku memandangnya pergi. Tak perlu lagi kusesali ataupun tangisi, biarlah yang terjadi, semua sudah takdir Illahi. Aku kembali ke dalam, ternyata kedua Nela berdiri di pintu.“Bunda, siapa tante tadi, kenapa, dia ajak Ayah pergi?” tanyanya.Aku memeluk Nela, tidak menjawab pertanyaannya. Dia masih terlalu kecil, belum saatnya dia untuk tahu. Tanpa terasa air mataku mengalir membasahi pipi.“Ayo, Sayang sudah malam bobok.” Aku melepas pelukan, menggendong Nela masuk ke dalam, merebahkannya di atas tempat tidur dan membelainya hingga dia tertidur lelap.Aku duduk memandang foto pernikahan kami yang m
last updateLast Updated : 2024-02-27
Read more
Cinta Lagi
“Maukah kamu menemaniku ke rumah, Ayna?” pintanya.“Baik, Pak.”Aku menerima tawarannya. Biasanya ada Pak Mahmud bersama kami, jadi aku tidak harus berjalan berdua saja dengannya.Seminggu lagi adalah hari pernikahan Ayna—sahabat Pak Hasan. Mendengar nama Ayna, aku kembali teringat dengan nama Humaira. Ayna tempo hari pernah membicarakannya. Siapakah Humaira—wanita yang membuat Pak Hasan tak mampu pindah ke lain hati? Sebegitu spesialkah wanita itu untuknya.“Baiklah, Pak saya buatkan kopi sebentar.” Pria itu menganggukkan kepala.Aku bergegas ke dapur untuk membuatkannya kopi. Aku masih ingat takaran kopi yang biasa Meisa buatkan untuknya. Setelah selesai aku bergegas kembali ke ruangan.“Ini, Pak.” Aku meletakan kopi di hadapannya.“Suruh, Meisa untuk menyiapkan gaun Ayna. Setelah ini kita akan ke sana,” perintahnya.“Biar saya saja yang menyiapkan gaun Ayna. Meisa sedang sibuk di depan.” Aku bergegas mengemas gaun Ayna.“Sudah siap semua, Rei?” Pak Hasan menghampiriku yang sedan
last updateLast Updated : 2024-02-27
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status